Part 27

2K 273 56
                                    

05 April 2018.
Warning: typo bertebaran, dan part ini 18+ yesh.

Aku tak bisa melakukan hal yang bertentangan dengan prinsip hidupku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tak bisa melakukan hal yang bertentangan dengan prinsip hidupku. Katakanlah bahwa aku terlalu idealis. Namun, aku sungguh tak ingin melukai keluargaku yang bahkan telah hancur.

 Namun, aku sungguh tak ingin melukai keluargaku yang bahkan telah hancur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jarak wajah Kaviar denganku sungguh sangat dekat sekarang. Hingga beberapa detik dia hanya menatapku dan tersenyum seperti iblis. Aku takut. Tubuhku sudah hampir lemas karena tatapannya yang mematikan.

"Would you be mine, Ra?"

Dia menepis jarak yang tersisa di wajah kami. Tangannya mencoba menaikkan wajahku agar seimbang dengannya. Bibir kami pun sedikit lagi menempel. Namun, aku beruntung ketika suara dering ponsel mengalihkan Kaviar.

Itu dering dari ponselnya. Dia lantas mendesah frustasi dan mengacak rambutnya sambil berjalan meninggalkanku dan mengambil ponselnya yang terletak di meja bar. "Sialan, ganggu aja!" gerutunya.

Aku langsung bersandar lemas di sofa. Demi Tuhan, kami nyaris berciuman secara sadar dan aku pasti akan terperangkap pada segala pesona Kaviar. Membayangkannya saja membuatku pusing. Kesalahanku yang telah membiarkannya mengakses bibirku beberapa kali saat aku dikuasai minuman beralkohol.

Aku melihat Kaviar sibuk berbincang dengan seseorang di balik panggilan itu, hingga sepertinya nafsu yang tadi dia rasakan teralihkan sesaat. Aku mendesah pelan, kemudian menarik tas dan mencari rokok beserta pemantiknya.

"Gue harus tetap waras," gumamku sambil berpindah ruang ke teras yang tertutupi pintu kaca dan membawa 'teman'-ku ini.

Menghisap gulungan nikotin memang satu-satunya cara mengalihkan pikiranku. Mengembuskan asapnya sambil melihat pemandangan sekitar apartemen Kaviar yang terlihat sepi--padahal ini masih sore.

Bau bekas hujan yang masih tersisa menguar di udara, beradu dengan kepulan asap rokok. Aku tertawa skeptis mengingat kebodohanku hingga aku terperangkap bersama Kaviar sekarang. Dan tawa samarku terhenti ketika sebuah tangan melingkari pinggangku. Ini ... Kaviar! Mataku otomatis membulat, kepulan asap langsung menyembul dari bibirku.

"Urusan kita belum selesai," bisiknya. Dan aku merinding hanya karena bisikannya.

Astaga, Tuhan ... selamatkan aku dari aura terkutuk dan pembuat dosa seperti Kaviar ini. Siapapun mahasiswa di kampus tahu, Kaviar adalah lelaki paling berbahaya di fakultasku setelah Viktor.

Sehitam Brownies Seputih SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang