Sebuah Nama

173 21 0
                                    

"Sejak kapan ada nama di status sosial medianya?"

Sejak pulang dari Argopuro. Gadis cantik itu, sampul majalah sekolah, yah, aku apa dimatanya? Jangankan dikenal guru, teman mosku saja lupa aku siapa. Aku tertawa sejenak, dia menuangkan kopiku ke lepek. Sepertinya gadis itu ikut dia ke Argopuro. Sebenarnya aku tidak yakin, instagramnya penuh dengan foto nya di studio. Dia model. Kakinya ber hak tinggi. Yakin kaki mulusnya berani menapakkan kaki di Argopuro? Mulus begitu. Terkena pacet bagaimana?

"Tau dari mana dia ikut? Apa dia mengupdate instagramnya? Lagipula apa yang ada di instagram, belum tentu di dunia nyata. Dia terlihat feminim, begitu saja cantik, padahal dirinya adalah jiwa petualang."

Iya, dia memotret laki-lakiku dan dijadikan cerita hari ini. Lihat, tempatnya di baderan, laki-laki ku itu memakai pelaratan lengkap dengan carrier sebegitu tingginya. Tapi benar juga, siapa yang tahu, dibalik cantiknya ada jiwa berpetualang. Banyak kan pendaki gunung cantik,memajang foto-foto dengan caption Apik, tapi banyak pendaki cantik itu membuang pembalut, iya softeks, masih merah.

Yang aku ajak bicara hanya mengangguk. "Kau terlalu menilai buruk orang lain, membenarkan dirimu, padahal sebelum menjadi pendaki kawakan, juga kau buang pembalut di jalur pendakian kan?" ketika melihat aku ingin protes, "Walaupun kamu tidak pernah naik gunung ketika datang bulan, tapi kamu pasti pernah membuang sampah atau mengumpat karena marah disepanjang trek? Jangan menilai dirimu sebagus itu, tidak ada apa-apanya. Banyak yang lebih kawakan dari itu. Dariceritamu kamu terlalu picik."

Aku tertawa. Apa aku seperti itu? Wah, aku pencemburu ternyata. Padahal dulu dia membanggakanku, aku tidak seperti perempuan sebanyak itu yang bercemburu.

Dia tertawa, "Sedikit banyak. Maka melupakannya adalah hal yang bijak. Tapi kau, mencoba melupakannya dengan menghindari kegiatan yang ada hubungannya dengan kalian dimasa lalu, itu kebodohan."

Nasiku dingin, Aku takut, kenangan datang selama aku mendaki. Aku takut, kenangan juga akan ikut belajar ketika aku mengajari adik-adik kolong jembatanku. Bahkan, aku takut, ketika sendok icecreamku juga membekukan harapan dan mendinginkan kenangan. Bagaimana bisa?

"Jangan sepicik itu, apa aku bilang. Jangan seperti itu, lakukan apa yang kau inginkan."

Lah, malam-malam seperti ini dia sedang apa ya? Nowenda, gadis itu apa juga bersamanya? Duduk di jok motor ninjanya. Apakah rambutnya yang cantik itu dimasukkan kedalam helm dan di ketika dibuka diakibaskan? Apakah dia duduk tanpa meletakkan tas diantara kalian sebagai penghalang -jarak aman?

"Sudahlah,  mereka sudah bahagia. Lalu mengapa kamu masih terpuruk dalam keadaan yang sama, padahal telah setahunkalian berpisah. Apakah kamu takut mengadapi hal tak terduga diluar zona nyamanmu?"

Aku tersenyum kecut, Justru dia adalah petualangku. Aku terlalu lama keluar dari zona nyaman,  tak tebiasa, dan takut-takut untuk kembali lagi.

"Tapi bagaimana bisa kamu terpuruk,  disaat dia sudah bahagia? Jika dia bisa, masa kamu tidak"

Aku tertawa, entahlah, mungkin ini rasanya ketika kamu pulang dari tualang yang begitu jauhnya. Antara rindu kampung halaman namun kaget banyak yang telah berubah.

Sayang, ajarkan aku bagaimana caramu melupakan kita, supaya tidak tinggal aku yang terpuruk diantara kenangan.

Kepada, [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang