Chapter 59

43.2K 2.3K 17
                                    

Happy Reading, maaf kalo ada typo🐿

Merasa tak ada balasan untuk pelukan yang ia berikan, Aidan menjauhakan tubuhnya dari Briana lalu memandang wajah istrinya. Raut wajah kebingungan tampak jelas terpancar di wajah cantik istrinya tersebut.

"Ada apa Ana?" Tanya Aidan seraya mengusap pipi mulus Briana.

Briana menoleh ke arah Aidan, memandangi wajah suaminya yang ia pikir lebih terlihat tampan dari yang terakhir ia lihat dan entah kapan ia terakhir melihat wajah tampan suaminya itu. Briana menautkan keningnya, mendadak bola mata birunya berubah menjadi semerah darah.

Aidan yang melihat perubahan raut wajah serta mata Briana reflek memegang wajah Briana dengan kedua tangannya "ada apa Ana?" Briana menatap wajah Aidan dengan pandangan tajam "katakan apaa yang kau rasakan?" Tanya Aidan.

Briana menggelengkan kepalanya, ia merasa seperti haus, sangat haus "a-aku haus" jawabnya dengan suara serak.

Aidan mengangguk, selang dua detik segelas air putih tiba-tiba ada di tangan Aidan, Ia pun memberikan gelas berisi air putih itu ke arah Briana. Alih-alih menerima Briana justru menggelengkan kepalanya kembali, bukan itu yang Briana inginkan! Briana sendiri bingung kenapa ia tidak berselera untuk meminum air tersebut, padahal ia tengah merasa kehausan.

Tiba-tiba mata Briana membelalak begitu melihat suaminya menyayat pergelangan tangannya "apa yang kau lakukan?" Pekik Briana.

Aidan hanya melirik sekilas pada Briana "buka mulut mu"

Briana menautkan keningnya namun ia tetap mengikuti perintah sang suami, dibukanya mulut Briana dan dimasukannya tetes demi tetes darah milik Aidan. Terakhir kali Briana menikmati darah Aidan yaitu satu hari sebelum peperangan terjadi, dan itu rasanya aneh sangat aneh tapi sekarang yang Briana rasakan adalah kenikmatan yang luar biasa, seakan rasa haus yang menyiksa dirinya sedari tadi sirna begitu saja digantikan dengan rasa segar yang menyeruak dalam tubuhnya.

Warna mata Briana pun juga sudah berubah, yang tadinya berwarna semerah darah kini sudah kembali normal seperti warna mata miliknya yang sebelumnya yaitu, biru terang.

Aidan tersenyum hangat "sudah lebih baik?" Tanyanya.

Briana mengangguk penuh semangat "iyaa, sangat."

Aidan menghela nafas lega, tangan Aidan terulur untuk mengelus pucuk kepala Briana. Rindu. Ia sangat rindu pada istrinya tersebut, tapi ya sadar jika istrinya belum sepenuhnya tersadar akan dirinya yang sekarang.

***

Briana menundukan kepalanya, ia tersadar kalau perutnya tak buncit lagi, ia meraba-raba perutnya yang sudah kembali rata "astaga! Perut ku" Briana mendongakkan kepalanya menatap Aidan seolah tatapan itu meminta sang suami memberikan penjelasan "bayi ku! Perut ku!"

Tetesan air mata Briana jatuh ke pipi dan membasahi pipi mulus Briana. Aidan menatap sang istri dengan pandangan iba, jika saja ia dapat mengembalikan nyawa anaknya pasti akan ia lakukan hal tersebut.

"Aidan!" Panggil Briana "jelaskan, ku mohon" lirihnya.

Aidan menggelengkan kepala, air mata Aidan ikut menetes karena melihat raut wajah Briana yang begitu sedih, tentunya hal itu sangat membuat hatinya pilu. "M-maaf Ana, maafkan aku"

Briana menatap wajah suaminya dengan tatapan kosong seraya memegang perut ratanya.

"Maafkan aku, aku tak bisa menyelamatkan anak kita" ucap Aidan.

Briana tak bergeming, ini semua terlalu berat untuk dirinya dan untuk ia terima. Kehilangan anak yang belum lahir? Siapa yang mau menerima cobaan menyedihkan tersebut?

Padahal begitu banyak angan-angan yang sudah Briana mimpikan bersama sang anak kelak, namun apa? Ia bahkan harus kehilangan bayinya sebelum ia dapat menggendong bayi yang paling ia tunggu-tunggu, bayi yang akan menjadi pelengkan hidupnya nanti bersama Aidan.

"Ku mohon Ana, bicarah jangan seperti ini." Ucap Aidan lagi.

"Apa yang harus ku katakan?" Tanya Briana dengan suara serak.

Aidan menyeka air mata istrinya "apa pun itu, katakan lah. Satu hal yang kau tau Ana, aku juga merasa sangat kehilangan bayi kita"

Briana tertawa miris "bahkan aku belum sempat mendengar tangisannya" Briana menoleh menatap Aidan yang tengah memandangannya dengan sendu "dimana makamnya?"

"Kau mau melihatnya?" Tanya Aidan, Briana menganggukan kepalanya sebagai jawaban "tapi kau harus berjanji satu hal pada ku sebelum kesana"

"Apa?"

"Berjanjilah kau tidak akan terpuruk, sudah cukup penantian ku selama dua tahun ini untuk menunggu kau terbangun Ana. Aku tak mau ketika kau sudah bangun, aku hanya melihat mu terpuruk" jelas Aidan.

"Apa?" Pekik Briana kaget "dua tahun?"

"Ya, dua tahun."

Briana tak habis pikir, selama itu kah ia pingsan? "Aku pingsan selama dua tahun?" Tanyanya lagi.

Aidan mendesah pelan, mungkin saatnya ia memberitahukan yang sesungguhnya pada Briana "tidak Ana, kau tidak pingsan"

"Lalu?"

"Kau mati saat itu, dan karena anak kita yang tengah kau kandung belum sepenuhnya terbentuk maka ia pun ikut mati. Aku tak bisa membangkitkan anak kita, karena ia belum sepenuhnya terbentuk maka dari itu hanya kau lah yang dapat aku hidupkan kembali." Jelas Aidan.

Briana menerjap-nerjapkan matanya, mencoba mencerna penjelasan yang di lontarkan suaminya. Jika ia di bangkitkan, lantas saat ini dirinya adalah?

"Ya ma cherie. Kau yang saat ini adalah Demon, sama seperti ku. Itu alasannya kenapa saat kau bangun tadi dirimu begitu menginginkan darah"

Aidan mengelus punggung tangan Briana yang saat ini tengah mengenggam lengannya "Ohh astaga, Aidan! A-aku tak tau harus berkata apa."

"Tidak usah berkata apa pun. Lebih baik, kau bangun dan aku akan menyingkirkan peti ini"

"Ohh maaf, aku hanya—"

Cup.

Aidan mencium bibir Briana agar istrinya itu diam, dia saat ini sudah sangat gatal untuk menyingkirkan peti tersebut. Terlalu banyak kesedihan yang ia dapatkan karena peti itu, ya itu karena selama ini peti itu selalu membuat istrinya tertidur.

Padahal ia yakin betul, jika ranjangnya lebih nikmat di bandingkan peti itu. Tapi, entah mengapa selama dua tahun istrinya sangat betah tidur disana.

"Sudah lah kau diam. Aku mengerti semua yang kau rasakan" kata Aidan.

Aidan beranjak dari kursi yang ia duduki, dan mengulurkan kedua tangannya untuk membantu Briana bangun serta keluar dari peti itu. Sangat tidak wajar seorang makhluk hidup terlalu lama berada di dalam peti mati.

"Jujur saja Briana aku merindukan mu, sangat merindukan mu." Ungkap Aidan.

Briana tersenyum manis mendengar kejujuran yang terucap dari mulut suaminya itu, ia tau suaminya sangat merindukannya. Mengingat ia telah menyiksa suaminya dengan terus tidur selama dua tahun, pasti saat ini suaminya sudah menahan gairahnya untuk mengeluapkan semua kerinduannya.

Briana mengelus pipi suaminya yang sudah ditumbuhi rambut-rambut halus "aku ingin membersihkan diri dulu, kau tunggu sebentar"

"Iya silahkan, aku menunggu mu dibawah"

Briana mengangguk paham, lalu ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang ada dikamar suaminya itu.

Jujur saja, ia masih sangat tercengang akan semua kejadian yang ia dengar barusan. Tentang berita menyedihkan dengan ia kehilangan bayinya dan juga ia sudah dibangkitkan oleh suaminya sendiri. Briana tak masalah dengan fakta mengenai dirinya yang sudah menjadi sosok demon saat ini, karena semenjak ia mulai mencintai Aidan ia rela berubah menjadi seperti suaminya agar kelak ia dapat menemai Aidan seumur hidupnya dan juga seumur hidup Aidan.

Tapi yang belum bisa ia relakan adalah anaknya. Bayi yang belum sempat ia lihat sudah meninggalkan dirinya terlebih dahulu.

Namun, Briana mencoba merelakannya. Ia tak mau membebani Aidan dengan melihatnya terus bersedih. Semua makhluk hidup pasti akan mati. Ucap Briana dalam hati.

King Demon's Bride (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang