MADING sekolah di penuhi oleh siswa kelas dua belas. Mereka berlomba untuk melihat nama mereka disana. Keributan sempat terjadi saat Daren dan Daniel menerobos kerumunan dengan seenak jidat, tak mempedulikan orang-orang yang meneriaki namanya. Koridor semakin ricuh ketika beberapa siswa itu menjerit-jerit histeris mengetahui namanya ada dalam deretan nama-nama siswa yang lulus.
"Asikk, aku lulus euy!"
"Eh, ngaran maneh aya teu dinu eta?"
(Eh, nama kamu ada gak disana?)
"Anying, aeng lulus vloks!" Seorang pemuda berperawakan tinggi menepuk bahu teman di sebelahnya dengan cukup keras.
(Anying, aku lulus)
"Ari maneh waras teu? Batur mah lulus teh alhamdulillah, maneh mah kalah anying-anyingan, ngagebug deuih. Sia kampret!"
(Kamu waras gak? Orang lain kalau lulus bilang alhamdulillah, kamu malah anying-anyingan, mukul lagi. Kamu kampret!)
Begitulah kicauan burung cangkurileng yang terdengar. Seketika koridor berubah menjadi pasar tradisional dadakan yang dipenuhi suara-suara bising. Daren dan Daniel masih terus meneliti urutan nama-nama yang tertera disana. Daniel menjerit heboh saat berhasil menemukan namanya di urutan ke dua puluh dua.
"Anjir, gue lulus! Teu sia-sia lah aing niron ka si Fadilla ge. " Pekik Daniel girang dan langsung dibalas delikan tidak suka oleh Daren.
(Gak sia-sia lah aku nyontek ke si Fadilla juga)
"Gandeng, ngocoblak wae maneh mah. "
(Berisik, bicara terus kamu mah)
Daren kembali meneliti urutan nama-nama itu. Ia mengulas senyum samar saat berhasil menemukan namanya disana. Pikirannya melayang ke suatu tempat yang sebentar lagi akan menjadi rumah barunya, tetapi bayangan itu memudar saat sosok seorang gadis cantik memenuhi benaknya. Daren memandang sekitar, matanya terfokus pada satu titik dimana seorang gadis berambut panjang berdiri diantara kerumunan siswa-siswa.
Perlahan namun pasti gadis itu mendekat sambil memegang sebuah kotak kecil. Daren mengernyit ketika Hanin tiba-tiba menyerahkan kotak itu padanya, gadis itu mengutas senyum simpul dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Maaf. "
Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, ia langsung berlari menjauh dengan air matanya yang sudah tak bisa dibendung lagi. Daren menatap kotak kecil di tangannya dengan gelisah. Pemuda itu melangkahkan kakinya dengan langkah-langkah panjang.
***
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring di telinga gadis yang sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Rara mengerutkan dahi saat menemukan sebuah kotak makanan di bawah kolong meja. Gadis itu segera mengambilnya dan menerawang isinya yang ternyata beberapa buah cupcake coklat.
"Lo bawa cupcake buat kita, Nin? Ih baek banget sih lu, " Rara tiba-tiba memeluk Hanin dengan gayanya yang lebay sembari mencium kedua pipi Hanin. "Gue makan boleh ya? Eh Ceu Edoh, liat nih si Mbo Ijem bawain cupcake!" Rara mengguncangkan kursi di depannya yang di duduki Vania.
Vania seketika membalikan badannya, matanya berbinar, "Wuih, tumben banget lu baik, Nin. Biasanya juga jahat. " Ucapnya sambil meraih sebuah cupcake.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Teen Fiction(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...