Perpisahan

5.9K 325 23
                                        

BERULANG KALI gadis itu menghafalkan lirik lagu yang akan dinyanyikannya esok hari. Peluhnya menetes, udara siang itu begitu panas hingga membuat kelenjar minyak dalam kulitnya bereaksi dan mengeluarkan keringat karena suhu tubuhnya yang naik. Kedua gadis dihadapannya sejak tadi mengomel terus karena dirinya yang sulit sekali untuk menghafal lirik.

"Ayo dong! Aish, masa lu gak hafal-hafal sih?" Vania mengomel lagi.

Hanin hanya bisa mengusap dada, berusaha sabar menghadapi sikap teman-temannya yang kelewat menyebalkan itu. Sekali lagi, ia mencoba untuk mengingat bait demi bait lagu yang tertulis di sebuah kertas di genggamannya.

"Besok lo mau pake alat musik apa? Gitar?" Tanya Rara yang sedang menyeruput es jeruk.

Hanin mengedikkan bahu. "Mungkin piano. "

Rara dan Vania manggut-manggut. Vania menggeser kursi dan meja ke depan kelas, lalu menyuruh Hanin agar duduk disana.

"Anggap ini piano, dan mulai nyanyi sekarang. " Titahnya dengan nada tegas. Demi apapun Hanin ingin tertawa ngakak melihat sikap Vania yang semula pecicilan, tapi kini berubah menjadi sosok yang tegas.

Hanin mulai mengambil nafas, matanya memejam, mulutnya mulai melantunkan lagu dengan suara yang merdu.

It's been a long day, without you my friend
And i'll tell you all about it when i see you again...

Tepukan meriah menggema mengisi ruangan yang hanya diisi ketiga gadis itu. Rara dan Vania menatap Hanin takjub. Mereka menghampiri gadis itu dan memeluknya dengan sayang.

"Aish, lo keren banget. Swear babe!" Puji Rara tulus. "Gue jadi pengen denger lo nyanyi sekali lagi deh, "

"Enggak ah, seret tau gak tenggorokan gue." Oceh gadis itu, "Tapi, makasih ya. " Hanin mengutas senyum.

"Wih, keren euy!" Tiba-tiba suara serak khas pria menginterupsi obrolan ketiga gadis itu. Daniel masuk sambil bertepuk tangan. "Boleh juga suara lo. "

Rara memberikan tatapan membunuh kepada pemuda itu, "Ngapain lo kesini heh? Mau nyari pacar lo? Dia udah pulang dari tadi." Tukas Rara sinis.

Daniel menaikan alis. "Lah, kok lo jadi sewot gitu? Gue kan datang kesini mau muji dia, kenapa tiba-tiba bawa pacar? Emang salah kalo gue kesini?"

"Ya salah lah! Kita kan lagi latihan, jadinya gak kejutan lagi dong buat besok. " Rara memutar mata jengkel.

Daniel tiba-tiba tertawa keras. "Ah, bohong lu! Gue tau kok lo cuma gak mau diliatin cowok ganteng kayak gue, " Perkataan Daniel sukses membuat ketiga gadis itu bergidik jijik.

"Jijik lo bangke! Sana lu pergi, yang terhormat kakak senior. "

"Gue kan mau liat pacar gue latihan nyanyi. " Tukas Daniel sarkastik.

Ketiga gadis itu saling melempar pandangan. Pacar? Memangnya diantara mereka bertiga ada yang berstatus sebagai pacar Daniel?

"Maksud lo siapa?" Tanya Vania bingung.

"Rara. "

Rara merasa darahnya mendidih dan siap meledak kapan saja, ia menatap pemuda itu tajam. "Bangsat! Jangan mimpi ya lu bisa pacaran sama gue!"

Daniel menyeringai, "Gue gak mimpi, kita emang beneran pacaran, sayang. Ngaku aja susah amat sih, "

Vania dan Hanin cengo dibuatnya. Mereka menatap Rara penuh selidik.

"Jadi lo pacaran sama ini kunyuk? Lho, bukannya dia pacar si Elis ya?" Hanin menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kagak buset! Mana mau aing pacaran sama tikus got ini. " Tukasnya, "Eh bangke! Lo jangan ngarang cerita ya, aish sumpah deh lo pengen banget gue hajar!"

Three Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang