Part 44 - Semprotan merica

18.2K 872 32
                                    

Jangan pernah takut, selagi di hatimu masih ada iman.

***


Nasha sudah hendak kembali ke apartemen bersama Maida dan Nabil. Sementara Nabil berpamitan, Nasha nyelonong lebih dulu masuk ke dalam mobil di ajak Maida. Mereka duduk di kursi belakang. Nabil hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah dua wanita itu yang sulit di pisahkan.

Sebelum mobil melaju, Nabil berkata: "Baik, nyonya-nyonya pakai sabuk pengamannya."

Nasha terkekeh melihat video yang tadi di buatnya. Ternyata Nabil cukup ahli juga dalam merias wajah. Karena riasan yang digunakan Nasha adalah hasil Nabil, suaminya. Sementara Nasha bersyukur karena make up miliknya tidak terlalu buruk. Berbeda dengan Maida yang di make up Nano, wajahnya memerah. Blush on yang di gunakan terlalu tebal, belum lagi eyeliner yang tidak rapi, alis yang tebal sebelah. Alisnya mirip alis cabe-cabean kata Maida sendiri.

Maida belum terima dia merutuk Nano. "Ih, aneh banget tau!"

"Yaudah gapapa lagi," Nasha tersenyum.

"Kamu bagus kok, Mai," Nabil bersuara.

Maida menatap Nabil sengit. "Apa? Ikut aja ngomong."

"Mai, kamu kenapa sih sama Arta gitu banget." tegur Nasha.

Mereka sampai di apartemen. Maida yang sedan bad mood langsung masuk tanpa mempedulikan Nasha.

Kini, Nabil dan Nasha memasuki apartemennya. Nasha langsung mengambil laptop miliknya. Sementara itu Nabil duduk di atas sofa di samping Nasha. Dia menatap Nasha lekat.

"Oh, iya, Ta. Besok kan aku pergi buat proses shooting selama lima hari mungkin. Kamu ada jadwal terbang kapan?" ucap Nasha tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

"Mmm.. Besok juga aku ada jadwal ke Surabaya."

Nasha ber-oh ria. "Aku dapet tawaran  jadi model iklan, lagi. Gimana?"

"Iklan apa?"

Memang sekarang keadaan Nasha dan Nabil boleh dikatakan lebih baik. Sering berbagi cerita dan lainnya. Banyak hal yang mereka sering lakukan bersama. Maka, jangan heran jika lambat laun Nasha mulai terbawa perasaan. Perhatian-perhatian kecil Nabil yang ditujukan padanya membuatnya menaruh harapan.

Suami yang dulu acuh padanya kini mulai menampilkan perhatiannya. Saat Nasha tertidur tanpa mencuci wajahnya yang masih mengenakan make up. Dengan perlahan Nabil membersihkannya, bahkan memberikan produk perwatan wajah milik Nasha.

Wajah Nasha yang tertidur begitu damai. Nabil mengusap perlahan krim malam itu. Dia hapal karena setiap malam Nasha pasti mengenakannya.

Terbesit rasa bersalah dalam hatinya. Dia masih belum bisa jujur pada Nasha soal Cindy. Bahkan hatinya pun masih bimbang. Jika ia di suruh memilih antara Nasha dan Cindy. Bolehkah ia memilih keduanya. Karena bagaimana pun posisi Cindy masih berada di hatinya, sedangkan Nasha? Nabil sudah mulai bergantung padanya.

Pagi ini Nasha terbangun saat jam menunjukan pukul 04.00 dengan tangan Nabil yang melingkar di perutnya. Nasha lupa bahwa dia akan melakukan penerbangan pagi, saat ini dia belum melakukan persiapan apa pun.

Segera Nasha bangun dan segera membasuh tubuhnya. Selepas itu Nasha menyiapkan sarapan, Nasha tidak memiliki waktu yang banyak. Jadi ia hanya memasak nasi goreng. Ah, bahkan dia lupa membangunkan Nabil untuk shalat subuh.

Ketika Nasha masuk ke kamar, dilihatnya Nabil sudah rapi dengan koko coklatnya.

"Kamu kenapa?" heran Nabil.

My Love is on PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang