"Dokter Semesta!!!"
Esta menghela nafas kasar sebelum berbalik dan tersenyum.
"Ah , Dokter Halim. APA KABAR ?"tanya Esta kencang, seolah ingin meneriaki orang didepannya.
"Baik, saya baru selesai terapi dengan salah satu pasien penting, Bapak Handoko Sirjadi."Halim mengangkat alis kanannya "Ah,Bagaimana isteri kamu ? Sudah isi?"
Sombong..Isi udara iya.
Esta melirik jam tangannya "Saya tidak bisa lama-lama Dokter Halim, anda pasti tahu kalau orang penting seperti Mr.Schulan waktunya sedikit."
"Jadi kamu yang menangani Mr.Schulan? Bukan Dokter Aryadi?".
"Iya, tentu. Dokter Aryadi masih berada di Tunisia. Tapi yah dia tahu dokter yang pantas."Esta mengangkat tangan dan mengusapkan kerambutnya sendiri, mengisyaratkan kalau dia memiliki kemampuan yang lebih dari Halim.
Halim membuang muka kesal dan kembali tersenyum "Sepertinya saya harus kembali melihat pasien, kebetulan ada pasien yang belum dikunjungi."
"Silahkan."Esta melebarkan tangan dan mengangkat kedua alisnya, jujur saja satu-satunya kelebihan Halim yang tidak dimiliki Esta adalah mengangkat satu alis ke atas.
Desta menunjuk Halim yang melangkah lebar "Kenapa si Halim bugil?"
"Biasa dia kalah dari gue, dia masih di panggil si bugil ?"Esta terkekeh pelan.
"Lo tau gak, foto dia yang lo sebarin itu nyangkut ke tunangannya?"
Esta menggeleng acuh"Gue gak peduli, lagian dia sendiri yang cari masalah sama gue."Esta merapikan jasnya sebelum kembali melangkah pelan.
Desta menggelengkan kepalanya sambil mengikuti Esta dari belakang.
Di Kantor, Adita disibukkan dengan acara makan malam yang akan segera dilaksanakan. Padahal Adita baru malas-malasan di kursi kesayangannya. Mungkin Ibu Siska dendam karena ucapan Adita tadi. Adita mengerutkan kening saat Bagus memberikan tumpukan amplop berisi undangan makan malam.
"Kita yang bertugas nyebarin ini "ucap Bagas sambil memberikan helm berwarna pink.
"Kita A Bagus? Kitakan bukan tukang pos nganterin surat kayak gini, kita mah sales obat"
Bagus menggaruk tengkuknya "Gak tau, pokoknya disuruh bu Siska ."
"Tuhkan bener bu Siska baperan."
Bagus mengangkat jari telunjuknya "Hushh...nanti ada cakcak bodas ."
"Kalau nanti ada biar dimakan tokek, Adita mah males ah mening disuruh makan aja kenyang, panas-panas gini, tega banget."cibir Adita tak suka.
"Jadi kita mau berangkat sekarang atau nanti?"
"Sekarang atuh A Bagus, kalau minggu depan acaranya udah beres."
Bagus menelan ludahnya sambil mengangkat telunjuknya ke arah helm pink di depan Adita.
"Pake, kamu mah bikin hiperbola."
Adita terkekeh "Hipertensi sama Hiperbola beda jauh A Bagus "
***
Adita menaikan kaos kakinya yang merosot "A Bagus, kalau dokter Ayu Kasih itu yang mana? Yang cantiknya atau yang tuanya atau yang bawelnya. Lagian dokter yang namanya Ayu disini banyak, kenapa gak di pilih aja ya, yang namanya beda-beda buat jadi dokter disini."
"Gak tau, tanya aja mertua kamu kenapa nama dokternya itu sama."Bagus tertawa "Jangan-jangan nih ya, nama mantan mertua kamu itu Ayu."
Adita mejentikkan jari "Iya bener juga A Bagus, udah ah lagian ngomongin orang dosa."
Bagus mengangguk setuju, baru kali ini Adita berbicara sesuai nalar-nya.
"Tinggal dokter Halim sama suami kamu ,Dit."Bagus memberikan dua buah undangan.
Adita menimang amplop di tangan-nya dan memberikan salah satu-nya ke tangan Bagus.
"Adita yang ini aja."
***
"Permisi pak Halim, saya mau memberikan amplop dari perusahaan tropica, maksudnya undangan."ralat Adita sambil tersenyum ke arah Halim yang tengah melipat kedua kakinya di atas kursi.
"Nama kamu siapa ?"
" Mutiara Anandita, pak Halim."
"Udah berapa lama kamu kerja di Tropica?"
"Sekitar tujuh bulan lebih, memangnya kenapa pak?"tanya Adita bingung
Halim tertawa hambar, entah kenapa Adita merasa orang didepannya ini sombong dan menyebalkan, apalagi dengan tawanya yang menyerupai tawa pemeran antagonis di drama india yang sering ibu-nya tonton dirumah.
"Pantesan yah, kamu tau kan saya ini dokter disini ?"Halim melipat kakinya "Panggil saya Dokter Halim, susah loh punya gelar dokter kayak gini."
Adita mengangguk "Siap Dokter, kirain ada apa. Maaf sebelumnya, Dokter."Adita tersenyum lebar, mengusir rasa kesal dihatinya.
"Ya sudah kalau begitu, kamu boleh keluar kalau gak ada urusan lain."
Byuuurrr...
Adita menutup mulutnya saat tangannya tidak sengaja mengenai cangkir kopi dan menumpahkannya ke tumpukan kertas di meja Halim, lelaki itu langsung melotot. Dengan tatapan horror ia langsung mengambil kertas yang belum terkena kopi.
"Maaf banget dok, saya gak sengaja."
Halim menatap Adita "Kamu mau jebak saya ?, pura-pura tumpahin kopi supaya bisa deket-deket ?"Halim menggeleng "Saya udah sering ketemu sama cewek kayak kamu."
"Bapak kalau ngomong saring dulu ya, gini-gini saya isteri dokter di sini"Adita mendongkakan kepalanya.
"Lo, punya suami dokter ?"Halim menunjuk kaos kaki Adita "Cewek yang gak bisa beli kaos kaki, suaminya dokter di sini, woi ini masih siang jangan ngimpi!!"
Adita mengusap air matanya "Bapak itu udah ngehina saya tau!"
Halim tertawa "Lo nangis ? Gak mempan, mening lo pergi sana."Halim mengeluarkan uang di sakunya dan melemparkannya ke arah Adita "Nih, mening lo beli baju mahal sama kaos kaki sebelum mencoba goda cowok disini."
Adita meremas uang ditangannya.
"SAYA PANGGIL SUAMI SAYA KESINI!!!"
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)
Romanzi rosa / ChickLit#47 dalam chicklit Maret 2019 "Cerita chapter 26 dan beberapa bagian di Private follow sebelum membaca" Mutiara Anandita hanyalah gadis polos berusia belum genap 18 tahun yang memilih menjadi sales perusahaan obat dan menawarkan beberapa produknya...