Terkadang bingung harus memulai dari mana dan harus bagaimana. Ketika ego berkuasa.
***
Nabil yang baru datang menatap kepergian Nasha heran. Ia sempat melihat mata Nasha mengeluarkan air. Wajahnya tampak tidak seperti biasanya. Padahal tadi baik-baik saja.
"Bi, Nanas kenapa?" tanya Nabil pada si bibi yang merapikan meja.
"Enggak tau atuh, a."
"Temen-temennya kemana?"
"Pada gak tau kemana, pulang mungkin. Tadi bibi sibuk di dapur."
Pikiran Nabil langsung berkelana, apa teman-temannya memberi tahu tentang dia dan Cindy.
Nabil mengetuk pintu kamar, di lihatnya kamar kosong. Namun pintu yang mengarah ke balkon terbuka. Sudah bisa Nabil tebak ulah siapa itu. Siapa lagi jika bukan Nasha, ia kini menatap jauh. Pandangannya kosong, dan bekas air mata masih terlihat.
"Hey, ngapain disini. Panas tau!" tegur Nabil. "Kamu kenapa?"
Nasha masih enggan menjawab.
"Kok, aku di cuekkin. Aku salah iya?"
Akhirnya setelah menghela nafas panjang, Nasha menjawab ucapan Nabil. "Enggak, aku gapapa kok. Lagi pengen sendiri aja. "
"Ini nih yang aku gak suka. Coba kalo di tanya kenapa jawab yang jujur."
Nasha bukan tipekal orang yang mudah bercerita, jadi sulit baginya berbicara jujur apa yang ia rasakan.
"Panas juga disini. Matahari, nanti kulit kebakar lagi," Nasha bergidik lalu meninggalkan Nabil dengan sejuta tanyanya. Ia masih penasaran.
Hari dimana kejadian Maida dan Rasya yang pergi karena merasa kesal akan kelakuan Nasha yang selalu membela Nabil, seakan pria itu tanpa dosa. Sudah berlalu. Namun kini, hubungan persahabatan mereka dingin. Tidak ada yang mencoba untuk saling menghubungi untuk memperbaiki keadaan. Mereka tetap dengan ego masing-masing. Maida yang merasa kecewa akan tuduhan 'tukang fitnah' yang di lontarkan Nasha. Lalu, Nasha yang kesal akan sikap sok tahu Maida. Entahlah, kini persahabatan mereka jadi rumit.
Sudah terbilang rekor baru, karena hampir dua minggu mereka tidak kunjung bertemu. Meski mereka tinggal di gedung apartemen yang sama. Biasanya mereka hanya bertengkar paling lama tiga hari, entah Maida atau Nasha yang memulai memperbaiki.
Sungguh tidak baik seperti ini.
Rasya dan Arsalan pun sama tidak pernah bersama Nasha lagi. Ah, Arsalan meski manusia selengean dia adalah makhluk yang menjunjung solidaritas tinggi. Oleh karena itu, saat Rasya orang yang paling dekat dengannya enggan bertemu Nasha, Arsalan pun memilih ikut. Meski terkadang ia nekad menemui Nasha sekaedar menyapa atau apa pun.
Kini, Nasha berjalan bersama Nabil. Mereka terlihat seperti pasangan yang sangat bahagia tanpa cela. Kini, sikap Nabil begitu lembut padanya. Sikap dingin dan cueknya seakan menghilang dan berubah menjadi sosok penyayang juga perhatian.
Hal itu sangat membuat Nasha jatuh cinta. Bohong jika wanita di perlakukan istimewa lalu di buat nyaman tidak bawa perasaan. Nasha tipe wanita baperan.
Nabil seakan menunjukkan pada orang-orang bahwa Nasha adalah miliknya dengan menggenggam erat tangan Nasha kala berjalan-jalan di mall. Sebenarnya ini hal baru yang di lakukan Nabil beberapa hari kebelakang. Itu bermula kala Nasha yang sedikit takut berjalan dalan sepi.
Mereka mendatangi satu per satu toko disana. Mata Nasha seakan berbinar kala melihat gerai resmi produk kosmetik korea. Tempat itu sering ia datangi bersama Maida.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love is on Paper
Ficção GeralNasha yang terbiasa hidup bebas kesana kemari berkeliling Indonesia karena hobi jalan-jalannya ternyata diam-diam dijodohkan. Mengetahui hal itu jelas Nasha menolaknya toh dia belum tertarik dengan pernikahan, Nasha juga berpikir hal itu akan membat...