ES [33]

9.6K 1.3K 251
                                    

Di malam hari aku terbangun ketika mendengar suara Fathir yang mengetuk pintu depan. Dalam keadaan lemas, aku berjalan membuka pintu.

"Semalam kamu kemana? Kenapa nggak pulang? Hp kamu juga nggak aktif dihubungi. Aku khawatir karena kamu nggak ada kasih kabar apapun." Tanyanya beruntun saat pintu sudah terbuka.

"Maaf." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulutku.

Fathir tampak cemas menatapku dan menjulurkan satu tangannya menyentuh keningku. "Kamu demam, Kala. Udah minum obat?"

"Belum."

"Kalau gitu, aku ke apotik dulu beli obat. Kamu tunggu di sini."

"Jangan pergi," Ujarku menahan satu tangannya.

"Cuma sebentar, beli obat buat kamu."

Aku bergeleng dan memeluk tubuhnya. "Nggak usah pergi. Kamu di sini aja."

"Tapi Kala...."

"Aku takut," Kataku menyela cepat ucapannya.

"Yaudah. Aku mau buatkan teh hangat untuk kamu."

"Aku nggak mau minum teh."

"Terus maunya apa? Hmm?" Tanyanya lembut seraya menangkup wajahku dengan kedua tangannya. "Badan kamu panas banget ini."

Air mataku menetes menatap Fathir. Aku merasa sangat bersalah karena harus membohonginya. "Maafkan aku."

"Minta maaf untuk apa?" Tanya Fathir sambil mengusap air mataku dengan ibu jarinya. "Semalam kamu nggak pulang. Dan sekarang kamu nangis. Sebenarnya apa yang terjadi Kala?"

"Aku cuma rindu dengan Kasih."

"Jadi itu alasan kamu nggak pulang?"

Aku mengangguk. "Iya."

"Kamu udah makan?" Tanyanya lagi.

"Belum."

"Aku beli makan buat kamu ya."

"Nggak usah. Aku nggak selera."

Fathir mengernyit. "Mana bisa gitu. Meskipun nggak selera, harus tetap dipaksain makan. Kamu kan lagi sakit."

Aku hanya diam dan tidak membalas apapun.

"Mau aku masakin bubur?" Tanyanya lagi dan mengelus lembut pipiku.

"Memangnya kamu bisa?"

Dia tersenyum. "Kalau cuma buat bubur bisalah. Sekarang kamu tunggu di kamar, biar nggak kena angin malam. Takutnya nanti panas kamu makin naik."

"Enggak. Aku mau ikut lihat kamu masak bubur."

"Untuk apa?" Tanyanya geli menatapku.

"Nggak apa-apa. Aku cuma nggak mau jauh-jauh dari kamu."

"Kalau aku ajak nikah secepatnya, kamu udah siap? Biar kita nggak usah jauh-jauh gini lagi. Aku juga bisa lebih tenang karena udah ada hak, buat jagain kamu tanpa harus pikirkan omongan orang lain."

Eppure SentireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang