Author POV
Daren membanting pintu utama rumahnya dengan sangat keras. Bi Inem yang sedang membersihkan ruang tamu sampai terlonjak kaget. Daren berhenti sejenak dan memandang sekitar, "Papa mana, Bi?" Tanya Daren dingin.
"Oh, Tuan sudah berangkat sejak tadi, Den. Katanya beliau ada urusan, memangnya Tuan tidak memberitahu Den Daren?" Bi Inem bertanya balik, namun Daren sama sekali tak menjawab dan bergegas naik ke lantai atas.
"ARGH!"
Daren menonjok cermin yang ada di kamarnya. Tangannya memar dan berdarah akibat pecahan kaca yang melukai jari-jarinya. Mata pemuda itu memerah dengan rambut yang berantakan, Daren berjalan menuju sebuah ruangan di seberang kamarnya. Sudah lama ruangan itu tak dimasukinya semenjak Daren mengenal Hanin.
Ia memperhatikan dengan detail setiap inci ruangan bernuansa feminin yang terasa kental memenuhi ruangan itu. Dulu, ruangan itu bersih dengan pencahayaan yang cukup, berbeda dengan sekarang yang penuh debu dan tak terawat.
"Kak Dar, sebentar lagi kan Ririn masuk SMP. Kalau suatu saat nanti Ririn punya pacar, Kak Dar bakal restuin hubungan Ririn sama dia gak?" Tanya seorang gadis kecil yang duduk di samping Daren.
Daren mengernyit, " Pacar? Kamu masih kecil, belum boleh pacaran dulu, " Ujar Daren tanpa menatap Ririn di sampingnya.
Ririn mengerucutkan bibir mungilnya, "Tapi kalo cowoknya ganteng kan sayang kalo dibuang, "
Daren terkekeh mendengar ocehan adik kesayangannya itu. "Yaudah jangan di buang, simpen aja dulu di dalem lemari. Nanti kalo udah waktunya, baru kamu ambil dia dari lemari, "
"Ih kak, Daren! Emangnya dia baju apa? Masa di masukkin lemari, " Daren yang gemas melihat tingkah laku adiknya itu, mencubit pipi chubby Ririn.
"Awh!" Daren menjerit kecil saat tangan kekarnya tak sengaja menyentuh ujung jarum yang mencuat dari dalam laci.
Darah keluar dari luka tusuknya, Daren menatap darah itu nanar. Bahkan luka itu sama sekali tak mengalahkan luka yang selama dua tahun ini ia rasakan. Suara ketukan pintu menginterupsi lamunan Daren. Ia segera mengalihkan pandangan dan mendapati Bi Inem tengah menatapnya dengan sendu.
Daren memandang Bi Inem dengan air mata yang siap jatuh, sosok Bi Inem mengingatkannya pada sosok seorang ibu yang sangat Daren rindukan. Sosok yang selalu siaga dengan pelukan hangatnya, dan sosok yang sangat berjasa dalam hidupnya. Daren menepis kasar bayangan itu dan mengucek matanya dengan tergesa-gesa, ia melangkah pergi dan kembali ke kamarnya.
Seorang pemuda tengah berbaring sembari menatap langit-langit kamar. Matanya menerawang ke masa dimana dirinya melihat sesosok gadis yang baru saja keluar dari seorang mobil pecundang. Hanin, sosok gadis itu memenuhi kepalanya, Hanin yang membuat semangatnya kembali namun gadis itu juga yang menghilangkan semangatnya.
Daren melipat tangannya sebagai bantalan untuk kepalanya. Ia benar-benar merasa sendirian saat ini, atau bahkan sejak dua tahun yang lalu, dimana tragedi menyeramkan yang membuatnya kehilangan segalanya.
Tak terasa, air mata Daren sudah berada di ujung matanya. Ia membiarkan air mata itu jatuh perlahan, bukan cengeng, namun Daren sudah terlalu lemah untuk menghadapi semuanya. Ia berjuang selama dua tahun untuk tetap merasa 'hidup' namun tetap saja ia merasa mati.
"ARGH!" Daren mengerang kuat. Ia menjambak rambutnya sendiri frustasi, entah apa yang harus ia lakukan saat ini, yang pasti ia membutuhkan sesuatu untuk menenangkannya.
***
Dua orang pemuda tengah menikmati segelas vodka dalam gelas yang mereka genggam. Mereka menatap jalang setiap wanita yang lalu-lalang dihadapan mereka, sesekali mereka dihampiri beberapa gadis cantik berpakaian seksi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Teen Fiction(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...