Warmth

81 2 3
                                    

AUTHOR P.O.V

Hari itu semakin gelap. Soojung masih melangkahkan kakinya yang lemas. Pikirannya entah melayang kemana. Ia hanya ingin cepat sampai rumah sebelum rasa sakit dikepalanya karena bayangan bayangan aneh itu kembali menguasai dirinya.

Sekeras apapun ia berpikir ia tetap tidak mengerti mengapa mimpi itu selalu datang. Ia masih terus berjalan dengan pikirannya yang melayang, hingga ia tersandung kakinya sendiri dan jatuh tersungkur.

"Ahk!" Ia memekik ketika lutut dan telapak tangannya beradu dengan aspal. Ia tidak langsung berdiri, ia hanya merubah posisinya dan terduduk di bawah cahaya lampu jalanan. Rumahnya sudah dekat namun rasanya berat sekali tubuhnya saat ini.

Entah perasaan apa yang ia rasakan sekarang. Seperti seakan akan ia ingin marah namun disisi lain ia juga merasa sedih secara bersamaan. Ia sedih bukan karena Jungkook yang menciumnya tiba tiba, tetapi karena perasaan ketika ciuman itu terasa sangat tidak asing bagi dirinya, namun ia tidak bisa mengingat apapun.

Iya meringkuk memeluk lututnya yang berdarah. Menenggelamkan wajahnya dibalik lutut yang terluka itu. Air matanya mengalir. Ada bermacam perasaan di dalam air matanya. Perasaan kesal sekaligus rasa sakit dari luka yang ia dapat beberapa detik yang lalu.

Ia masih meratapi nasibnya ketika suara lembut itu seakan meringkuh tubuh mungilnya. "Jungie-ya? Apa yang kau lakukan disini?" Soojung langsung mengangkat kepalanya, tatapan matanya yang sembab, langsung disambut oleh tatapan bingung dan khawatir laki laki di hadapannya.

Soojung hanya diam sambil tetap memandang laki laki tersebut. Namun tiba tiba buliran air matanya kembali jatuh. Laki-laki dihadapannya secara spontan segera meringkuh tubuh gadis itu. Memeluknya dan mengusap kepalanya.

"Hey apa yang terjadi padamu? Apakah sakit sekali? Sudah sudah jangan menangis lagi.." laki laki itt masih berusaha menenangkan Soojung yang terlihat berantakan. Namun beberapa detik kemudian jawaban Soojung justru membuatnya sedikit terkekeh geli.

"Bodoh.. Jelas jelas kau sudah melihat luka dilututku dan kau masih bertanya apa yang terjadi..." Soojung masih terisak saat menjawab pertanyaan laki laki itu. Namun ada sedikit rasa tenang di hatinya, karena laki laki itu akhirnya datang.

Hwang Minhyun yang sedari tadi mencoba menenangkan Soojung langung saja menarik telinga gadis itu. "Aiishh.. Dasar anak ini, berhentilah bersikap seperti itu." Dan kemudian melanjutkan kalimatnya. "hanya karena jatuh kau menangis sampai jelek." ia terus meledek gadis dihadapannya Lalu menghapus air mata gadis itu dengan tangannya, dan diakhiri dengan ia yang mengerutkan hidungnya dan menunjuk hidung Soojung yang sedikit berair "lihat itu dihidungmu, astagaaa.. menjijikan sekali."

Soojung tetap diam dan memandangi laki laki di hadapannya. Ingin rasanya ia mengungkapkan perasaannya kepada laki laki dihadapannya itu. Laki laki yang berhasil membuat hatinya selalu hangat. "Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Soojung penasaran.

"Bukan kah aku sudah pernah mengatakannya padamu? Kalau kau membutuhkanku aku pasti datang." Wajah Minhyun tetap sama ketika mengatakan hal tersebut. Tetap tenang dan bercahaya. Mungkin karena ia duduk tepat dibawah cahaya lampu jalanan.

"Aahh.. iya kau benar.." jawab Soojung sedikit mengangkat alisnya.

"Pulanglah, kau belum pulih sepenuhnya. aku tahu pasti tadi kau juga kabur kan?" Minhyun sepertinya benar benar tahu kebiasaan sahabatnya itu.

Soojung pun menoleh ke arah Minhyun, dan menatap lekat lekat wajah laki laki tersebut. Minhyunpun juga menoleh dan membalas tatapan Soojung. Mereka berdua tetap diam dan memandang satu sama lain. Udara malam itu tidak cukup dingin, tetapi tubuh Soojung seakan menghangat hanya dengan menatap wajah laki laki di sampingnya.

"Minhyunie.. bagaimana jika suatu hari nanti kau tidak bisa datang ketika aku membutuhkanmu?" Tanya Soojung polos, tidak ada rasa canggung ketika Soojung menanyakan hal itu. Yang ada hanya rasa khawatir. Khawatir akan sesuatu yang mungkin saja terjadi suatu saat.

Minhyun tetap tenang, wajahnya menatap langit malam. Seakan akan mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang diajukan sahabatnya itu, sedikit senyum terukir di ujung bibirnya.

"Lee Soojung, lihatlah langit malam ini.. ada banyak bintang disana." Soojung pun menatap langit yang sama  yang ditatap sahabatnya itu.

"Tahukah kau salah satu Bintang terbesar yang sangat dekat dengan bumi?" Minhyun bertanya pada Soojung.

Belum sempat Soojung menjawab, Minhyun sudah memberikan jawabannya duluan. "Dialah matahari.."

"Dan itulah diriku.. ketika malam datang apakah matahari akan hadir menemani bumi? Tidak.. tetapi ia mengirimkan sesuatu yang lain sebagai wakilnya.."

"Bulan.." jawab Soojung yang diiringi dengan senyuman lebar di wajah Minhyun.

"Kau tidak perlu khawatir Jungie-ya, biar bagaimanapun aku pasti selalu ada ketika kau membutuhkanku." Minhyun menatap wajah Soojung yang tenang. Gadis dihadapannya terlihat begitu menawan dibawah sinar lampu jalanan, bias air mata yang masih menempel di bulu matanya membuat gadis itu terlihat sangat manis.

Sedetik kemudian Minhyun sudah merengkuh wajah Soojung yang mungil dengan tangannya yang hangat, menatap matanya lekat lekat, memberi isyarat agar gadis di depannya tidak perlu khawatir tentang apapun. Senyumnya terukir jelas di wajahnya yang terkesan dingin dan tanpa ekspresi itu.

Soojung membalas tatapannya dengan senyuman juga yang kemudian berubah dengan ekspresi terkejut ketika Minhyun mengecup kening dan hidungnya singkat.

Bayangan akan sosok yang ada didalam mimpinya pun mulai terisi. Soojung pun mulai yakin bahwa mimpinya selama ini hadir karena sesungguhnya ia telah jatuh cinta, Jatuh cinta kepada sosok dengan wajah dingin tetapi selalu berhasil membuatnya hangat.

Sosok yang sehangat matahari pagi, yang tertutup dinding es besar di benua antartika. Saat ini, musim semi di kota Seoul menjadi sesuatu yang sangat disukai oleh Soojung.







"Aku mencintaimu Lee Soojung.. bahkan aku rela berkorban seperti Matahari yang rela mati setiap malam demi memberikan cahaya kepada sang bulan."

The Moon and The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang