Dua Puluh

6.7K 510 20
                                    

Dengan menahan malu, Adita tersenyum kikuk ke arah Ibu mertuanya. Adita sebenarnya kaget, ternyata Carisa datang ke sini, pasti dia tau kalau Adita kabur dari rumah karena anaknya yang slebor sama Amanda. Carisa langsung menghampiri Adita dan memeluknya.

"Duh, sayang. Maafin momy ya, punya anak kaya Esta. Kalau momy tau dia kaya gitu udah di basmi dari kemarin-kemarin."ucapan Carisa membuat Adita tersenyum, basmi-nya sama Amanda aja sekalian.

"Adita yang harusnya minta maaf , harusnya Adita gak kabur-kaburan kaya buronan."sesal Adita dengan wajah yang ditekuk karena matanya tidak sengaja melihat sosok Amanda, sang penggoda dokternya, lebih tepatnya The mantan penggoda.

Seperti tahu apa penyebab perubahan wajah menantunya, Carisa berdehem kearah keluarganya yang lain, meminta mereka untuk sedikit mundur kebelakang, dengan cepat Carisa menggandeng lengan Adita masuk ke dalam rumah. Diikuti oleh gerakan-gerakan kecil Adita ke arah Lily yang sudah mengantarkannya. Dengan langkah malas, Amanda mengikuti mereka semua sesekali ia merutuk dalam hatiya, kenapa gadis cilik menyebalkan itu harus kembali mengusiknya.

"Momy buatin susu jahe, mau?"tawar Carisa dengan alis terangkat "Atau mungkin tiket konser Exo, Wanna One, atau Seventeen yang lagi kekinian itu?"

Dahi Adita berkerut "Ah, nggak usah mom, mening bakso aja kalau ada."jawab Adita jujur, bakso memang sedang dirindukan olehnya, apalagi bakso mang Diman, bikin ngiler.

"Kalau bakso susah nyarinya, ya udah deh kan nanti siang pulang ke Bandung, nah momy beliin segerobak kalau mau."Carisa menghampiri Jhonson dan berbisik, Jhonson langsung mengangguk dan pergi.

Adita menatap sekeliling, kemana suaminya itu?, bahkan suaranya pun tidak ada. Apa mungkin pulang duluan karena diusir ibu mertuanya? Tapi masa iya, atau suaminya itu sedang mengurus surat perceraian karena mau menikahi Amanda? Adita menelan ludah.

"Momy, Suami aku mana ya?"Carisa menoleh "Oh, lagi main sama adiknya."

"Adimas kesini?"

Carisa menggeleng "Sama adiknya yang bungsu."Adita mengangguk, padahal dia sendiri tau adik Esta hanya satu.

Esta hanya terduduk lemas saat Jhonson sudah membawa Elif pergi, tega sekali momy-nya melakukan ini semua. Kamarnya benar-benar berantakan, sprei bahkan sudah robek-robek karena digigiti Esta, tidak sebenarnya Elif yang menggigitnya. Esta menatap nanar bantal yang mengeluarkan isi didalamnya, sudah terbayang kalau perut Esta bernasib sama, menyeramkan.

Cklek..

Esta menoleh ke arah pintu, diujung sana Adita menatapnya tak suka, dengan wajah yang ditekuk Adita menuju lemari pakaian.

"Adita!!."Esta langsung menghampirinya, dalam sekejap punggung mungil Adita sudah tertutup oleh dada Esta, membuat Adita menahan nafasnya beberapa detik.

"Kamu kenapa pergi, aku benar-benara khawatir."ucap Esta sambil mengeratkan pelukannya.

Adita masih diam, sungguh dia lupa caranya bernafas sekarang, dadanya berdetak kencang, bahkan saat Esta membalikkan tubuhnya dan tersenyum manis kearahnya, kaki dan tangan Adita gemetar, satu pelukan saja membuatnya seperti ini, apalagi setiap hari?

***

"Kamu lagi ngapain?"tanya Esta saat Adita memotret kertas didekat jendela pesawat.

"Lagi foto-in inilah masa ngupil "ketus Adita sambil menggoreskan pulpen-nya ke kertas lagi, menggambarkan dua buah hati yang berdempetan.

KAK PUTRI, KAK MEGA

AKU KANGEN..
KAPAN NGE-PERANCIS BARENG?
♥♥
(ADITA FROM 3600 FET)

Dengan wajah jahil, Esta mengambil pulpen Adita dan membentuk gambar hati dengan tinta yang tebal. Lalu dengan cepat ia menempelkan jari itu ke pipi Adita, membuat Adita makin cemberut.

"Apa ini?"

Dengan kesal Adita mencoret-coret tangan Esta dengan pulpen warna-warni, tapi Esta hanya diam memandangi wajah Adita yang terlihat sangat senang dengan aktivitasnya sekarang.

"Kayanya tangan aku ini bagus banget ya buat di coret-coret?"tegur Esta dengan suara yang dibuat sekesal mungkin,Adita hanya menoleh sebentar sebelum kembali dengan karya seni yang sedang ia buat.

Mereka kembali ke Indonesia Jam 8 malam, Adita yang sudah setengah mengantuk hanya menopang dagu dan pipinya dengan tangan kanan, matanya sudah terpejam saat Esta dengan sengaja menarik tangannya itu hingga kepalanya hampir terbentur sisi jendela mobil. Sebenarnya Adita mau marah, tapi rasa kantuknya benar-benar menguasai.

"Pinjem pahanya."rengek Adita sambil tertidur di paha Esta dan memeluk tas beruangnya.

Esta mengangguk "Iya, belum di bolehin udah tidur."bisik Esta ke telinga Adita yang sedikit merah karena udara yang cukup dingin.

"Berisik ihh!!!."umpat Adita dengan tangan yang melayang berusaha menggapai jaket yang ia simpan diatas jok mobil.

Esta memberikan jaket Adita dan meletakannya tepat di bahu Adita kebawah, sesekali ia menggosok telinga Adita dengan sapu tangannya agar terasa hangat, Supir Pramudya hanya tersenyum melihat kelakuan pengantin baru dibelakangnya.

"Emmm..."gumam Adita saat Esta menggerakkan pahanya yang terasa pegal, Esta langsung menepuk bahu Adita "Cup..cupp...tidur lagi."

"Perasaan Gue juga ngantuk ini, tapi malah nidurin anak orang."ucap Esta pada dirinya sendiri, Ia memandangi wajah Adita yang sudah tertidur pulas, mulutnya sedikit terbuka, Esta langsung mengambil handphonenya, memotret sebagus mungkin momen yang lumayan langka ini.

"A..A Esta bangun, udah sampe."Pak Suryono menepuk bahu Esta yang ikut tertidur, Esta mengangguk pelan "Oh..iya pak, makasih."

Esta mengucek matanya, Adita sudah tidak ada,  hanya tinggal jaketnya saja yang berada di kepala Esta, kurang ajar udah di sewain paha sama belaian mesra juga, Esta menggeleng pelan.

Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang