"Kala!"
Mendengar suara teriakan Fathir dari luar toilet menyerukan namaku, memberi sedikit harapan aku akan selamat dari sini. Fathir pasti sedang mencariku di dalam toilet wanita.
"AKU DI SINI. TOLONG AKU FATHIR!!" Teriakku sekuat mungkin agar Fathir dapat mendengarnya bahwa aku berada di toilet pria.
Kedua tanganku mendorong kepala pria brengsek itu untuk menjauh dari leherku. Tapi dia kembali lagi mendekat dan mencoba menciumku. Sebisa mungkin aku menghindarinya, namun dia menggunakan tangannya menahan kepalaku untuk diam. Dia sangat bernafsu mencium bibirku, namun aku tak membalasnya. Setelah puas dengan bibir, kemudian dia turun ke leher dan dadaku. Dari balik celananya aku dapat merasakan miliknya yang mengeras. Kugunakan lutut kanan untuk menendang bagian selangkangannya dengan kuat. Tubuhnya membungkuk dan mengaduh kesakitan hingga wajahnya memerah.
Aku memanfaatkan keadaan itu dan berlari ke pintu depan toilet. Namun sebelum aku mencapai pintu, Fathir sudah membukanya yang disusul dengan kehadiran Alma. Mereka berdua tampak kaget melihat keadaanku yang berantakan. Bahkan beberapa kancing kemejaku terlepas hingga menampilkan bagian bahu dan tali bra milikku.
"Apa yang terjadi Kala?" Tanya Fathir khawatir.
Aku menunduk dan meneteskan air mata sambil memegang kuat bagian atas kemejaku agar tidak terbuka. "Pria yang ada di dalam sana hampir melakukan pelecehan padaku. Dia menarik dan memaksaku masuk ke dalam toilet pria."
Dari bawah lantai aku dapat melihat langkah kaki Fathir yang mendekatiku. Aku terus menunduk menahan rasa malu. Satu tangannya merapikan rambutku ke belakang bahu, sehingga Fathir dapat melihat dengan jelas jejak cumbuan pria brengsek tadi di bagian leherku. Aku yakin, dia pasti merasa jijik berteman denganku sekarang setelah melihat semua itu.
"Maaf," Ucapku terisak di hadapannya. Meskipun aku sendiri tidak tahu kenapa harus merasa bersalah padanya.
Aku semakin menangis ketika Fathir membelai lembut rambutku. Dan satu tangannya lagi memegang daguku, sehingga kami saling bertatapan mata.
"Tunggu di sini." Suaranya terdengar lembut. Namun sorot tatapannya tak bisa bohong. Terlihat jelas ada kilatan emosi di kedua matanya.
Fathir langsung menghampiri temannya itu yang baru keluar tertatih dari bilik kamar mandi. Aku begitu terkejut karena tanpa basa-basi Fathir melayangkan pukulan bertubi-tubi pada wajah dan perut si brengsek itu.
"FATHIR INI GUE REVAN! TEMAN KANTOR LO!"
Fathir tidak memperdulikan teriakan temannya itu. Dia terus melayangkan pukulan.
"Fathir stop!!" Kali ini Alma yang berbicara. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus tonjok-tonjokkan. Lagipula, mana mungkin Revan melakukan pelecehan. Paling wanita itu yang godain dia."
Fathir tetap tidak berhenti dan terus menghajar Revan tanpa ampun. Hingga pria brengsek itu tersungkur ke lantai dengan wajah yang sudah babak belur. Tapi sepertinya Revan masih tak terima diperlakukan begitu. "WANITA YANG LO BELAIN ITU PELACUR FATHIR! GUE SALAH SATU PELANGGAN DIA DULU DI ASOKA KLUB! KENAPA LO MIHAK PECUN ITU DARIPADA GUE TEMAN LO?!"
"Masih bisa ngebacot lo ya!" Emosi Fathir bertambah dua kali lipat. Dia kembali menghajar Revan seperti kesetanan. Seharusnya aku melerai pertengkaran ini. Tapi hati kecilku begitu bahagia kalau si brengsek Revan babak belur seperti itu.
"Heh! Kenapa kamu diam saja?!" Alma menepuk bahuku. "Revan bisa mati dipukulin sama Fathir!"
Aku melirik Alma sekilas. Lalu aku kembali menatap Fathir yang sudah menjadi penolongku. Aku percaya sepenuhnya ke Fathir. Dia bisa mengontrol batas emosinya sampai sejauh mana. "Aku tidak mau. Temanmu yang brengsek itu memang pantas untuk dihajar Fathir."

KAMU SEDANG MEMBACA
Eppure Sentire
ChickLitAntara cinta, keragaman, dan kemanusiaan. Bagaimana cara membuktikan manusia saling mencintai? Beri saja perbedaan di antara mereka.