"BRENGSEK!"
Daren menonjok kuat-kuat wajah Rafa hingga membuat pemuda itu jatuh terjerembab. Kilat kemerahan di kedua mata pemuda itu terlihat jelas dengan sorot mata yang tajam.
Rafa gak tinggal diem, dia membalas pukulan Daren dengan membogem mentah perut pemuda itu. Namun dengan kasar, Daren menarik kerah Rafa dan membantingnya ke jalanan hingga menimbulkan bunyi bedebam keras.
"TOLONG! TOLONG! "
Gue teriak sekenceng mungkin. Beberapa orang mulai berdatangan dan terkejut melihat baku hantam kedua pemuda yang menjadi pentolan sekolah itu, terutama Daren, Badboy kelas kakap dari SMA Merpati yang kini bercucuran darah. Namun, Rafa lebih lagi, wajahnya penuh dengan lebam-lebam dan darah dimana-mana.
Satpam sekolah mencoba untuk memisahkan mereka , Daren maupun Rafa memberontak dan hendak saling menghajar lagi, namun dengan cekatan kedua satpam itu menahan Daren dan Rafa kuat-kuat.
Terakhir, gue liat darah segar keluar dari kepala Daren. Dan setelah itu gue gak tau apa-apa lagi karena dunia yang gue liat udah berubah: gelap total.
***
"Awh!" Jerit Daren, "Pelan-pelan dong! Lo mau gue mati perlahan, hah?" Protesnya saat gue mengompres lebam-lebam di wajahnya.
Gue mendengus. "Lo jadi laki lebay banget sih? Tadi aja pas berantem malah sok-sok jagoan, sekarang? Kayak kucing kejepit pintu tau gak? Pake acara jerit-jerit segala lagi, " Omel gue.
"Daripada lo, baru liat darah aja langsung pingsan. Dasar lembek!" Cibirnya. Refleks, gue menekan luka di sudut bibirnya dengan tanpa perasaan sampai-sampai itu curut satu jerit-jerit gak jelas lagi.
"Anjir! Sakit bego!" Protesnya seraya memegangi sudut bibirnya. Tanpa gue duga, Daren ngebanting gue ke ranjang UKS. Gue membelalak saat menyadari bahwa jarak wajah kami tinggal beberapa senti lagi, namun Daren hanya menyeringai nakal. "Sebagai hukumannya, lo harus gue cium, " Daren semakin mendekatkan wajahnya ke wajah gue, gue melotot tajam dan dengan sekuat tenaga ngedorong dada cowok itu buat ngejauh.
"BANGSAT! LO MAU MACEM-MACEM SAMA GUE?!"
Nafas gue terengah-engah saking emosinya sama kelakuan kurang ajar Daren barusan. Gue ngasih tatapan membunuh, tapi anehnya, iblis yang lagi tersenyum angkuh di depan gue ini malah santai-santai aja, seakan-akan kemarahan gue ini bukan suatu hal yang besar buat dia.
"Lo mau masuk rumah sakit atau ke kuburan langsung?" Gue mengepalkan tangan di depan muka dia.
Dia tersenyum miring seraya melipat kedua tangannya di dada, "Gue maunya masuk kamar. S-a-m-a L-o, " Daren menekankan dua kata terakhir.
Gue berdecih, "Dasar otak mesum!"
Tanpa berkata apa-apa lagi gue langsung keluar UKS dan menemukan Rafa yang lagi bersandar di dinding UKS seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Gue mendelik sebal dan melangkah pergi, tapi tangan gue dicekal seseorang.
"Hanin, lo pulang bareng gue, ya?" Tanyanya sambil tersenyum manis. Tapi sayangnya, mood gue ancur gara-gara kejadian di gerbang tadi, dengan kasar gue menepis tangan Rafa dari tangan gue.
"Gak, makasih. "
Tiba-tiba Daren muncul dan menatap Rafa sengit. Rafa sama sekali gak menghiraukan tatapan yang mengarah padanya itu, dia justru tersenyum santai dan membisikkan sesuatu kepada Daren yang gak bisa gue dengar. Pemuda itu langsung berjalan menjauh, sedangkan Daren terlihat semakin marah dan mengepalkan tangannya kuat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Bad Boys
Ficção Adolescente(BELUM DI REVISI, MAAF JIKA MASIH BANYAK KESALAHAN) Mungkin cerita ini gak sebagus Dear Nathan, gak sekeren My Ice Girl, gak semenarik Mariposa, gak semenakjubkan MeloDylan, gak se-amazing SIN, gak sebaik Darka, gak se-wow Artha, dan gak se-booming...