Daren POV
Gue berjalan mendekati kedua pemuda itu dengan keadaan semrawut dan wajah yang ditekuk. Bau alkohol menyeruak dimana-mana, tapi gue udah terbiasa dengan hal itu."Wadoo, kenapa tuh muka? Kayak baju yang belum disetrika aja, kusut. " Tanya Fahqi yang melihat gue berpenampilan seperti orang tidak mandi setahun.
"Hooh, kenapa sih lu, Dar? Diputusin cewek, heh?" Daniel geleng-geleng kepala sambil terkekeh.
Gue gak menjawab apa-apa. Gue sibuk mikirin tadi sore dimana gue ngeliat Hanin pulang bareng sama si pecundang Rafa. Pandangan gue beralih ke seorang gadis muda yang baru saja masuk ke dalam club. Gue kayak kenal gadis itu, Gue memperhatikan gadis bertudung merah itu dengan seksama.
"Woy, Dar! Mau kemana lu?" Tanya Daniel yang melihat gue berjalan mendekati seseorang.
"Ngapain lo disini heh? Mau jadi jalang? Ternyata cewek kayak lo bisa berubah jadi iblis cantik ya?" Gue tersenyum kecut.
Gadis itu membelalak dan melotot tajam kearah gue, "Setelah lo muasin hasrat si pengecut Rafa, lo juga datang kesini heh? Buat muasin nafsu om-om hidung belang?" Tambah gue dengan nada menyindir.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri gue. Pipi bekas tamparan Hanin terasa memanas, gue liat cewek itu mulai berkaca-kaca. "GUE BUKAN JALANG BANGSAT!" Teriak Hanin dengan penuh penekanan.
Gue tersenyum miring, "Kalo bukan jalang, ngapain lo disini? Pelacur? Atau cabe-cabean?"
Nafas Hanin semakin memburu mendengar ucapan gue yang kelewat kurang ajar. Ada rasa nyeri saat gue ngeliat cewek di depan gue ini menangis.
"Dar, sadar! Dia Hanin, mainan lo, " Daniel menepuk-nepuk bahu gue. Gue mengepalkan tangan kuat dan siap untuk menghajar Daniel atas perkataannya yang seakan-akan gue menjadikan cewek itu boneka.
"Gu..gue bu-bukan jalang! Gue juga bu..bukan pelacur ataupun cabe-cabean... " Hanin menangkup wajahnya dan berlari pergi dengan meninggalkan sebuah kantung kresek.
"Daren! Lo sadar gak sih? Dia Hanin! Cewek kesayangan lo! Kok lo bisa-bisanya sih ngatain dia jalang?" Fahqi menatap gue dengan penuh emosi. "Lo lagi, nyet. Ngapa mesti bilang dia mainannya si Daren? Pake acara bilang di depan orangnya segala lagi, " Fahqi menggelengkan kepala melihat tingkah gue dan Daniel yang terlampau kurang ajar.
Gue sama sekali gak peduli dengan apa yang Fahqi omongin. Gue berlalu pergi meninggalkan tempat itu dan diam-diam gue ngikutin Hanin sampai rumahnya. Cewek itu masuk ke rumah sambil menangis, gue cuma bisa ngeliatin cewek itu dari jauh. Tapi, entah ada dorongan apa, gue mutusin buat menyelinap masuk ke rumahnya diam-diam.
Di ruang tamu rumahnya ada banyak orang yang sedang berbincang-bincang. Samar-samar gue ngedenger kata 'pertunangan' dari mulut salah satu diantara mereka. Gue beranjak dan berniat untuk memanjat ke kamar Hanin yang ada di lantai atas. Awalnya gue kebingungan, karena gue sama sekali gak tau kamarnya yang mana. Gue menangkap cahaya lampu dari salah satu kamar di lantai atas dan gue yakin itu kamar Hanin.
H
iks... hiks..."
Isak tangis cewek itu terdengar jelas sampai keluar jendela. Gue ngeliat Hanin meringkuk di kasur sambil menangis. Ada rasa bersalah yang merasuki diri gue, tapi gue gak tau mesti ngapain karena gue kecewa sama cewek itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Teen Fiction(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...