Author POV
"Jadi cewek gue ya?" Kalimat itu mengalir begitu saja dari mulut Daren.
Hanin mengerjapkan matanya, "Apa?"
Mata elang Daren menatap Hanin intens. Gadis itu merasa sedikit gugup mengetahui Daren tengah menatapnya.
"Kok lo ngeliatin gue kayak gitu?" Tanya Hanin salting.
"Punya pacar cantik kayak lo, sayang kalo gak diliatin. " Jawab Daren sembari tersenyum.
Hanin tersedak mendengar ucapan Daren, "Pacar? Emang kita jadian? Enggak kan? Lo aja gak pernah nembak gue, " Ucap Hanin keceplosan.
Daren menyeringai, "Jadi lo mau gue tembak?"
Hanin menutup mulutnya. Rasa gugup mulai menggerayangi sekujur tubuhnya. Hanin mencoba menetralisir rasa gugup itu namun tidak bisa.
"Apaan sih lo? Lagian juga lo udah punya pacar 'kan? Siapa sih? Si Dhea itu?" Ekspresi Hanin berubah jadi muram.
"Dia bukan pacar gue, " Balas Daren dingin.
"Terus siapa?"
"Gak penting bahas itu, " Daren bangkit dari duduknya dan menarik Hanin, "Gue anterin lo pulang, "
Daren memakai kembali helm-nya setelah melihat Hanin menutup pintu rumahnya. Pemuda itu menyalakan mesin motornya dan melaju pergi.
Gavin menaruh sebuah paperbag diatas meja nakas yang berada di kamar Hanin. Ia menatap adik kesayangannya yang sedang tertidur pulas sembari tersenyum.
"Maafin gue, gue tau kalo lo gak akan pernah menerima pertunangan ini. Tapi, ini semua demi kebaikan lo, Dek. " Ucap Gavin seraya mengelus lembut kepala Hanin.
Gavin bangkit dan segera keluar dari kamar itu. Tanpa sepengetahuan Gavin, Hanin sebenarnya tidak tidur. Ia hanya berpura-pura ketika mendengar sebuah langkah kaki mendekat. Gadis itu menatap sebuah paperbag yang terletak di nakasnya.
"Gimanapun caranya, gue bakal buktiin ke lo, Bang. Rafa itu bukan cowok yang baik buat gue, " Lirih gadis itu.
***
Jam menunjukkan pukul 15.00. Daren menatap kursi taman itu nanar. Tempat dimana dulu ia melihat seorang gadis cantik tengah berciuman dengan pemuda lain. Tangan Daren mengepal kuat, rasa sakit itu kembali muncul, terutama ketika mengingat cowok brengsek itu akan kembali mengambil miliknya.
Daren duduk di kursi itu dengan mata memerah dan mengacak rambutnya frustasi. Kepingan masa lalu kelam kembali menghantuinya.
" Aku sayang kamu, " Ucap seorang pemuda berkaus putih, "Kapan kamu mutusin dia?"
" Aku juga sayang banget sama kamu!" Balas gadis itu seraya tersenyum, " Mungkin secepatnya aku bakalan mutusin dia. Kamu sabar ya, "
Daren menggeram marah dan memukul kursi taman hingga tangannya membiru. Ia benar-benar tak ingin mengingat peristiwa selanjutnya, tetapi bayang-bayang Rafa selalu mengingatkannya akan hal buruk yang terjadi satu tahun yang lalu.
Daren kembali ke rumah dengan keadaan semrawut. Lagi-lagi ia tak menemukan keberadaan papanya di rumah. Ia menaiki lantai atas dan tercengang melihat kamar almarhumah adiknya sangat berantakan.
Daren mengatupkan rahangnya kuat. Ia menghampiri Bi Inem yang tengah membereskan kamar itu. Bi Inem meneguk salivanya berat mengetahui majikannya tengah menatapnya tajam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Novela Juvenil(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...