Dysphoria

7K 459 9
                                        

               Gue berlari melewati orang-orang yang duduk di ruang tamu rumah. Gue gak peduli apa yang mereka pikirkan tentang keadaan gue yang berantakan. Sekilas, gue ngeliat kak Reina, pacar Gavin, memandang gue heran. Gue langsung naik ke lantai atas dan membanting pintu kamar dengan keras.

"Hiks... hiks..."

Gue meringkuk diatas kasur. Sejak tadi air mata gue gak pernah berhenti menetes, gue bener-bener kecewa sama Daren, cowok yang dengan seenaknya nuduh gue sebagai jalang.

"Gue bukan ja-jalang... " Rintih gue disela isak tangis. Gue menarik selimut sampai ke batas leher. Gue memejam dengan air mata yang terus bercucuran.

Ceklek..

Pintu dibuka seseorang. Gue mendengar suara derap kaki yang semakin mendekat. "Hanin... " Sebuah tangan dengan lembut mengelus puncak kepala gue, "Kamu kenapa?" Tanyanya.

Gue perlahan membuka mata, Kak Reina tengah menatap gue sendu. Tangannya masih setia mengelus lembut kepala gue, "Cowok itu nyakitin kamu ya?"

Gue baru inget kalau Kak Reina bisa membaca pikiran orang lain. Gue pikir gak perlu cerita apapun sama dia, toh dia juga udah tau sendiri apa masalah gue. Gue langsung meluk dia dan menangis di pelukannya, dia juga membalas pelukan gue.

"Kakak tau kok, kamu yang sabar ya. " Dia mengurai pelukan dan menatap gue iba, "Dia cuma lagi emosi, dia gak bener-bener ngira kamu jalang, " Kak Reina tersenyum kearah gue.

Gue masih berlinangan air mata tapi dengan segera gue menghapusnya, "Tapi kak, dia ngira aku cewek yang--"

Kak Reina memotong ucapan gue, "Udah, gak usah dipikirin. Mending sekarang kamu tidur, " Katanya seraya tersenyum.

Gue menurut dan langsung berbaring di kasur. Kak Reina mengelus pipi gue lembut lalu beranjak pergi, "Good night, "

***

          Gue memasuki mobil Gavin dengan malas. Sebenarnya gue males masuk sekolah sekarang, apalagi hari ini MONster DAY-nya anak sekolahan, dimana mereka harus berdiri selama lebih dari tiga puluh menit di tengah lapangan yang penuh sesak. Apa yang lebih menyeramkan dari upacara?

"Lu kenapa nangis semalem?" Tanya Gavin sembari menyalakan mesin mobilnya.

"Kepo banget sih lo, "

"Kepo itu tanda peduli, " Balas Gavin, "Gue kan abang lo, harusnya lo cerita ke gue kalo ada apa-apa, "

Gue memutar mata jengah, "Gak semua masalah bisa diceritain ke orang lain. "

"Iya dah serah, awas aja kalo lo mewek lagi, " Kata Gavin sambil terkekeh, "Oh iya, lo kemarin dianterin pulang sama si Rafa?"

Gue menghembuskan nafas kasar. "Lo yang nyuruh dia nganterin gue pulang?"

"Dih kok lu malah balik nanya sih? Ya jelas gue lah, dia itu anak dari pemilik Christo Group, perusahaan yang punya proyek sama perusahaan kita. "

Gue menggeram. "KOK LO MALAH NYURUH DIA NGANTERIN GUE PULANG SIH?!"

"Biasa aja kali, nyet. Lo mau gue budeg gara-gara suara lo yang kayak toa butut itu?"

"Bodo amat, " Kata gue acuh, "Lain kali, gak usah nyuruh dia nganterin gue pulang lagi, "

"Kenapa?" Tanya Gavin heran, "Dia kan ganteng, harusnya lo seneng dianterin pulang sama cogan, "

"TAPI GUE GAK MAU!" Pekik gue histeris.

"Lo harus mau! Gimana pun juga dia itu calon tunangan lo, " Ucap Gavin serius.

Three Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang