Laptop Om

9.6K 31 1
                                    

Sesum

Sesum 13 Februari 2018

“Kau tidak akan mengacuhkanku sepanjang malam, ‘kan?” Terdengar suara bariton dari arah belakang. Mendengar pernyataan penuh maksud itu, pemuda pirang dengan jaket hoodie orange sejenak menghentikan gerakan jarinya. Walau tidak bisa melihat wujud pria yang berbicara, ia bisa membayangkan mata hitam lelaki itu menatapnya lekat.

“Sebentar, Paman. Aku hampir mengalahkan bos game ini.” Pemuda yang diajak bicara, memutuskan untuk meminta injury time. Game yang sedang dia mainkan di televisi besar di depannya sedang seru-serunya. Dia hampir mengalahkan bos pada level ini, jika dia diberi waktu sedikit lagi, dia akan dapat memplagiat kemampuan musuhnya dan naik tingkat. Jadi, pria tua bermarga Uchiha itu harus menunggunya.

“Apa kau menyerah menginginkan laptop Azuz ROG GX800VH yang terakhir kali kau minta?”

Tombol pause langsung tertekan, wajah berwarna madu dengan pipi bergaris tiga pasang itu menoleh bersemangat. Mendengar merek laptop gamer incarannya disebutkan, jantungnya mulai berpacu cepat. Apakah mungkin ia akan mendapatkan laptop seharga  lebih dari enam ratus ribu yen itu? Apa ia akan seberuntung itu?

“Paman, akan membelikannya?” Netra biru langitnya menyipit, menyembunyikan pancaran kilau semangat dan antisipasi yang sedang melandanya.

“Tergantung usahamu malam ini, Bocah.” Pria berusia hampir empat puluh tahun itu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan nyaman, kedua tangannya terlipat di depan dada bidang yang terbalut jas resmi berwarna navy blue, bibir tipis mahal senyumnya terangkat, menambah pesona dan karisma di wajah tampan yang tidak lagi bisa dianggap muda. Pemuda itu bisa merasakan tantangan dan perintah di mata hitam malam lelaki yang ia panggil paman.

“Kau yang meminta, Paman. Jangan salahkan aku jika punggung  tuamu terkilir.” Kelakar sang pemuda. Menampik kenyataan jika pria tua di depannya ini memiliki stamina melebihi dirinya.

Uzumaki Naruto langsung melempar konsol di tangan. Dia menyeringai penuh semangat untuk mendapatkan laptop impian. Dia tidak perduli jika pinggulnya yang akan patah. Dengan tergesa ia membuka jaket dan bajunya, mempertontonkan dada kurus dengan otot yang baru terbentuk. Bekas cupang peninggalan si paman di leher dan dada sekitar puting masih belum hilang, tanda itu merah menyala di atas kulit mudanya. Dengan ayunan terakhir, ia lempar celana dalamnya ke sembarang arah.

Kini, ia telanjang bulat.

“Tidak bisakah kau membuka baju perlahan dengan gerakan yang seksi? Aku bahkan tidak keberatan menelanjangimu.” Lelaki bernama Uchiha Sasuke itu terkekeh geli. Jelas sekali jika pemuda yang telah bersamanya selama setahun  ini begitu menginginkan laptop itu.

“Dan membiarkanmu mengoyak bajuku lagi?”

“Aku bisa membelikanmu lagi kalau mau. Kau hanya perlu mengangkang untukku.” Naruto mendengus mendengar jawaban dari pria yang hampir berusia dua kali lipat dari dirinya. Mengatakan pada diri sendiri untuk menelan harga diri, bagaimanapun ia sadar, dia hanya simpanan yang dipelihara pria mesum yang sudah beristri.

“Kau akan tetap diam di situ, atau mulai usahamu?”

Dengan senyum yang dikulum, Naruto menyambut tangan Sasuke yang terlulur menyuruhnya mendekat. Tangan kapalan yang lebih besar dari miliknya terasa nyaman dalam genggaman Naruto.

Tubuh Naruto meremang, elusan ibu jari kasar di bibirnya membuatnya terangsang. Dia kulum ibu jari pria tempatnya bermanja, menggoda libido pria tuanya hingga di ambang batas.

Naruto mencondongkan diri ke depan, memanggut bibir beraroma cerutu yang dulu sempat tidak ia suka. Ciumannya turun ke leher, menikmati aroma mint  dan musk yang membelai indra penciumannya. Jari-jarinya mulai melucuti pakaian pria tuanya, menuntut melihat tubuh indah dengan otot sempurna yang selalu membuatnya bergairah.

Gerakan Naruto terhenti, terdapat bekas noda merah yang ia curigai sebagai darah di kerah baju Sasuke. Pikiran negatif tentang prianya langsung ia buang. Jangan pikirkan, jangan pikirkan, jangan pikirkan, jangan tanya, jangan tanya, mantra yang sering ia gunakan  entah sejak kapan. Ia tidak ingin tahu apa yang dilakukan pria yang selalu memenuhi kebutuhannya, namun harusnya hanya ia kenal sebatas nama.

Tangan Naruto sampai di gundukan yang terkekang celana. Berbaik hati ia membuka resleting dan membebaskan kejantanan siap tempur milik partnernya. Perlahan dia menurunkan mulutnya, menyambut benda tegang kelebihan ukuran yang sering membuatnya kewalahan.

Aroma jantan dari pria tuanya membuat Naruto tegang. Penisnya ikut semakin menegak di setiap kuluman yang ia lakukan. Pertama kali ia melakukan ini, ia muntah. Namun kini tubuhnya menemukan kenikmatan dari mengulum penis pria lain. Pria tuanya. Mungkin Naruto telah berubah dalam asuhan ‘pamannya’.

“Kau semakin ahli dalam bidang ini.” Naruto mendongak dengan mulut yang masih penuh, dia tersenyum melihat gurat kenikmatan di wajah Sasuke.

“Jdadhi, Phamand akhan mehmbehlikhanku?” ucap Naruto dengan mulut penuh kejantanan Sasuke.  Naruto belum lupa dengan laptop impiannya.

“Terlalu cepat untuk meminta, Bocah. Mungkin jika kau menari di pangkuanku, aku akan mempertimbangkan dengan serius.”

Menurut dengan undangan itu, Naruto naik ke atas pangkuan Sasuke dan mencabut buttplug yang ia gunakan sedari tadi. Dia mendesah antara nikmat dan perih saat ia turunkan pinggulnya menyambut penis Sasuke. Bersyukur telah  mengantisipasi kedatangan pria ini, dan mempersiapkan diri. Belum sempat Naruto melakukan goyangan, telepon Sasuke berbunyi.

“Bisa kau matikan saja?” protes pemuda itu. Mana enak diganggu saat sedang bercinta.

“Tidak bisa, ini istriku yang menghubungi.”

Mulut Naruto langsung terasa asam. Mata birunya terbelalak begitu Sasuke mengangkat teleponnya. Pria mana yang mengangkat telepon istrinya ketika menyetubuhi selingkuhannya?

“Ada apa, Sakura?” Naruto langsung kehilangan kemampuan berbicara begitu mendengar nama istri orang yang menusuk bokongnya. Walau dia tahu Sasuke sudah menikah, tapi tetap saja ini terasa canggung sekali. Dan sedikit terasa menyebalkan. Salah, sungguh teramat menyebalkan.

Melihat Naruto membatu, Sasuke mengambil kendali, ia gerakkan naik turun bokong Naruto.

“Angh!” Naruto menutup mulutnya. Menghalangi desahan yang mengancam terlontar.

“Sasuke, jangan temui pemuda itu lagi. Dia mata-mata Danzo!” suara wanita terdengar begitu Sasuke menekan tombol speaker. Jelas ia ingin Naruto mendengarnya.

Wajah Naruto pucat. Dia berdoa pada dewa-dewi, semoga yang ia sangka tidak terjadi.

“Apa maksudmu?” Berbeda dengan nada tenang yang Sasuke  perdengarkan, pandangannya membakar Naruto pelan.

“Jangan berlagak tidak mengerti, aku tahu tentang pemuda pirang yang menjadi gundikmu setahun ini. Dia anak buah Danzo. Sai baru saja memberitahuku. Kau ingat, Sasuke. Aku tidak keberatan kau memiliki pria atau wanita lain, tapi akan kugorok sendiri leher pemuda itu jika ia membahayakanmu atau organisasi kita!” Nada murka tidak luput dari telinga Naruto.

“Tenanglah Sakura, apa kau kira aku begitu bodoh bisa diperdaya? Biarkan aku menangani ini sendiri. Jika harus menghukum, aku akan melakukannya secara pribadi.”

Badan Naruto bergetar, kejantanan yang sempat tegak berdiri telah jatuh lunglai. Apa ini sungguh terjadi? Tolong katakan ini mimpi.

“Maafkan istriku, dia terlalu cepat marah.” Tidak ada tanda-tanda keterkejutan di wajah Sasuke.

“Ka-kau tahu,” cicit Naruto.

“Dasar, Bodoh. Tentu saja aku tahu. Kau tidak terlalu pintar berbohong untuk menjadi mata-mata, Naruto.” Jari yang tadi terasa nyaman di kulit Naruto kini terasa mengancam. Belaian ringan di wajahnya membuat dirinya semakin pucat.

Dari awal harusnya Naruto menolak tugas ini. Jika saja ia berkata tidak, untuk tawaran Danzo guna memata-matai ketua yakuza terbesar Jepang, maka dia tidak akan menemui keadaan seperti ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Apa nyawanya akan melayang?

“Kenapa berhenti? Bukankah kau ingin hadiahmu?” Sasuke menangkup bokong Naruto, mencoba menggerakkannya seperti tidak ada hal penting yang baru saja dia bicarakan.

“Kau akan membunuhku?” Rasa takut Naruto tersisipi perasan menyesal. Dia merasa aneh dengan dirinya yang lebih merasa bersalah karena mengkhianati Sasuke dari pada keselamatan dirinya. Apa Naruto telah kehilangan kendali perasaannya sendiri? Apa ia terlalu dalam mengambil peran yang ia mainkan? Ah, mungkin saja. Buktinya telah lama ia tidak pernah melaporkan informasi penting tentang pria ini pada bosnya.

“….”

“Apa aku mengecewakanmu?” tanya Naruto. Matanya telah berkaca-kaca, kepasrahan akan nasibnya membuatnya bisa menatap mata Sasuke dengan tenang.

“Ya.”

Hal itu menohok Naruto. Walau dia telah pasrah, tetap saja tubuhnya bergetar hebat. Dia teringat noda darah pada baju Sasuke. Apa ia akan berakhir sama dengan korban Sasuke yang lain?

“Kau akan menghukumku?”

“Ya.”

“Bagaimana ...”

“Kita akan mencari tahu nanti.”

Naruto ingin menghilang.

End

SeSum - Selasa MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang