Part 3 - Dalam diamku

31.9K 1.3K 5
                                    

Dalam diamku mengandung beberapa kata yang memilih tetap bungkam. Bersembunyi entah sampai kapan?

•••

Tidak sehangat waktu itu. Bahkan menikmati secangkir kopi panas denganmu saja, hawa dingin menguasainya. Kau tau aku benci suasana ini.

Seorang gadis berhijab mengenakan one set berwarna pastel dengan hijab motif berjalan memasuki sebuah cafe. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru cafe. Matanya tertuju pada dua anita paruh baya yang sedang asik bercengkerama tersenyum ke arahnya. Gadis itu membalas senyumannya. Ia melihat jam tangan di lengan kirinya, terlambat. Dia adalah Nasha. Nasha menghampiri kedua ibu-ibu itu. Yang satu adalah ibu Nani ibunya sendiri dan satu lagi, calon mertuanya. Tunggu, siapa pria itu?

Pria bertopi hitam dengan T-shirt warna senada, yang sibuk bermain dengan ponselnya. Nasha melihatnya dari belakang. Apa dia calon suaminya? Pertanyaan muncul dalam benak Nasha. Maklum saja, sampai saat ini Nasha belum mengetahui seperti apa wajah calon suaminya. Benar-benar tidak tahu dia dijodohkan dengan siapa salahnya main iya-iya saja.

"Dari belakang aja udah ganteng, Masya Allah. Bahunya lebar pula. Eh Astagfirullah, apaan sih. Nanti salah lagi," ujar Nasha pada dirinya sendiri dia semakin mempercepat langkahnya

Ia berjalan mendekati bangku tempat ibunya duduk. "Assalamualaikum, maafin Nanas telat tante, ibu."

Kedua wanita itu menyuruh Nasha duduk. Nasha duduk di depan pria misterius itu. Dia mengenakan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Kalau ini jodohnya, beruntung dia. Tapi pria itu tetap asik dengan ponselnya. Sibuk dengan dunianya sendiri.

"Nabil kalian ini belum ketemu, sapa kali calon istri kamu," ucap sang ibu sambil menyenggol lengan Nabil.

Mendengar itu pupil Nasha membesar, pria itu adalah Artanabil, calon suami Nasha. Nabil melepaskan kacamatanya dan menyapa Nasha.

"Hai Nas--Nasha!" kaget Nabil.

Nasha yang hendak meminum kopi langsung tersedak. Nabil? Nabil calon suaminya? Pria yang pernah ia kagumi? Sekarang di depannya dan berstatus sebagai tunangannya. Speechless.

"Arta?" kaget Nasha yang tak menyngka, kalau begini ya tidak masalah dijodohkan.

Kedua ibu-ibu yang ada disana ikut kaget melihat respon dari anak-anaknya. Nabil yang langsung memanggil Nasha, padahal sebelumnya yang ia tahu nama calonnya adalah Nanas. Dan Nasha memanggilnya dengan sebutan Arta.

"Kalian udah pada kenal?" antusias Linda ibu Nabil.

"Gak perlu repot kalo udah pada kenal," lanjut Linda tersenyum penuh arti.

Nasha membersihkan mulutnya. Ia masih terdiam tidak dipercaya doanya dulu dikabulkan Allah sekarang. Ia belum bisa bilang yang dihatinya itu cinta. Namun, rasa mengagumi itu ada. Dijodohkan dengan Nabil, pria tampan, mapan dan beriman tentu sebuah berkah.

"Yaudah sekarang aja kita ke butiknya. Eh kalian aja maksudnya. Umi sama ibu disini aja. Lagian butiknya deket."

"Nanas sayang pergi sana sambil saling mengenal. Tapi ingat berduaan harus tau jarak. Kalian belum sah."

Nasha dan Nabil terpaksa pergi karena desakan ibu tercintanya. Masih dalam keheningan sampai masuk mobil pun tidak ada yang bersuara. Nasha tidak nyaman dengan suasana canggung seperti ini. Kenapa waktu dia di pesawat berani bicara? Kenapa sekarang malah bungkam. Padahal dalam diamnya, banyak kata yang ingin ia utarakan. Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam benaknya.

Sampai tidak terasa mereka sudah sampai di butik milik saudari perempuan Nabil. Tempat mereka memesan baju pernikahannya. Nabil turun terlebih dahulu tanpa membukakan pintu mobil Nasha layaknya pasangan di film romantis. Jangankan adegan romantis, berbicara saja tidak.

My Love is on PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang