ES [23]

9.1K 1.5K 270
                                    

Sudah dua hari aku kesulitan mencari kontrakan. Aku tidak mungkin pindah ke luar kota, karena aku tidak bisa berjauhan dengan Putriku. Setiap kali rindu, aku pasti akan datang ke makamnya. Lalu bercerita banyak hal dengan dia. Seperti pagi ini, aku datang ke sana untuk membersihkan rumput kecil yang tumbuh di sekitar makam Kasih.

"Halo sayang. Hari ini Mama mau nyari kontrakan baru lagi. Soalnya Mama udah nggak boleh tinggal di kontrakan lama. Mama kesepian nggak ada Kasih. Biasanya kamu yang bantu beres-beres dan ingatin Mama, barang yang mana belum dimasukin ke kardus. Tapi sekarang Mama mengerjakan semuanya sendiri. Mama juga bingung mau di kemana kan pakaian dan barang-barang Kasih. Mungkin nanti akan Mama sumbangkan sebagian ke anak jalanan yang membutuhkan di luar sana."

Sejenak aku berhenti bicara dan mendongak ke atas ketika menyadari kehadiran Dion. Sekarang dia sudah menjadi lebih baik. Aku senang dengan perubahannya itu.

"Merindukan Kasih?" Tanyaku tersenyum.

Dia mengangguk dan perlahan berjongkok di sebelahku seraya membersihkan makam putri kami.

"Tadi aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu. Jadi kamu diusir lagi dari kontrakan?"

Aku mengangguk. "Ya kamu tahu sendiri kan, dulu aku dan Kasih sudah sering pindah-pindah. Tapi anehnya kamu selalu bisa tahu di mana kami tinggal."

Dion terdiam. Dan aku menjadi tidak enak karena menyinggung masa lalunya yang dulu sering mengganggu hidup kami.

"Maaf Dion, aku tidak bermaksud untuk mengingatkan masa lalumu. Aku sudah memaafkan semuanya. Tadi aku hanya ingin mengatakan, kalau kamu hebat karena selalu mengetahui keberadaanku."

Dion bergeleng. "Bukan. Aku tidak tersinggung sama sekali. Aku tadi berpikir, bagaimana kalau kamu tinggal di kontrakanku saja?"

"Dion kita sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Jadi tidak mungkin aku satu rumah denganmu." Aku hampir tertawa dengan niat baiknya itu.

"Iya aku tahu. Aku hanya menawarkan saja sampai kamu menemukan kontrakan yang baru. Lagipula aku sudah mendapat pekerjaan, karena di sana sudah disediakan mess untuk karyawan. Jadi aku pasti akan jarang pulang," Ujar Dion menjelaskan.

"Hmm... akan kupikirkan lagi. Kalau besok masih belum menemukan kontrakan baru, aku pasti menghubungimu."

"Sepertinya kamu takut jika kekasihmu cemburu."

"Tidak ada yang cemburu Dion. Aku tidak punya kekasih."

"Serius?" Tanyanya heran.

Aku mengangguk. "Iya."

"Tapi aku ingat sekali, waktu itu ada pria yang memelukmu saat di pemakaman Kasih. Dan pria itu juga yang memukulku sewaktu aku mendatangi rumahmu dalam keadaan setengah mabuk."

"Oh itu, dia Fathir. Kami hanya berteman biasa."

"Sebagai seorang pria, aku bisa melihat dengan jelas kalau dia menyukaimu. Menurutku dia adalah pria yang baik. Terlihat bagaimana cara dia memeluk dan menenangkanmu saat di pemakaman Kasih. Dia seperti ingin melindungimu. Jarang sekali menemukan orang seperti itu. Dan kamu beruntung bisa menemukannya. Tapi kenapa kamu tidak coba menjalin hubungan dengannya?"

"Dia memang baik bahkan sangat baik. Tapi kami tidak bisa bersama," Suaraku terdengar melemah.

"Kenapa?" Dion memandangku bingung. "Kamu takut dia mengetahui masa lalumu?"

Aku bergeleng. "Bukan itu. Dia tahu siapa aku Dion. Dia yang memberiku pekerjaan baru agar aku meninggalkan dunia malam itu."

"Lalu apa yang jadi masalah?"

Eppure SentireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang