Ending

6.1K 300 37
                                        

Semenjak kepergian Daren, Hanin tak pernah absen mengunjungi makam setiap sebulan sekali. Sekedar untuk melepas kerinduannya akan sosok pemuda itu.

Dua tahun telah berlalu, namun perasaan Hanin masih tetap sama, ia masih merindukan sosok Daren dalam hidupnya. Bedanya, sekarang ia memiliki Fahqi yang berstatus sebagai tunangannya. Fahqi mengerti gadis itu, ia tidak pernah marah jika sesekali Hanin menyebut nama Daren, bukan namanya.

Hari ini Hanin beserta Fahqi mengunjungi makam almarhum. Kini gadis itu tidak menangis lagi, ia bisa tersenyum meskipun rasa sesak masih sering menghinggapinya. Hanin mencabuti rumput liar yang tumbuh di makam Daren lalu mengelus batu nisannya.

"Kamu selalu ada disini, Dar. " Hanin menunjuk dadanya sendiri.

Hanin dan Fahqi memutuskan untuk membacakan beberapa doa agar Daren tenang disana. Setelah selesai, Fahqi bangkit dan mengajak gadisnya pulang.

"Udah sore, pulang yuk? Nanti kapan-kapan kesini lagi. " Ajakan Fahqi dibalas anggukan oleh Hanin.

***

Hanin duduk termenung di tepian kolam ikan yang berada di halaman belakang rumahnya. Ia menatap langit malam yang penuh bintang. Sejenak pikirannya melayang kembali ke masa dimana dirinya duduk bersama Daren disana sambil menatap langit.

"Lo tau gak, kenapa malam ini gak ada bintang?" Tanya Daren.

Hanin menggeleng, "Enggak, emang kenapa?"

"Karena semua bintang itu pindah ke mata lo, " Daren tertawa.

"Yang dimata gue itu bukan bintang, tapi belek. " Tukas Hanin dengan wajah polos.

Seketika tawa Daren pecah. Hanin juga ikut tertawa sambil mencermati lekukan wajah tampan Daren yang terlihat bersinar di tempa cahaya bulan.

"Lo mau tau sesuatu gak?" Tanya Daren tiba-tiba setelah tawanya berhenti.

"Apa?"

"Gue gak nyangka bisa jatuh cinta sama lo, padahal lo itu jelek kayak barbie kebakar yang udah mah item, panuan lagi!"

Hanin seketika mencubit kasar lengan pemuda itu. "Aish, gue gibeng mau gak lo? Kurang ajar lo jadi pacar. Kayaknya lo masuk nominasi deh, sebagai pacar tergoblok yang pernah ada. " Serunya tak mau kalah.

"Lo juga, sebagai pacar terjelek yang pernah ada. "

"Sialan lu kampret!" Umpatnya kesal.

Daren kembali tertawa lepas dan membuat Hanin tertegun. Gadis itu menatap Daren kagum seraya tersenyum.

Lamunan Hanin buyar saat Gavin menepuk pundaknya dan beralih duduk disampingnya. Gavin tersenyum hangat. "Sendirian aja, neng?"

Seketika Hanin memukul abangnya itu. "Ganggu mulu lo. Sana pergi, urusin tuh kak Reina yang lagi ngidam berat. "

Satu tahun setelah kematian Daren, Gavin menikah dengan Reina dan kini istrinya itu tengah hamil muda. Terkadang Hanin suka gemas sendiri membayangkan bila ia menikah nanti.

"Pusing gue ngurusin kakak ipar lo, tiap kali minta ini itu eh pas udah diturutin malah ngamuk-ngamuk, minta barang mahal lagi." Tawa Hanin pecah mendengar ocehan abangnya itu, "Mungkin calon keponakan gue ini rada matre, Bang. "

"Sialan lo! Kagak lah, emangnya elo? Amit-amit. "

"Ish, kampret lo jadi abang. Jahat lu jahat. " Hanin memukuli abangnya itu dengan kesal bercampur gemas. Gavin cepat-cepat kabur sambil tertawa.

Gadis itu tersenyum, kemudian menatap air kolam di bawahnya.

"Doa tidak membutuhkan uang, melainkan membutuhkan suatu jalinan kasih sayang. Rest in peace, Daren. "

THE END

***

Three Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang