"Terimakasih," Ucapku seraya memakai sendalnya pada kaki kananku.
Kemudian pria itu bangkit berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam kantong jaketnya, lalu duduk di sebelahku dengan jarak yang sedikit jauh.
"Kalau dihitung-hitung ini pertemuan ke tiga kita bukan?"
Aku mengangguk menanggapi pertanyaannya. "Aku tidak menyangka kamu masih mengingatku."
Dia menoleh dan menatapku cukup lama. "Apa perempuan kecil tadi itu Putrimu?"
Aku mengangguk.
"Kamu terlihat begitu sedih. Apa sakit Putrimu cukup serius?"
Kepalaku tertunduk ke arah lantai. Apakah aku harus bercerita padanya? Aku bahkan tak mengenal dia. Kami hanya pernah tiga kali bertemu karena tidak sengaja. Bukan berarti kami berteman baik kan?
"Maaf membuatmu tidak nyaman atas pertanyaanku tadi. Kamu tidak harus menjawabnya. Aku hanya bersimpati saja," Ujarnya tersenyum.
Apa dia bisa membaca pikiran? Atau raut wajahku yang terlalu menunjukkan semuanya?
Tapi kalau dipikir lagi, sepertinya tidak ada salahnya jika aku berbagi cerita. Dia juga terlihat pendengar yang baik. Di saat seperti ini aku memang membutuhkan teman untuk mengobrol.
"Putriku Kasih menderita kelainan jantung bawaan. Dokter menyebutnya VSD (Ventrical Septal Defect/ Bocor pada bagian bawah). Gara-gara itu, Kasih jadi sering sekali sakit-sakitan. Setiap Kasih lari-lari atau bermain pasti dia langsung batuk-batuk dan keringat dingin. Dokter tidak menjelaskan berapa persen keadaan Kasih. Hanya saja dokter selalu bilang, kalau aku mau Kasih sembuh, maka Putriku harus cepat cepat di operasi. Jika tidak, Putriku tidak akan bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Hatiku terasa begitu sakit, waktu mendengarnya. Aku merasa belum bisa menjadi Ibu yang baik untuk Kasih. Aku merasa tidak berguna karena tidak bisa membiayai operasi Kasih." Pipiku kembali basah seiring bercerita tadi. Entah berapa banyak air mata yang sudah aku keluarkan untuk malam ini.
"Jangan berkata seperti itu. Jika kamu merasa tidak berguna, bagaimana mungkin Kasih dapat bertahan hidup sampai sekarang? Kamu sudah bekerja keras untuk dia. Kamu juga sudah melakukan hal terbaik untuk Putrimu. Menurut aku, kamu wanita yang kuat. Terlepas dari pekerjaanmu sebagai wanita penghibur. Percayalah, Kasih pasti sangat bangga memiliki Ibu sehebat kamu. Tidak semua wanita bisa seperti dirimu."
Kutatap wajah pria itu dengan serius. Percaya atau tidak, dari awal pertemuanku dengan pria ini, aku merasa setiap kata yang keluar dari bibirnya selalu dapat menenangkan hatiku. Terasa begitu menyejukkan.
"Terimakasih," Kataku.
"Untuk apa?"
Aku mencoba tersenyum sambil menghapus air mataku. "Kata-katamu tadi terdengar seperti pujian. Aku jarang dipuji seperti itu. Kamu terlihat tulus mengatakannya. Sekali lagi terimakasih."
"Boleh aku bertanya padamu?"
"Tentu."
"Tadi pagi wajahmu terlihat baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang memiliki lebam seperti itu?" Tanyanya serius.
Spontan tanganku menyentuh area luka yang menjadi korban keganasan Dion. "Oh ini ulah mantan suamiku yang hobi mabuk dan selingkuh. Dia suka memukulku jika aku tidak memberikannya uang."
"Lelaki macam apa yang begitu tega melakukan hal itu pada seorang wanita?"
"Aku sudah terbiasa dengan lebam seperti ini. Sekitar dua sampai tiga hari juga hilang lebamnya, tinggal dikompres air hangat saja." Aku begitu malu karena dia harus melihat lebam-lebam itu. Wajahku pasti terlihat mengerikan sekali. "Ngomong-ngomong kamu kenapa bisa berada di sini? Siapa yang sakit?" Tanyaku sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eppure Sentire
ChickLitAntara cinta, keragaman, dan kemanusiaan. Bagaimana cara membuktikan manusia saling mencintai? Beri saja perbedaan di antara mereka.