19 Agustus 2018
Tau nggak, rasanya ketemu orang tua gebetan tuh kayak mau ujian praktek senam. Deg-degan tapi gemes. Ah, gitudeh. Susah dijelasin.
Aku mulai terbiasa lagi bersama Deon. Sekarang dikit-dikit sama Deon. Seolah Levin menepati ucapannya beberapa waktu lalu, dan membiarkan Deon ada di dekatku terus.Entah kenapa sudah tak ada lagi rasa risih atau lainnya. Sekarang justru mulai berganti nyaman tiap kali sama Deon.
Aku juga sudah bisa mengutarakan pendapatku—apapun itu, termasuk saat aku mulai kesal dengan dia, dan dia yang selalu mau mengalah.
Sekarang aku tahu bahwa Deon orang yang pengalah, tapi kalau masalah rokok dia tetap tegas padaku.
Seperti sekarang, semenjak masuk area kantin dia berulang kali bilang "nggak ada rokok hari ini!"
Halah, macam Rangga AADC aja! Cuma bedanya kalo Rangga ... "Tidak ada New York hari ini."
Bener nggak tuh?
Pokoknya, Deon ini punya bakat jadi diktator sejati. Asalkan nggak kayak Adolf Hitler sih nggak masalah.
Kami melangkah menuju kios mie ayam. Aku sih mengekor saja. Lalu dia menyebutkan pesanannya.
"Empat, dibungkus ya, Mas."
Ucetda. Banyak juga. "Buat siapa aja?" tanyaku langsung padanya.
"Buat gue, elu, sama bokap-nyokap di flat."
Hah? "Gimana-gimana maksudnya?" tanyaku sambil mengerjap.
"Ya gitu deh. Nggak ada siaran ulang!"
Aku mencibir. "Kok gue dibeliin?"
Sambil menarik bangku dan menunggu pesanan, Deon menjawab, "Iya makan dulu di tempat gue, nanti baliknya baru gue anterin."
Aku menelan ludah susah payah. Maksudnya Deon ini gimana, sih? "Lagi ada orang tua lo di sini? Gue tunggu di kampus aja deh, nggak usah pesenin mie ayam. Mubazir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehitam Brownies Seputih Susu
JugendliteraturApa yang lebih buruk dari masa lalu? Masa sekarang yang tidak dihargai dan hanya dianggap sebelah mata oleh orang lain. Begitulah, sejengkal pun aku tak pernah meminta sesuatu yang menyulitkan sepanjang hidupku. Aku hanya ingin memaafkan masa lalu d...