Apa yang lebih buruk dari masa lalu?
Masa sekarang yang tidak dihargai dan hanya dianggap sebelah mata oleh orang lain.
Begitulah, sejengkal pun aku tak pernah meminta sesuatu yang menyulitkan sepanjang hidupku. Aku hanya ingin memaafkan masa lalu d...
Sesuai janji, hari Sabtu aku update. Siapa yang abis malem mingguan?
Kangen babang Deon dikit-dikit dulu yaaa, biar gak bosen. Karena part berikut-berikutnya dia udah kembali lagi hueheheheh.....
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ketika denting lift berbunyi, cepat-cepat aku menghapus jejak air mata yang sempat menetes. Aku mengatur napas dan mendadak tercekat ketika pintu lift terbuka. Ada Deon di sana, sendirian.
Mataku mendadak membulat, hal serupa pada Deon. Dia terlihat menenteng kantung plastik supermarket.
"Ai?" tanyanya, sambil keluar dari lift dan berdiri tepat di hadapanku.
Aku berdecak pelan. "Permisi," kataku, tanpa mau menatap matanya, langsung menahan tombol lift agar pintu tidak tertutup
Dia menghadang. Badannya tak bergerak sama sekali, tangannya menahan lenganku. "Lo ngapain di sini, Ai?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. Dia memerhatikanku dari ujung rambut hingga kaki.
Aku merasa risih ditatap seperti itu, lalu menyingkirkan tangannya dari lenganku. "Bukan urusan lo!"
Aku langsung masuk ke dalam lift dan Deon berusaha menahan pintu agar tidak tertutup.
"Lo nangis? Kenapa? Bilang sama gue—"
Aku langsung menggeleng sambil tersenyum tipis—memotong pertanyaannya. Deon tidak boleh tahu apa yang kulakukan di sini.
Mungkin, Deon merasa tak ada tanggapan positif dariku, dia tak lagi menahanku dan membiarkan pintu tertutup.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku sungguh tak paham dengan pola pikir Deon. Dia yang selalu sok peduli dengan keadaanku, menggangguku yang berusaha menghindarinya, hingga membuatku muak dengan sikapnya yang tidak tepat itu.
Deon membanjiriku dengan panggilan telepon sejak aku keluar dari gedung apartemen. Dia seolah khawatir padaku dengan mengirim chat yang membuat kepalaku pusing.
Ada dua belas chat darinya yang hanya kulihat tanpa niat membalasnya.