Part 22

2.2K 289 30
                                    

28 Februari 2018

Ucapan seorang sahabat memang nggak pernah salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ucapan seorang sahabat memang nggak pernah salah. Sekalipun itu menyudutkan.

Berada di "markas" sendiri memang paling nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Berada di "markas" sendiri memang paling nyaman. Walaupun dari jarak dua payung di sampingku ada manusia unfaedah yang selalu jadi sampah mahasiswa—para pengguna obat terlarang—tetap saja aku masih bisa tertawa di tempat ini. Peduli setan dengan mereka. Toh, mereka pun tak mempedulikan sekelilingnya.

Pemandangan menghisap sabu, ganja, atau nyemilin jamur sihir sudah biasa banget. Dan kebodohanku masih sama—menertawai mereka dari sini.

Sama halnya dengan Kaviar, dia sejak tadi sore selepas kuliah menemaniku duduk di bawah payung ini, sambil merokok dan julid. Iya, Kaviar tuh julid banget, sumpah!

Seperti sekarang, dia menunjuk salah seorang senior dari fakultas Desain yang sudah nyaris hilang kewarasannya karena menggelepar di tanah. Aku terbahak melihatnya sebodoh itu hanya karena magic mushroom.

"Dia kenapa, anjir....," kataku sambil terbahak hingga mengeluarkan sedikit air mata.

Kaviar menggeleng. "Nggak tau, dongo banget najis. Mungkin nggak sih dia ngebayangin lagi tidur di kasur?"

Aku terbahak lagi. "Halu banget, sumpah nggak jelas. Mereka gitu karena apa ya, Kav?"

"Mereka kan anak Desain, Ra. Butuh something different, deadline tugas mereka gak manusiawi, dituntut kreatif, dan biasanya yang pake cara haram kayak mereka gitu punya aliran gambar fantasi," jelas Kaviar.

Aku paham sekarang. Pantas saja .... "Tapi, anak fakultas lain kan banyak juga yang ikutan. Dulu kita juga pernah nyoba."

"Itu lo udah tau jawabannya, Ra," sahutnya santai, sambil memainkan bungkus rokoknya. "Iseng-iseng aja, atau cari pelampiasan. Urusan merekalah."

Aku manggut-manggut saja. "Mending nge-drunk aja deh, daripada jadi dongo."

"Yuk," ajak Kaviar tiba-tiba, senyumnya usil banget.

Aku menepis ajakannya dengan menggoyangkan tangan. "No way! Udah insap," sahutku jumawa.

Kaviar terbahak. "Sejak kapan, sih? Udah lama banget sih emang, gue nggak liat lo ada di sekitaran sana tuh."

Sehitam Brownies Seputih SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang