Setiap hal yang kau perbuat, setiap janji yang kau ucap. Bersiaplah, karena suatu saat nanti kau akan di mintai pertanggung jawabannya. Dan kau akan menerima resikonya.
***
Nasha menatap kertas putih itu. Ia tampak berpikir keras memikirkan langkah apa yang harus ia ambil. Tadi, Nabil pergi ke apartemennya dan membawa selembar kertas yang sudah dia siapkan. Aku membaca poin-poin dikertas itu semuanya menguntungkan diriku. Mulai dari aku yang tetap bebas pergi sesuka hati, tidak perlu melayaninya dan mengurus keperluannya, aku juga mendapatkan uang bulanan dari Nabil. Hanya saja tertulis kami akan trial selama enam bulan jika dirasa cocok itu kembali pada keputusan masing-masing.
"Saya mengambil langkah ini bukan demi kepentingan saya sendiri. Saya tidak akan menghalangi mimpimu, jika kita menikah nanti. Jika kamu siap menjadi istri saya, kita jalani. Namun jika tidak, bertahan lah minimal 6 bulan."
Nasha terdiam menanggapi ucapan Nabil ia berpikir untuk menolak. Tapi pernikahannya sebentar lagi. Tidak mungkin ia membatalkannya. Tidak sanggup juga melawan orang tuanya, apalagi ayahnya itu. Tapi Nasha menginginkan suami yang memiliki pekerjaan biasa. Setiap hari pulang. Bukan seperti ini. Nasha juga ingin menikah sekali seumur hidup. Jika begini berarti Nasha menikah untuk menjadi janda.
"Bagaimana? Saya tidak punya banyak waktu karena besok saya harus bekerja. Dan akan pulang sebelum hari H pernikahan."
Nabil menjelaskan beberapa point dari perjanjian itu. Nasha khidmat memperhatikan. Ia memikirkan resikonya. Apa sanggup menjalani perjodohan ini? Menikah tanpa cinta? Menjadi istri dari seorang pilot?.
Maida hanya menjadi saksi percakapan kedua insan itu diam-dian dia mengupingnya dibalik tembok. Dia terus merutuki ide gila Nabil dan meminta agar Nasha tidak menerimanya. Tanpa di sangka, setelah bergelut dengan pemikiran dan resiko nantinya. Nasha menyetujui perjanjian ini. Dia mengambil pulpen yang tersedia dan menandatanganinya mantap.
"Nanas," lirih Maida.
Saatnya Nabil menandatangani perjanjian itu. Ada dua lembar yang tersedia. Satu di pegang oleh Nasha dan satu di pegang Nabil. Nabil merasa urusannya sudah selesai dia lalu pamit pulang. Keluarlah Maida melipat tangannya di atas dada. Menatap tajam Nasha yang tersenyum.
"Gila lu! Di kira ini bisnis apa, sampe ada masa traine 6 bulan. Lu setuju aja gitu." sinis Maida.
"Aku harus gimana lagi. Gak mungkin batalin pernikahan ini. Yah lebih baik aku terima perjanjian ini."
"Ini pernikahan lho Nash. Lu bakal jadi janda kalau gagal."
"Berarti jangan gagal dong."
Maida menatap sendu Nasha. Dia mengulurkan tangannya bermaksud memeluk Nasha. Nasha memeluk Maida dengan erat. Ia pun sama bingungnya dengan pernikahan ini. Tapi ia berpikir, dalam perjanjian ini tidak ada hal yang merugikannya. Ia masih bisa beraktivitas seperti biasa.
Hari dimana lembar kertas undangan pernikahan Nasha dan Nabil di sebarkan. Maida setia menemani sahabatnya itu. Kali ini mereka datang ke sebuah cafe. Di lihatnya dua orang pria tersenyum kearah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love is on Paper
General FictionNasha yang terbiasa hidup bebas kesana kemari berkeliling Indonesia karena hobi jalan-jalannya ternyata diam-diam dijodohkan. Mengetahui hal itu jelas Nasha menolaknya toh dia belum tertarik dengan pernikahan, Nasha juga berpikir hal itu akan membat...