Gue menyeruput jus alpukat yang tinggal setengah sampai tandas. Rara, kenalan baru gue, daritadi ngelirik terus kearah bangku pojokan kantin. Gue dengan spontan mengikuti arah pandangannya dengan alis menyatu. Uwihh mantep, pantesan aja si Rara betah ngelihat kearah sana orang ada dua cogan disana. Tahu gini gue ikut liatin mereka daritadi.
"Hanin, kok lo mau sih sebangku sama si Fahqi?" tanya Rara, gue seketika menoleh dan menaikkan alis.
"Emang kenap---"
Belum sempet gue nyelesain ucapan, kantin tiba-tiba ribut. Gue nengok kearah pintu kantin, dan...wushhh! Bak di drama-drama klasik yang sering gue tonton pas masih bocah, seorang cowok berpenampilan amburadul namun mempesona baru aja datang. Rambutnya yang basah karena keringat---entah abis olahraga ataupun mandi gue gak tahu---seolah memberikan kesan maskulin yang kentara. Dan sorot matanya yang tajam bikin gue meleleh. Alamakkk tolong dedek makkk!
"Di-dia siapa?" Tanya gue tiba-tiba salting gak jelas.
"Namanya Daren. Jangan naksir. Milik gue. " pungkas Rara, seketika hati gue menciut. Aduh belum apa-apa udah potek duluan. Inikah yang dinamakan kandas sebelum jadian?
Gue cuma mengangguk lesu. Dia duduk di bangku kantin paling pojok bareng sama dua cowok yang lagi ngerokok itu, dimana orang-orang manggil tempat itu dengan sebutan Sarang Wewegombel, gak lain karena disana tempat berkumpulnya geng keramat. Diam-diam gue merhatiin mereka dari jauh. Beginilah rasanya dekat namun tak terikat.
"Bro, ntar malem mau balapan lagi gak? Atau mau clubbing?" Tanya seorang cowok bermata sipit. Dari nametag-nya gue tau namanya Daniel.
"Gimana kalo kita balapan? Kita taruhan. " Itu suara Fahqi, karena cuma dia yang gue kenal.
Daren mengernyit. "Lu mau taruhan apa?"
"Gue punya taruhan menarik. Gue tantang kalian berdua buat jadi partisipan. "
Daren memutar bola matanya, "Oke, gue ikut. "
"Taruhannya apa?" Tanya Daniel.
Gue kaget pas tiba-tiba Fahqi nunjuk gue sambil menyeringai. Gue buru-buru buang muka. "Dia taruhannya. " Jantung gue udah mau loncat dari tempatnya. Gue kaget pas tau dia jadiin gue sebagai taruhan.
HELAH MARKONAH LO KIRA GUE BARANG APA?!
Mereka seketika ngelirik gue dengan tatapan menilai. "Boleh juga. "
Gue bangkit dan menghampiri mereka dengan tatapan membunuh. Rara sempat bertanya kemana gue akan pergi tapi pertanyaannya gak gue gubris sama sekali. Gue tatap mata hitam Fahqi dengan mematikan. Cowok itu cuma mengangkat alis. "Kenapa?"
Gue menggeram marah. "Lo jadiin gue bahan taruhan hah?!" Kata gue berapi-api. Gue udah gak peduli sama tatapan semua orang yang tertuju ke gue, yang gue pengen sekarang adalah cakarin wajah si Fahqi yang udah berani-beraninya jadiin gue bahan mainan para cowok brengsek ini.
"Kalo iya, kenapa?" Tanya Fahqi yang bikin gue gemes setengah mampus.
"Lo kalo bloon totalitas banget ya. Ya jelas gue gak terima lah! Emangnya lo kira gue barang? Pokoknya gue gak setuju. Titik. " Gue mengepalkan tangan saking gregetnya.
"Tapi gue gak nanya pendapat lo. "
Gue bunuh dia sekarang dosa gak sih?
Gue udah hampir mau nonjok dia tapi Rara langsung mencekal tangan gue. "Hanin, ini bukan pertandingan MMA. Jangan bikin ulah sama mereka. " Rara berbisik tepat di depan telinga gue, mencoba memperingati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Teen Fiction(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...