Sesak

5.2K 285 35
                                    

            PERUBAHAN sikap Daren yang tiba-tiba benar-benar membuat Hanin frustasi. Sikap dingin tak mengenakan yang ditunjukkan pemuda itu benar-benar membuat Hanin merasa tersiksa, terlebih saat ia memergoki pemuda itu tengah jalan bersama seorang gadis yang sampai saat ini belum Hanin ketahui nama dan asal-usulnya. Hanin mencoba berpikiran positif, tetapi percuma saja karena bayangan Daren bersama gadis lain sukses membuat pertahanannya goyah.

            "Lo kenapa sih, Nin? Perasaan ngelamun mulu daritadi. Lo masih mikirin Daren mantan lo itu?" tanya Rara heran. Hanin masih bergeming, ia menggeleng tanda tak ingin bercerita. Tetapi Rara masih bersikeras membujuk gadis itu.

            Hanin menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Hanin tampak rapuh ketika Rara melihatnya dari kedua mata gadis itu, terlebih air matanya yang perlahan mulai muncul ke permukaan. Rara mencoba untuk mengerti sahabatnya itu dengan mengelus pelan punggung Hanin, mencoba menyalurkan kekuatan melalui elusan tangannya.

           "Daren berubah, Ra. "

           *Gara-gara cewek itu?"

           Hanin mengangguk lemah. Ia mulai menceritakan semuanya, mulai dari sikap Daren yang tiba-tiba berubah, sampai ia yang memergoki pemuda itu tengah berduaan bersama gadis lain. Rara mendengus kesal mendengar penuturan Hanin, matanya menyala-nyala seolah ada api yang berkobar disana.

           "Dia harus gue kasih pelajaran!" Rara bangkit dengan emosinya yang berkibar. Tangannya mengepal kuat. Hanin menggapai gadis itu dan menahannya.

           "Ra, please jangan lakuin apapun. Demi gue." Pinta gadis itu dengan puppy eyes. Perasaan Rara luluh ketika melihat wajah Hanin yang terlihat sayu. Ia kembali duduk disamping temannya itu dan menatapnya lekat-lekat. Hanin ambruk ke tubuh Rara dan menangis disana, "Gue emang udah gak punya hak apa-apa atas dia, Ra. Semuanya udah berubah. Dia bukan siapa-siapa lagi buat gue dan gue bukan orang spesial buat dia. Lo tau? Gue masih belum bisa lepasin dia sepenuhnya. "

           Rara diam.

          "Gue masih inget soal pertaruhan beberapa waktu lalu, gue bersyukur atas hal itu. Seenggaknya gue punya kesempatan buat mengenal Daren lebih jauh, meskipun cuma sebentar. " Jelas Hanin panjang lebar.

          "Kalo lo masih punya perasaan sama dia, gue bakal bantuin perbaikin hubungan kalian. " Rara menggenggam tangan Hanin dengan penuh keyakinan.

          Hanin menggeleng seraya tersenyum, "Enggak, Ra. Semuanya gak bisa balik lagi kayak dulu. Udah berubah."

          "Bisa. Gue yakin bisa, Hanin. " Rara menatap temannya itu dengan lekat, "Lo harus percaya, gue yakin Daren masih nyimpen perasaan buat lo, "

           Hanin mengangguk dengan ragu. Ia tak yakin dengan perkataan Rara, namun melihat kesungguhan di mata gadis itu membuatnya yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hanin bangkit dari duduknya setelah mengelap sisa air mata yang tumpah di pipinya. Ia segera membayar pesanan nasi gorengnya pada pemilik warteg, "Bu, kembaliannya untuk ibu saja. "

           Pemilik warteg itu menatap Hanin tak percaya, "Terima kasih, dek. " Hanin mengangguk seraya tersenyum lalu beranjak pergi meninggalkan Rara yang mematung melihat sikap Hanin.

***

           Berulang kali Hanin menelpon Gavin agar segera menjemputnya. Tujuh missed call. Hanin berdecak dalam hati. Gadis itu memutuskan untuk duduk di sebuah halte yang berada di dekat sekolahan. Matanya memerhatikan setiap orang yang lalu lalang, tanpa sengaja matanya menangkap sosok Daren yang tengah duduk diatas motornya seraya menyerahkan sebuah helm kepada seorang gadis.

Three Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang