Part 17 - Itu istriku

25.8K 1.1K 17
                                    

Aku ini tidak pandai berbicara mengenai hati. Terkadang hal yang ku ingin katakan malah berbanding terbalik dengan yang ku katakan. Itu  jadi boomerang.

***

Nasha memasuki kamar hotel menatap keluar jendela. Kata murahan itu terus terngiang dibenaknya. Berkali-kali mencoba meredam emosinya, menarik nafas panjang berharap kekesalannya hilang.

"Kamu kenapa sih Nas?" lirih Maida yang baru tiba.

Nasha membalikan tubuhnya. Perasaannya sedang tidak stabil kali ini. Disaat seperti ini, ada seseorang yang bertanya kenapa justru itu malah membuatnya ingin menangis.

"Kenapa sih? Yang jelas. Aku bingung ini." Nasha masih enggan menjawab dan Maida mengerti itu.


Arsalan yang kali itu melihat sahabatnya dalam keadaan memprihatinkan. Mendekatinya dan menolongnya.

"Berengsek!" jarang sekali mendengar Rasya mengumpat.

"Kenapa bro?" tanya Arsalan penasaran.

Nabil memasuki kamar Nasha dibukakan oleh Maida. Nasha yang saat itu sudah tertidur terbangun karena suara berisik orang berbicara.

"Bapak yang terhormat Nasha sudah tidur. Lagi pula kenapa tadi dibikin uring-uringan?" tanya Maida.

"Itu salah paham. Maksud saya bukan itu, beri saya waktu untuk menjelaskan. Biarkan saya ketemu sama--"

Nasha datang sembari membenarkan jilbab instannya. Dengan mata sembabnya, "Siapa Mai?"

Nasha mematung melihat sosok Nabil diambang pintu. Nabil memasang senyum getir, melangkahkan kakinya.

"Mau kemana lu?" hadang Maida tidak suka. "Siapapun yang nyakitin Nasha. Gue siap buat pasang badan." kata Maida melipatkan kedua tangannya.

"Ada apa?" kini Nasha buka suara.

"Saya meminta waktu mu Nas--" Maida siap-siap mendorong Nabil.

"Biarin Mai." lembut Nasha. Maida pergi dengan tampang kesal dia memberi waktu untuk Nabil menjelaskan.

Nasha duduk di tepian ranjang sambil merapikan pakaian kedalam koper.

"Kamu mau pulang?" tanya Nabil lembut.

"Hm."

"Nas,.." lirih Nabil sambil memperhatikan Nasha. "Maafkan bukan maksudnya begitu. Saya mengatakan bahwa berbohong itu murahan. Karena kamu bilang bahwa untuk perkerjaan mu. Tapi yang aku lihat malah kamu bersama Rasya. Itu--"

"Udah gak usah dibahas lagi. Tidak perlu diperbesar, saya yang terlalu baper." kata Nasha datar.

"Nas, maafkanlah saya."

"Sudah."

"Apa semudah itu memaafkan? "

"Lalu kamu ingin saya tidak memaafkan kamu? Begitu? Baik jika itu mau mu," jawab Nasha menutup kopernya.

Nabil mengangkat kedua alisnya. Apa maksudnya Nasha. Beginikah sikapnya? Menyeramkan.

"Saya itu bukan wanita baik-baik Ta, saya itu cengeng. Saya mudah memaafkan tapi sulit melupakan. Dan jika kamu tidak ingin saya maafkan baik. Saya akan menuruti perintah kamu."

Sempat terdiam, kemudian melanjutkan kembali perkataannya. "Saya juga salah disini, soal Rasya di pantai. Dia memang mengakui perasaannya, tentang bagaimana dia mencintai saya. Sebelum saya berstatus sebagai istri kamu. Rasya orang yang baik dan berpendidikan. Dia tau bagaimana memperlakukan wanita. Bahkan ketika di kampus dulu banyak yang menggilainya. Tidak hanya ketampanan yang dia miliki, dia selalu melindungi saya. Wanita diperlakukan istimewa, bohong kalau dia baper. Tapi sekarang status saya sudah berbeda. Saya sudah bersuami. Meski cinta kita hanya sebatas diatas kertas buku nikah. Saya tetap istrimu." jelas Nasha panjang lebar.

"Saya gak mau memperpanjang masalah, masalah hidup saya sudah banyak."

Nabil yang mendengar pengakuan Nasha hanya terdiam. Kejujuran Nasha membuat pikirannya terbuka. Akan seperti apa kehidupannya dengan Rasya. Entah kenapa pengakuan Nasha mebuat hatinya tidak tenang. Tapi tunggu bukankah Nabil berkata bahwa dia kemari yang akan menjelaskan. Tapi kenapa malah Nasha.

Seperti ini lah, Nabil selalu kalah. Nabil mengukir senyum manisnya. Senyum yang dapat memikat kaum hawa.

"Maafkan saya Nas," ujar Nabil tulus.

"Hmm."

"Maafkan saya, saya salah. Tolong maafkan. Saya janji--"

"Jangan berjanji. Saya tidak suka orang yang sering berjanji. Saya memaafkan kamu Ta."

"Tidak saya tidak janji." ralat Nabil.

Hari ini adalah hari terakhir Nasha berada di Maldives. Mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan snorkeling . Rasya tidak ikut kali ini. Karena semalam dia sudah pergi kembali ke Jerman.

"Nas, fotoin aku dong. Buat endors. Yang bagus dimana yah? Disana deh." tunjuk Maida dan menarik tangan Nasha.

Tiba-tiba saja tangan Nasha sebelah lagi di pegang Nabil. "Mau kemana?" tanya Nabil.

Maida yang tidak suka Nabil karena kejadian semalam menatap tajam. "Kepo, lepasin."

Nabil masih enggan melepaskan pegangannya dan menarik Nasha. Maida dan Nabil seperti anak kecil karena berebut Nasha.

"Ih lepasin sakit." sontak keduanya melepaskan pegangannya.

Arsalan datang dan menggandeng Maida. "Ayo, sama aku aja."

Sebenarnya Maida tidak setuju, tapi Arsalan terus menariknya menjauh. Menyisakan Nasha dan Nabil.

Nabil tersenyum "Jalan-jalan?" Nasha mengangguk sebagai jawaban setuju. Mereka berjalan menyusuri pantai bermain ombak. Keduanya tampak bahagia. Matahari menyudahi tugasnya hari ini. Perlahan matahari itu menghilang diujung laut. Beruntungnya di Maldives tidak sulit menemukan masjid.

Sekarang Nasha dan yang lainnya menikmati makan malam. Menu seafood menjadi pilihan. Berbagai jenis olahan terhidang di meja.

Ada salah satu menu yang terdapat bawang daun. Nasha memilih bawang daun dan menyisihkannya. Dia kurang suka dengan bawang daun. Arsalan dan maida sudah tau hal itu. Arsalan mengambil piring Nasha berniat memisahkan bawang daun kepiringnya.

Nabil menyadari hal itu. "Kenapa kamu ambil piring Nasha?" tanya Nabil.

"Oh God! Sewot banget sih lu. Ngeselin lama-lama. Eh lu gak tau istri lu gak suka bawang daun? Posesif amat sih," kata Maida dengan nada tidak suka.

"Kamu gak suka? Kenapa gak bilang aku aja yang makan padahal." ucap Nabil.

"Sok jadi pahlawan." Maida mencebikkan mulutnya.

"Maida kamu kenapa sih sama saya sewot banget. Gak suka?" Nabil mulai tersulut emosi lantaran Maida terang-terangan membencinya.

"Lu nya udah nyakitin Nasha. Udah dibilangin Nasha itu ibu pengganti aku. Berani bikin dia sakit, gak bakalan tinggal diam."

"Udah sayang" ucap Arsalan.

"Naon maneh? Hayang di tonjok?" marah Maida. Arsalan diam dan memilih melanjutkan makan.


Semuanya bersiap kembali ke Indonesia. Menunggu jam penerbangan. Setelah boarding, di dalam pesawat Nabil tampak pucat. Dia bersin-bersin hidung mancungnya sampai merah.

Nasha duduk disambing Nabil menatap kasian. "Kamu sakit?" tanya Nasha khawatir. Nabil mencoba menutup matanya. Dia mencoba tidur. Tidak lama Nabil menggenggam tangan Nasha dan dibawanya tangan Nasha pada kening Nabil.


"Panas." ujar Nasha. Nabil tidak melepaskannya dan membawa tangan Nasha ke dadanya sebelah kiri. Debaran jantungnya terasa. Nabil mendekap tangan Nasha dan tertidur pulas.

Jangan membawa ku terbang terlalu jauh. Aku takut Ta, jika aku mencintai mu. Nasha memandang lekat wajah Nabil yang begitu damai.

My Love is on PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang