ES [17]

10.5K 1.4K 202
                                    

Fathir tak bisa menolak, akhirnya Alma ikut makan siang bersama dengan kami. Setibanya di kafe, wanita itu langsung menunjukkan sifat posesifnya dengan mengambil tempat duduk di sebelah Fathir. Sehingga aku harus duduk sendiri menempati kursi depan menghadap mereka.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Fathir ketika aku tak kunjung memesan menu. "Samain pesanan aku aja gimana? Mau?"

Aku mengangguk dan memberikan buku menu kepada pelayan wanita yang berdiri di meja kami. Jujur, aku merasa hilang semangat untuk makan siang.

"Mbak... aku mau disamakan juga dengan punya mereka berdua ya."

Spontan Fathir memandang ke Alma. "Bukannya kamu udah pesan tadi?" Tanyanya heran.

"Masa menu aku beda sendiri dari kalian berdua? Mumpung pelayannya masih di sini. Jadi bisa diganti."

Selesai mencatat pesanan, pelayan tersebut pun pergi. Alma membuka topik untuk mengajak Fathir mengobrol tanpa berniat melibatkanku. Seolah dia tidak menganggap keberadaanku di sini. Sementara Fathir fokus memandang ke arahku sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Alma. Karena aku tak tahu harus melakukan apa, jadi sambil menunggu pesanan datang aku memilih sibuk bermain dengan ponsel.

Namun beberapa menit kemudian keningku berkerut saat Fathir mengirimkan pesan padaku.

Fathir : Kamu terlihat asik banget pegang hp. Lagi chat sama siapa?

Setelah membaca pesan, segera kuturunkan ponsel dan menatap Fathir yang ternyata juga sedang menatapku. Lalu aku bergeleng pelan sebagai jawaban. Namun Fathir sepertinya kurang puas dengan jawaban isyarat dariku. Itu tampak jelas saat dia menaikkan sebelah alisnya ke atas. Demi Tuhan, Fathir terlihat menggemaskan sekali kalau seperti itu. Aku menahan senyum dengan menggigit bibir bawah sambil mengetik balasan padanya.

Me : Aku cuma main games. Gaada chat ama siapa2.

Selesai mengirim pesan, aku langsung memasukkan ponsel ke dalam tas begitu pelayan datang membawa makanan dan minuman kami bertiga.

"Fathir kamu lagi ngechat sama siapa sih?" Tanya Alma sambil mengaduk es lemon miliknya. "Kalau nggak terlalu penting, nanti aja dilanjut. Makanan kita udah datang nih."

Fathir hanya tersenyum, lalu meletakkan ponselnya di atas meja.

"Oh ya, dari tadi kita berdua belum mengenal. Aku Alma, nama kamu siapa?" Wanita berambut sebahu itu tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya.

"Kaladipa," Balasku yang juga tersenyum.

"Hmm... apa Fathir pernah bilang ke kamu, kalau dia udah punya calon tunangan?"

Terdengar suara helaan napas Fathir. "Alma, please?"

"Kenapa Fathir? Apa yang salah dari ucapanku? Bukannya itu alasan kamu nolak waktu aku minta kita balikan lagi? Dan alasan itu juga, kamu nggak mau dekat atau jalan bareng aku. Oke di situ aku mulai terima. Tapi kenapa sekarang kamu mau jalan dan dekat sama wanita lain? Apa istimewahnya dia?" Alma menunjukku dengan jarinya.

"Kamu mau tahu alasan sebenarnya Alma? Aku menolak kita balik lagi karena Dante menyukaimu sejak dulu. Dan kalau aku memakai alasan itu, jelas kamu nggak akan menerimanya. Jadi terpaksa aku harus memakai alasan lain, supaya kamu bisa menjauh dari aku."

"Jadi ini semua karena Dante? Kamu putusin aku karena ingin menjaga perasaan sahabat kamu?" Tanya Alma tak percaya. "Apa itu artinya kamu masih cinta sama aku?"

Fathir memiringkan posisi duduknya menghadap Alma. Kedua tangannya memegang bahu wanita itu. "Harusnya aku mengatakan ini sejak dulu tapi Dante selalu melarangku. Dan sekarang, aku pikir udah saatnya kamu tahu. Supaya kamu nggak berharap terlalu banyak nantinya. Dulu selama kita pacaran, aku sama sekali nggak punya perasaan apapun ke kamu. Aku nerima kamu karena Dante yang memohon. Dia nggak tega lihat semangat kamu yang selalu ngejar aku di kampus dulu. Dan aku terima kamu, karena aku pikir nggak ada salahnya mencoba. Tapi ternyata, aku tetap nggak bisa cinta. Sampai akhirnya belakangan ini aku baru tahu kalau Dante cinta sama kamu. Jadi aku putuskan untuk mengakhiri hubungan kita."

Eppure SentireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang