Chapter 42

35.1K 2.2K 26
                                    

Happy Reading, maaf kalo ada typo❣️

Aidan tengah duduk di meja kerjanya seraya memijit pelipisnya, pikirannya sedang kalut karena pihak keluarga dari Valerie ingin meminta kepastian akan hubungannya dengan Valerie. Jujur saja, ia juga tidak tau dengan perasaannya sendiri apakah ia mencintai Valerie atau tidak ia tidak mengetahuinya.

Valerie bilang dirinya mencintai Valerie, tapi di dalam lubuk hatinya ia merasa seperti ada yang tidak benar disana. Ia tidak mau salah-salah memilih pasangan yang akan ia jadikan istrrinya apa lagi itu akan ia jadikan sebagai ratunya.

Biasanya jika sedang dalam kondisi seperti ini, seperti harus memilih tapi ia bingung dengan pilihannya, ia akan meminta bantuan Max pengawal pribadinya. Namun sekarang pria itu justru sedang mendekam dipenjara. Aidan cukup kecewa karena Max sudah menghianatinya dengan menghamili istrinya sendiri, tapi Aidan juga merasa aneh, kenapa bisa Max yang sangat ia percaya sejak ia masih berumur belasan tahun bisa menghianatinya?

Sungguh ironis ini semua.

Aidan ingin segera menyudahi hal yang terus membuatnya merasa jengah, tapi sayangnya ia tak tau apaa yang membuat nya jadi merasa tak nyaman. Jika soal Valerie Ia rasa itu tak mungkin karena ia mencintai wanita itu, ya setidaknya itu lah yang sudah Valerie yakinkan pada pria yang menyandang gelar sebagai raja iblis tersebut.

Suara decitan pintu terbuka membuat Aidan melirik sekilas lalu menundukan kepalanya untuk membaca selembaran yang ia raih dari atas meja.

"Aidan" panggil orang itu dengan lembut, Aidan hanya bergumam untuk menanggapi panggilan namanya itu "kau harus tau ini!"

Aidan hanya bergumam lagi untuk menanggapi omongan dari orang yang sedang berdiri di depannya itu sambil menatapnya, namun Aidan tetap menundukan kepalanya untuk membaca selembaran yang ia ambil tadi.

"Aidan! Aku serius, ini hal penting menyangkut Briana" ucap orang itu lagi.m

Mendengar nama Briana membuat Aidan merasa ada kerinduan yang tak dapat ia tafsirkan, karena Valerie bilang Briana itu hanyalah manusia biasa yang memaksa untuk di nikahi olehnya jadi karena kebaikan hati Aidan ia menerima tawaran Briana. Jadi, bagi Aidan mustahil jika ia dapat mencintai wanita itu. Tapi, ada rasa penasaran sendiri untuk Aidan mengenai keadaan Briana.

Aidan pun mendongak kan kepalanya untuk menatap orang di depannya itu "ada apa?" Tanyanya.

Valerie menyeringai, ternyata walaupun racun tulip perak itu sangat hebat tapi tetap saja ternyata racun itu tak dapat menghilangkan rasa cinta dihati seseorang. Tapi tak apa karena selagi Aidan masih ada dibawah kendalinya itu sudah lebih dari cukup baginya.

"Istri mu itu keguguran Aidan"

Aidan menyerit menatap bingung ke arah Valerie "hah? Kau bercanda? Mana mungkin itu terjadi Val, jika dia keguguran pasti aku merasakannya" tunggu, Aidan jadi kepikiran sesuatu, benar saja. Selama ini Aidan dapat merasakannya, merasakan kehadiran bayi itu di kehidupannya. Berati benar anak itu adalah anaknya karena Aidan dapat merasakan kehadirannya, jadi bagaimana mungkin bayi itu adalah anak Max jika Aidan dapat merasakan kehidupan bayi yang ada di rahim Briana?

Tapi kenapa selama ini Valerie bilang anak itu adalah anak Max?

Valerie berdecak "Ck! Tapi jelas-jelas wanita itu sudah tidak menggerang kesakitan lagi Aidan. Berati bayi itu sudah tidak ada di kandungannya"

Aidan bangkit dari duduknya dan mengabaikan Valerie yang tengah terperangah, Valerie mendesah kasar ia cukup sadar kalau sampai kapan pun ia tak akan pernah bisa mendapatkan hati Aidan apa pun itu caranya karena hati dan perasaan Aidan sudah sepenuhnya menjadi milik Briana. Tapi tak ada salahnya kan ia mencoba peruntungan menggunakan racun itu setidaknya tak ada usaha yang membohongi hasil kan.

***

Aidan yang merasa jengah dengan adanya Valerie yang terus menerus membuntutinya pun terpaksa harus meninggalkan wanita itu sendirian di ruangannya, kali ini ia sedang berada di ruang santai istana sambil menikmati secangkir teh melati yang di sediakan oleh pelayan istana.

Memang tak biasanya Aidan ada di taman belakang, namun entah kenapa ia sedang ingin bersantai sambil menikmati teh hangat yang mengerluarkan aroma melati yang menenangkan. Pikirannya sedang berkecamuk sehingga ia ingin bersantai sedikit, sambil berharap Valerie tak menganggunya kali ini.

Mata tajam Aidan menangkap seorang wanita dengan anggunnya berjalan ke arahnya, wanita yang begitu cantik dengan balutan gaun berwarna peach.

"Briana" gumamnya, namun masih bisa di dengar oleh Briana membuat wanita itu menoleh ke arahnya.

Briana hanya tersenyum tipis lalu melangkah ke sofa di samping Aidan lalu mengambil buku yang tertinggal disana.

"Tunggu" cegah Aidan sebelum Briana meninggalkannya.

Briana pun membalikan tubuhnya dan menatap Aidan "ada apa?" Tanyanya.

"Duduk lah" Aidan menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya.

Briana pun duduk disebelah Aidan dengan canggung, ia heran karena suaminya ini suka berubah-ubah moodnya. Dan Briana tak ingin melambung tinggi karena ia yakin Aidan belum sembuh dari racun yang diberika Valerie sialan itu.

"A-aku ingin bertanya pada mu"

"Tanyakan saja" jawab Briana.

Aidan mendesah pelan "apakah dulu kita saling mencintai?" Tanyanya pelan.

Pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Aidan membuat Briana membelalakan matanya, untung saja saat ini dia sedang tidak minum atau makan pasti jika ia sedang melakukan salah satu dari dua hal tersebut ia akan mati tersendak.

"Aku tidak tau" jawab Briana singkat.

Aidan mencebik "aku hanya ingin memastikan saja, karena aku merasa seperti orang yang hilang ingatan"

Briana tertawa miris "coba saja kau ingat-ingat, jika tidak bisa kau bisa membaca situasi yang terjadi. Bukan kah kau seorang raja?"

"Aku sudah mencoba tapi tak ada hasil" Aidan meraih tangan Briana, membuat Briana sedikit kaget "anak itu" Aidan menunjuk perut Briana yang sudah mulai membuncit "dia anak ku kan?"

"Tentu saja. Dan lebih baik kau membuang segala pikiran negatif mu mengenai Max"

Aidan menganggu "tapi kenapa Valerie berkata—"

Briana memotong kalimat Aidan "lukapan soal Valerie. Ikuti saja kata hati mu"

Briana meraih buku yabg tadi ia letakan di atas meja kaca di depannya itu "aku pamit ya, ada yang harus ku urus" Aidan mengangguk dan menpersilahkan Briana untuk pergi.

Aidan masih bingung dengan keadaan yang sedang terjadi, kenapa semua terasa begitu aneh untuknya. Seolah ia sedang memasuki kehidupan baru yang sama sekali tak ia pahami, ia membenci situasi saat ini.

Harus pada siapa lagi ia bertanya? Briana memang memberikan jawaban, tapi itu bukan jawaban yang ia mau.

Jika ia bertanya pada Valerie lagi nanti yang ada wanita itu akan menjawabnya dengan jawaban-jawaban aneh seperti biasanya, lihat saja contohnya mengenai bayi yang sedang dikandung Briana. Jelas-jelas itu bayinya karena ia bisa merasakan kehadirannya tapi wanita gila itu malah mengatakan itu adalah bayi Max.

Karena Valerie juga ia jadi memfitnah dua orang sekaligus.

Sungguh ia sangat ingin keluar dari situasi yang membuatnya pening saat ini.

King Demon's Bride (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang