Hari ini hari pertama masuk sekolah. Biasanya, aku selalu berangkat bersamamu diawal tahun pelajaran. Seperti kegiatan rutin tahunan. Tapi sepertinya, kita tidak memungkinkan lagi.
Oh, bagaimana liburanmu?
Aku mengikuti update sosial media mu terus, menyusun kepingan langkah, akan kemana kau selanjutnya. Sayang, waktu aku ke Jogja beberapa bulan yang lalu, perjalananku lebih ke perjalanan masa lalu. Mengingatmu disetiap sudut Jogja. Bahkan ketika aku bersama orang lain. Aku tidak berharap kamu tersiksa kenangan sepertiku. Itu menyakitkan.
Aku tidak berhak telalu pede dengan mengatakan ini. Tapi aku saja merasakannya. Kita bertahun-tahun bersama, bukannya jelas bila kita mempunyai kenangan yang tak terlupa. Aku yakin itu. Walaupun kamu bilang gadismu mampu menggantikan posisiku, itu tidak akan mengantikan kenangan kita. Jika kamu rindu aku, ah tidak, jika kamu tiba-tiba teringat tentang aku. Tak usah kamu marah dan merasa kau telah mencurangi gadismu. Tidak, itu wajar adanya.
"Terus gitu, kamu mau nunggu gerbang ditutup?" lagi -lagi Randy berdiri disampingku yang menatap gerbang, mengingatmu seperti orang bodoh, atau orang yang kehilngan. "Kamu ke gunung Butak ya? Sama siapa? Kok nggak ngajak?" sepagi ini dia menghujaniku pertanyaan. Dan aku hanya menjawab dengan senyuman lalu kutinggal dia pergi.
"Hey!"
Sayang, sebenarnya, apa yang dimaksud dengan perkataan Zidhane saat aku turun dari gunung Butak pagi itu. "Ta, ketika dia bisa berbahagia dengan orang lain mengapa kamu tidak mencoba membuka diri?"
Apa aku terkesan terlalu menutup diri? Atau aku terkesan anti sosial beberapa bulan ini? Atau apa? aku mencoba membuka diri, kepada masyarakat. Bukan kepada hubungan baru. Lagi pula, aku tidak secantik itu untuk dipilih. Aku tidak seindah itu. Kau memilih ku karena kau terlampau berbeda dari lelaki lain yang melihat gadis secara fisik. Tapi ujungnya juga, kau meninggalkanku, seperti aku adalah sesuatu yang tidak pernah berarti dalam hidupmu.
Aku bisa mendengar kalau kamu membantah. Pasti kau membantah dengan berkata aku berarti namun kau mempunyai alasan lain untuk sebuah perpisahan.
Oh, waktu summit Zidhane bercerita padaku pertemuannya dengan Arika, gadis teman sdnya di semeru. Sudah lama dia merindukan Arika. Dia bawa rindu itu ke Mahameru. Hingga, aku ingat detail cerita Zidhane, dia berkata, "Aku tidak tau bagaimana cara mendeskripsikan wajahnya, Ta, sungguh, hari itu dia dengan peluhnya, wajahnya lusuh, rambutnya dikuncir atas, datang dengan headlamp, sungguh. Baru hari itu aku paham, bahwa ada kecantikan yang setara dengan Ranu kumbolo. Aku tidak pernah ke segara Anakan, namun melihat wajahnya, aku dapat melihat segara anakan secara nyata. Cantk sekali, Ta. Apalagi saat dia membantu sekawannya mendirikan tenda. Senyumnya itu, Ta. Tanpa umpama."
Kau tau betapa Zidhane bersyukur bertemu dengan cinta pertamanya disekolah dasar. Semuanya seperti romantic drama. Kabut, jajaran bintang, wajah Arika, dan sekecil peluhnya disyukuri olehnya. Lalu hari itu aku pula berharap. Bisa bertemu denganmu selama perjalanan turun. Sekedar berpapasan, atau kau ke Panderman dan aku turun dari Butak. Aku hanya ingin keajaiban kecil seperti Zidhane terjadi.
Namun tidak, saat aku berdoa seperti itu, kau sudah ada di Yogyakarta. Kota tercantik menurutmu. Kota romantis.
"Ada apa?" Randy lagi-lagi disampingku.
Tidak. Aku hanya rindu. Biasanya dihari pertama sekolah aku selalu bersamanya. Diantarkan olehnya.
"Kalian melakukan hal-hal yang dapat dilakukan sendiri menjadi dilakukan berdua. Itu adalah alasan mengapa sampai detik ini melupakannya begitu sukar." Aku hanya tersenyum membenarkan. "Dapat apa di gunung?"
Adik. Aku bertemu kawan lama yang sudah kuanggap seperti adik sendiri. Seperti kebahagiaan. Seperti kesadaran bahwa aku tidak sendiri dan ini tidak perlu sesakit ini. Aku bertemu sahabat. Menceritakan apa-apa yang menyakitkan. Menceritakan apa-apa yang kuanggap tidak membahagiakan. lalu dia disana didepan api unggun didepan tenda. Tertawa bersamaku seolah bebanku selama ini hanyalah coretan. Dan dia bernyanyi, seolah lebih buruk suaranya daripada kegelisahanku.
"Penyembuhan terhadap kerinduan?"
Ada yang kuputuskan. Aku ingin beranjak dari semua keduniaanku. Bertarung sebentar dengan cita cita lalu kembali tertawa nanti. Akan kutinggal semuanya. Aku sudah memutuskan pula tentang kenangan bersamanya. Mari, biarkan kita berpisah dipersimpangan lalu sepanjang jalan nanti kita akan bertemu saat beristirahat untuk menegak kopi sembari berbagi cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepada, [TAMAT]
Teen FictionDi hadapan Ranu Kumbolo gadis itu kembali menatap kabut yang mulai turun. Dibelakangnya dua sosok manusia sedang berpelukan melawan suhu dingin yang menerpa. Salah satu diantara mereka bertiga menunggunya mulai menulis. "Ta, sudahlah." Aku akan men...