Untuk kesekian kalinya aku mendengar suara helaan napas Dante yang tampak bosan menunggu. Aku masih sibuk memasukkan barang satu per satu ke dalam kotak kardus.
Sedangkan dia duduk santai di kursi sambil bermain ponsel. Aku tidak berharap dia akan membantu dalam beres-beres, karena dari awal Dante sudah menekankan padaku bahwa dia hanya akan mengangkat barang saja."Bisa lebih cepat lagi nggak kerjanya?" Tanyanya ketus.
"Sabar ya. Barangnya sedikit lagi yang mau di bawa."
"Tinggal aja udah," Ucapnya gampang. "Barang murahan gitu, ngapain di bawa? Berat-beratin di mobil doang."
"Barang-barang punya aku memang murahan semua. Tapi ada banyak kenangan di sana yang sangat penting buat aku. Jadi aku nggak bisa main tinggal gitu aja."
"Tapi itu buat aku lebih lama nunggu kamu di sini! Mana rumahnya panas lagi."
"Kalau bosan menunggu. lebih baik kamu pulang duluan saja. Nanti aku sewa mobil pick-up buat bantu angkat barang-barang. "
"Dari tadi juga sebenarnya aku udah mau cabut. Tapi nggak bisa, karena aku orangnya selalu menepati janji. Dan aku sudah janji ke Mama buat bantu angkat barang-barang pindahan kamu."
"Jadi kamu masih mau nunggu kan?" Tanyaku lagi memastikan.
"Masihlah. Tapi cepat ya, nggak pakai lama."
Aku mengangguk dan segera memasukkan sisa barang yang akan di bawa.
"Ngomong-ngomong, kamu tadi kenapa ada di rumah sakit?" Tanya Dante sambil berjalan ke arahku.
"Mau jenguk Fathir, tapi udah keburu pulang ke rumah. Kalau aku minta alamat rumah Fathir, apa kamu mau memberikan?"
"Ya enggak lah. Nggak akan aku kasih ke kamu!" Jawabnya tegas.
"Kenapa?"
"Karena Fathir udah bahagia dengan Nabila. Aku tahu sih kamu itu mantan pelacur, tapi jangan kelihatan murahannya lah. Udah jelas dilarang dekatin Fathir, eh masih aja dipepet."
Gerakan tanganku berhenti memasukkan barang. Lalu aku menatap Dante yang juga sedang melihatku.
"Memangnya salah kalau mantan pelacur sepertiku mendekati seorang pria?"
"Salah. Karena yang kamu dekatin itu sahabat baik aku. Kalau kamu ngejar pria lain di luar sana, ya silahkan. Aku nggak peduli."
"Kalau aku maunya Fathir, memangnya kamu bisa apa? Mau pukul atau tampar aku?"
Dante mendengus. "Memang ya, pelacur itu di mana-mana sama. Selain nggak punya rasa malu. Mereka juga suka merusak hubungan orang lain dan sering mengkhayal ketinggian. Salah satunya ya kamu. Berharap bisa mendapatkan Fathir. Ngaca dong, kamu pantas nggak bersanding sama dia? Heran, punya otak kok nggak dipakai buat mikir."
Kuabaikan rasa sakit di hatiku. "Kamu sendiri apa pernah berpikir, kalau setiap kata-kata yang keluar dari mulut kamu itu selalu kasar untuk didengar?"
"Aku kasarnya cuma ke kamu, karena kamu memang pantas untuk dikasarin, biar nggak makin ngelunjak."
"Memangnya aku pernah buat salah apa ke kamu? Kenapa kamu sebegitu bencinya ke aku?"
"Aku benci dengan yang namanya pelacur! Rumah tangga orang tuaku hancur karena wanita murahan sepertimu. Kalau Mama aku tahu latar belakang siapa kamu, beliau nggak akan bisa sebaik itu padamu!" Bentak Dante melampiaskan amarahnya.
"Oke, aku paham untuk alasanmu yang membenci seorang pelacur. Tapi aku udah lama berhenti. Jadi tolong, jangan memandang masa laluku lagi. Lihat pekerjaanku sekarang ini, yang udah menjadi pegawai toko bunga Mama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eppure Sentire
ChickLitAntara cinta, keragaman, dan kemanusiaan. Bagaimana cara membuktikan manusia saling mencintai? Beri saja perbedaan di antara mereka.