Prankk!
Kedua tangan Kasih langsung memeluk pinggangku begitu mendengar suara pecahan gelas yang sengaja dibanting ke lantai. Tubuhnya terasa bergemetar dalam pelukanku. Dia begitu ketakutan melihat sosok pria mabuk itu, yang tidak lain adalah Ayah Kasih yang sekarang sudah menjadi mantan suamiku. Kami berdua sudah bercerai sekitar enam tahun lalu, karena dia berselingkuh dengan wanita lain. Bahkan dia juga sering memukulku dengan tangan atau benda apapun yang ada di sekitarnya hingga tubuhku memiliki lebam-lebam saat mabuk seperti saat ini.
"Mama, Kasih takut sekali. Kenapa Papa seperti orang jahat?" Dia menangis dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukanku.
Aku tidak tahu harus memberi jawaban apa. Aku tidak ingin menjelekkan nama Dion. Karena bagaimana pun dia adalah Ayah kandung dari putriku. Meskipun perilakunya tidak menunjukkan jiwa seorang Ayah.
Kuabaikan rasa nyeri di wajahku yang terkena tamparannya tadi. Hiasan di wajahku pun luntur karena air mataku yang terus berjatyhan. Seharusnya malam ini aku sudah harus pergi mencari pelanggan demi mengumpulkan rupiah untuk biaya operasi jantung putriku.
"Berikan aku uang!" Bentak Dion dengan napas tersenggal-senggal.
"Kenapa kau selalu meminta uang dariku?! Kita sudah tak punya hubungan apa-apa lagi Dion! Kita sudah berpisah! Ingat itu, kita sudah berpisah!" Balasku setengah berteriak.
Wajahnya memerah. Terlihat jelas dia emosi mendengar perkataanku barusan. Dan seketika aku terpekik kaget dan segera melindungi putriku saat Dion menendang kuat tong sampah di dekat pintu ke arah kami berdua. Bahkan remot tv pun dia layangkan ke punggungku yang memeluk Kasih agar tidak terkena benda yang dilemparkan olehnya.
Tak cukup sampai di situ, Dion berjalan ke arah taplak meja kemudian menariknya sehingga piring, gelas serta benda yang ada di atasnya hancur berantakan di lantai.
"Cukup Dion! Tolong pergi dari kontrakanku. Jika tidak, aku akan melaporkanmu ke polisi!" Ancamku yang berharap membuatnya takut.
Dion tidak memperdulikan ancaman itu. Dia malah masuk ke dalam kamar mandi, lalu menarik keluar selang air dan menyemprotkan air itu ke semua ruangan. Dalam sekejap rumah hancur berantakan dan basah, penuh genangan air, akibat gejolak amarah Dion. Aku tidak mengerti, kenapa dia suka merusak barang ketika sedang mabuk dan marah.
"Aku baru sadar, ternyata putri kita memiliki wajah yang cantik sepertimu Kala." Dion tersenyum penuh arti saat menatap Kasih.
"Jangan sakiti dia, Dion. Kasih itu putrimu! Darah dagingmu sendiri."
"Justru karena dia putriku, maka dia harus bekerja dan menghasilkan uang yang banyak."
"Kamu gila?! Dia masih kecil!" Teriakku.
"Aku akan menjualnya ke orang kaya. Pasti ada yang mau mengangkatnya menjadi anak karena dia memiliki paras yang cantik. Ayo berikan Kasih padaku!" Dion menarik satu tangan putriku.
"Mama!" Kasih menangis sambil menarik bajuku dengan satu tangannya lagi.
"Dion, lepaskan putriku! Kamu tidak berhak mengambilnya dariku! Aku yang melahirkannya. Aku juga yang membesarkannya dengan kedua tanganku sendiri!" Sekuat tenaga aku menarik tubuh Kasih dari Dion.
"Mama!" Teriak Kasih saat melihat Dion mendorongku kuat hingga terbentur dinding. Aku meringis kesakitan. "Papa jangan sakiti Mama. Kasih mohon...." Dia menangis dalam gendongan Dion. "Kasih mau tinggal sama Mama."
Dengan berpegangan kursi, aku berusaha untuk berdiri. "Aku akan memberikanmu uang Dion. Tapi tolong, lepaskan Kasih. Demi Tuhan, dia sedang sakit Dion! Kalau tidak percaya, lihatlah kuku jari tangannya yang membiru. Apa menurutmu akan ada keluarga yang mau mengangkatnya jika sudah seperti itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Eppure Sentire
ChickLitAntara cinta, keragaman, dan kemanusiaan. Bagaimana cara membuktikan manusia saling mencintai? Beri saja perbedaan di antara mereka.