Puzzle 32

2.6K 215 11
                                    

Kevin yang melihat tulisan itu di cermin kamar mandiku, jelas langsung berubah mimik wajahnya.

Wajahnya yang tampan menjadi sangat kaku dan membeku. Karena sepertinya Jason menggunakan darahnya untuk menulis kata-kata itu.

Bau anyir pun tercium sangat jelas.

Aku menutup hidungku.

Kevin masih terdiam hampir 5 menit.

Lalu dia tiba-tiba melewatiku dan langsung membuka lemari di kamarku dan mengeluarkan koperku. Dengan cekatan dia langsung memasukkan semua bajunya.

Aku speechless melihat sikapnya yang langsung sangat dingin.

"Kamu mau ngapain?" tanyaku mulai mendekati Kevin yang sedang memasukkan baju-bajuku.

"Kamu harus pergi dari sini. Setelah ini aku akan urus semuanya buat kamu. Kamu harus segera pergi dari Jogja" jelas pria itu dengan dingin dan masih tanpa ekspresi.

"Sama kamu?"

Dia berhenti melakukan kegiatannya itu, lalu menatapku sejenak.

"Tidak. Kamu sendiri" jelasnya, lalu ia melanjutkan menata barangku dan memasukkan semua yang aku perlukan.

"Kenapa aku sendiri? Disini kan yang terancam bukan cuman aku. Kamu juga!" kataku sambil mengikutinya.

"Anya, hidup kamu sangat berharga melebihi apapun. Kamu masih punya orang tua yang harus kamu jaga dan kamu bahagiakan kelak. Sedangkan aku? Aku hanya punya kamu, dan sudah seharusnya aku melindungi kamu dengan cara apapun"

"Tapi Kev....."

"Tolong, sekali ini saja kamu dengarkan apa yang aku katakan. Aku akan kembali ke kamu segera" jelasnya sambil memegang tanganku.

Aku menatap wajah Kevin yang benar-benar berbeda dari Kevin yang biasanya.

Aku menggigit bibir bawahku, aku benar-benar khawatir saat ini.

Beberapa menit kemudian aku mengangguk, dan Kevin tersenyum tipis—bahkan hampir tidak terlihat—ke arahku.

Lalu dia menutup koperku dan memberikannya kepadaku.

"Aku akan membereskan barangku dahulu. Bawa barang-barangku bersamamu nanti" katanya, lalu dia keluar dari kamarku.

Lututku terasa lemas dan aku langsung terduduk di lantai kamarku.

Fika menghampiriku dan mensejajarkan dirinya dengan diriku.

"Kenapa Fik? Kenapa harus kayak gini. Aku takut" ucapku sambil membenamkan seluruh wajahku di antara kedua paha yang aku tekuk dan aku tutup dengan kedua lenganku.

Aku merasakan hawa dingin yang menyentuhku.

Ya, itu pasti tangan Fika. Dia berusaha membuatku merasa lebih baik.

"Semua bakal baik-baik aja. Kevin bakal balik ke kamu seperti apa yang dia janjikan" ucapnya pelan, dan aku benar-benar meneteskan air mataku tanpa bersuara.



***



Kini aku berdiri di bandara internasional Adisucipto sambil membawa 2 buah koper. Koper milikku dan koper milik Kevin. Namun tiket yang diberikan hanya satu dan itu hanya atas namaku.

Aku tercengang melihat destinasi yang tertera pda tiket pesawat itu.

"Labuan Bajo? Are u kidding me, Kevin?!!" tanyaku sedikit bernada tinggi.

"I'm not kidding you, Anya. It's real" jawabnya dengan tenang.

Aku masih terdiam dan hatiku masih tidak karuan meninggalkan Kevin dengan nyawa diujung tanduk. Dan itu semua karena aku. Apalagi aku belum memberitahukan Mama tentang nasibku sekarang. Padahal aku satu kota dengan Mama.

KOMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang