Wanita itu makhluk lembut, hatinya mudah tersentuh. Bohong tidak bawa perasaan jika seseorang memberi perhatian lebih.
***
Layaknya anak kecil yang kedapatan berbuat nakal. Nasha dan Maida duduk di sofa ruang tamu dengan menundukkan kepala. Nabil yang berdiri sambil bersidekap dihadapan mereka menatapnya tajam, seperti polisi sedang melakukan tilang. Ia menuntut penjelasan akan apa yang di dengarnya tadi. Tapi kedua gadis di depannya kompak bungkam. Bukan karena tidak ingin memberitahu, mereka terlalu takut. Aura Nabil terasa menyeramkan sama seperti Ayah Nasha.
"Saya ulangi sekali lagi, siapa Setya?" kata Nabil terdengar penegasan di akhir.
Nasha menyikut lengan Maida, tapi orang yang bersangkutan menggeleng. Dengan isyarat Maida menyuruh Nasha yang menjelaskan bukan dirinya. Maida suka mengajak Nabil ribut sebetulnya dan mereka kurang akur tetapi Maida baru tahu ternyata Nabil menyeramkan juga.
Ekhem!
Sontak mereka kembali mematung. "Maida, saya tahu kamu bersahabat baik dengan istri saya, Nasha," Nasha membelalak. "Dia sudah punya suami, harusnya sebagai sahabat kamu tidak berlaku demikian," tukas Nabil membuat tubuh Maida menegang ketakutan.
Nasha yang melihat reaksi diam Maida menyunggingkan senyum mengejek.
"Kamu juga, Nasha!" sontak senyuman Nasha hilang. "Makannya saya kurang suka dengan dunia dan lingkungan kamu yang kebanyakan bergabung dengan kaum adam."
"Cemburu?" Maida memberanikan mendongak. Nabil gelagapan, beberapa kali matanya berkedip tampak berpikir. Maida terkekeh melihat reaksi Nabil.
Nabil dan Nasha tengah menikmati makan malam mereka. Sikap Nabil kali ini sangat berbeda dari sebelumnya, dia posesif. Ketika ponsel Nasha berdering Nabil selalu bertanya, Apa? Siapa? Kenapa?. Mungkin dia takut bahwa Setya-lah yang menelepon. Padahal sudah Nasha jelaskan pak Setya itu rekan bisnisnya bersama Maida. Tapi, tetap saja Nabil tidak peduli.Ketika Nasha mencuci piring Nabil mendekatkan dirinya pada Nasha yang membuat Nasha tidak nyaman. "Besok kamu menginap di rumah ibu yah," cetus Nabil.
"Kenapa? "
"Saya besok kerja, kasian kalo kamu di rumah sendirian."
Nasha menghentikan aktivitas mencuci piringnya. "Gak papa, aku biasa kok. Lagian apartemen ini penjagaannya ketat," tolak Nasha. Nabil menghembuskan nafas kasar.
Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Nasha memutuskan untuk mengerjakan pekerjaannya mengedit video melalui laptopnya. Nabil hanya duduk diam memperhatikan Nasha dari samping. Kopi yang di buat Nasha pun Nabil abaikan.
"Jangan liat saya kayak gitu, " tegur Nasha tanpa mengalihkan pandangannya.
"Setya ganteng iya?" tutur Nabil. Tanpa sadar Nasha malah meng-iyakan.
"Tetep gantengan kamu kok. Tenang," Nabil yang ingin marah mengurungkan niatnya.
"Itu sebenarnya pipi, apa tahu bulat?" tanya Nabil becanda. Candaannya itu membuat Nasha menatap Nabil tajam. "Bulat," dengan wajah polosnya.
Nasha memang berbadan kurus, tapi entah kenapa pipinya sekarang sedikit berisi. Dia pun menyadarinya, bahkan teman-temannya selalu meledek Nasha.
"Tapi lucu, saya jadi gemes." perkataan Nabil membuat kedua pipi Nasha memerah, "Tuh, apa lagi merah gitu. Kayak tahu bulat pake aida."
Entahlah sekarang menggoda Nasha merupakan kesenangan tersendiri, kesenangan yang sulit di jelaskan. Nabil akan merasa puas jika melihat wajah Nasha yang memerah dan salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love is on Paper
General FictionNasha yang terbiasa hidup bebas kesana kemari berkeliling Indonesia karena hobi jalan-jalannya ternyata diam-diam dijodohkan. Mengetahui hal itu jelas Nasha menolaknya toh dia belum tertarik dengan pernikahan, Nasha juga berpikir hal itu akan membat...