Part 23

2K 284 32
                                    

11 Maret 2018

Sepertinya aku sudah terbiasa menjauh dari Deon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepertinya aku sudah terbiasa menjauh dari Deon. Walaupun kami satu komunitas, sama sekali aku tak pernah bertemu Deon. Mungkin dia juga menyerah dengan kergoisanku yang menyuruhnya 'berhenti', baguslah kalau dia paham.

Selama ini pun grup seolah mati suri, semua sibuk dengan urusan masing-masing. Dan aku yang menahan diri untuk tidak menyapa Deon seperti biasanya. Iya, selama ini selalu aku yang menyapanya di chat, semuka tembok itu. Sekarang aku sadar bahwa hal itu tidak lagi pantas dilakukan terhadap orang seperti Deon.

Oh, by the way ... beberapa hari yang lalu Deon memposting foto bersama Shafira, kudengar dari anak-anak komunitas ternyata Deon ada project yang harus melibatkan Instagram dan mengunggah foto bersama Shafira, aku bahkan tak membaca caption yang ditulis. Aku pun tidak ingin tahu project apa itu. Terserah. Lanjut ke tahap lebih dari partner kerja pun aku tak peduli--Hng ... berusaha untuk tidak peduli, mungkin.

Sudahlah, menyerah saja dengan Deon si sempurna itu. Untuk apa aku melihat pada sesuatu yang tak tergapai, apabila di dekatku ada seseorang yang pantas untuk dianggap.

Siapa lagi kalau bukan Kaviar. Iya, si senior yang nggak pernah menyerah itu sekarang menemaniku belanja bulanan untuk mengisi kulkas dan kitchen set yang biasa terisi mie instan. Ia yang membawa trolli, dan sesekali memilihkan produk ataupun sayuran untukku.

"Lo harus beli ini, nyokap gue selalu nyuruh gue nyiapin sarden kalengan karena gampang dimasak."

Tuh, sebawel itu. Kaviar berperan sebagai Abang yang baik dan calon gebetan yang worth it. Duh, bentar ... koreksi. Maksudku, (((kayaknya))) yaaaa, Kaviar kayaknya bakal jadi calon gebetan. Baru kayaknya. Elah.

"Ambil dah," sahutku acuh, berjalan di belakang mengikutinya.

"Roti udah?"

"Belum."

"Jangan lupa roti, susu, sama selai. Sebelah mana sih?"

"Sana," kataku dengan menunjuk bagian roti dan susu.

Seberlebihan itu Kaviar. Iya, dia jadi lebih dekat beberapa langkah denganku semenjak aku memutuskan untuk tidak lagi mengacuhkannya. Beberapa hari ini dia rutin menelpon sebelum kami tidur, kemarin pun dia habis menemaniku perawatan rambut dan dia rela menungguku berlama-lama tanpa ngedumel.

Paling bisa banget Kaviar mengambil simpati cewek. Siapapun pasti berpikir ulang apabila ada cowok yang bersikap seperti itu. Menunggu di salon, coy! Dia bahkan rela digodain banci salon demi menungguku hair mask dan retouch hair colour.

Setelah trolli terisi penuh, Kaviar menggiring ke kasir. Aku diam saja, ingin tahu seberapa besar dia bertindak seperti pacar dan tanggung jawabnya.

Ketika mbak kasir menyebutkan nominal belanjaanku, Kaviar mengeluarkan kartu debitnya. Buru-buru aku mencegah dan menyerahkan kartuku pada mbak kasir.

Sehitam Brownies Seputih SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang