Prolog

8.3K 611 69
                                    

Cewek slengek'an penyuka brownies.

Begitulah para senior di kampus memanggilku. Bahkan teman-teman dekatku pun menyetujui hal itu.

Ah, aku tidak serius dengan label slengek'an itu kok! Hanya saja, entah bagaimana caranya predikat itu bisa melekat padaku.

Berbicara tentang brownies, aku menyukai brownies lebih dari apapun, lebih dari siapapun. Karena menurutku, sebagian dari diriku dapat digambarkan seperti bolu gagal itu. Iya, kakakku pernah mengejek brownies sebagai bolu gagal, tapi ujung-ujungnya dimakan juga.

Tampilan brownies tidak menarik, tapi seolah takdir berpihak padanya untuk tetap bisa diterima banyak orang. Kadang aku merasa iri pada bolu gagal itu. Kenapa dia bisa diterima, sedangkan aku selalu mendapat cemooh?

Lalu, mengapa brownies itu manis dan bikin ketagihan, ya?

Layaknya suatu hubungan, bisa dikatakan manis dan bikin ketagihan—kalau setiap individunya melakukan simbiosis mutualisme. Sedangkan aku ... tidak pernah menjalin suatu hubungan dengan bumbu manis itu, apalagi sampai bikin ketagihan. Setiap kali cowok-cowok berotak dangkal itu menginginkan 'lebih' dari hubungan yang sedang dijalani, aku sudah memutuskan hubungannya. Jangan harap aku akan menurutinya!

Dan satu hal yang pasti, setiap kali aku menjalin suatu hubungan, tidak pernah sekalipun aku melibatkan hatiku—apalagi sampai menyerahkan badan beserta hatiku pada orang yang jelas-jelas tidak pantas mendapatkannya dan melakukan syarat 'simbiosis mutualisme'.

Aku membiarkan mereka merasakan jatuh lalu bangun lagi untuk mendapatkanku. Aku juga tidak pernah menyuruh mereka untuk menyukaiku, mengejarku, bahkan sampai rela menjadi bodoh karena menyukaiku. Lagipula, aku juga tidak berhak untuk melarang usaha baik mereka.

Iya, aku selalu menganggap itu semua sebagai usaha baik mereka untuk menyukaiku, hanya karena mereka memiliki pujian untuk diriku, tidak ada yang benar-benar mencintaiku.

Karena menurutku, cinta itu hanya sebuah pembodohan, sesaat dan ... semu.

Di luar sana, banyak orang yang terlalu naif untuk menjadi pemuja kebodohan—memuja perasaan cintanya sendiri untuk orang yang mungkin saja tidak mencintai mereka.

Lantas, pernah juga ada seseorang yang bertanya padaku, bagaimana dengan orangtua, kakek-nenek, dan para kerabat yang sudah menikah atas dasar cinta dan tetap bertahan dengan pernikahannya hingga puluhan tahun, kemudian dipisahkan oleh maut?

Ya ... jelas aku tidak bisa menjawab hal itu.

Sungguh, aku tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa mereka menjalin komitmen atas nama Tuhan dan bisa setia hingga akhir hayat?

Aku tidak bisa menjawabnya karena ....

Orangtuaku tidak begitu. Orangtuaku tidak menjalankan komitmen atas nama Tuhan. Bahkan mereka menjalankan apa yang dibenci Tuhan; perceraian.

Bagaimana dengan keluarga?

Aku tidak punya keluarga—menganggap mereka semua tidak pernah ada.

Enyahlah, pertanyaan kotor dan sok ingin tahu kayak gitu! Aku nggak akan menjawabnya!

Karena kenyataannya, saat aku menulis bagian ini, hatiku sedang diselimuti kabut kelabu yang tidak bisa didefinisikan apakah membawa dampak baik, atau justru sebaliknya.

Kali ini, biarkan aku sedikit memberi bocoran, bahwa aku sedang merasa bimbang.

Apakah aku mencintai seseorang? Atau hanya menyukainya saja? Atau justru ... aku menyukai bagaimana perasaan ini mulai menjalar dan memberikan reaksi aneh terhadap kinerja otakku?

Membuatku seolah menjadi salah satu orang bodoh yang memuja pembodohan.

Aku, Aira Fanda Warema ... hanya salah seorang mahasiswi slengek'an, yang sering dipandang sebelah mata oleh orang lain. Cewek perokok, suka gonta-ganti gaya rambut, pemegang track record penjalin hubungan buruk sepanjang masa, sering berkata kasar, tidak tahu malu, bahkan terlihat tidak pantas untuk dicintai orang lain—justru merasakan hal aneh yang sedang menyelimutiku hanya karena satu orang. Dan orang itu adalah si sempurna Deon Andaresta.

Persetan untuk semua hal di bumi ini! Aku bahkan tidak mengerti dengan diriku sendiri, bagaimana akhirnya aku bisa menyukai makhluk Tuhan sesempurna Deon?!

Keterlaluan! Sejauh ini aku hanya menyukai brownies. Bagaimana bisa, akhirnya aku menyukai dia? Bahkan dia punya predikat terbaik dalam hirarki hidupku; SAHABAT. Label munafik yang sebenarnya nggak masuk di akal!












14 September 2017

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

14 September 2017

KASIH TANGGAPAN KALIAN TENTANG PROLOG INI YAAAAA HHEHEHHEHE 😚😚😚😚

Sehitam Brownies Seputih SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang