Dia memandangku dengan senyuman tersemat di wajahnya. Bibirnya bergerak-gerak tanpa suara, aku mengangguk. Teralih pada meja yang tengah kubersihkan.
"Hey, kau mengacuhkanku!"
Aku mendongak, dia telah berdiri di hadapanku dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Aku tidak mengacuhkanmu." Aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang tertunda.
"Kau bahkan menghindariku akhir-akhir ini." Tanganku dicekal olehnya. Jemari tangannya memegang daguku, membuatku terpaksa menatap wajahnya yang rupawan.
"Aku tidak melakukan apa yang kau tuduhkan padaku tadi, Ian." Aku mengembuskan napas perlahan.
Ian tiba-tiba menarik tanganku. "Hey! Aku belum menyelesaikan pekerjaanku!" Aku meronta.
"Dean! Lanjutkan pekerjaan Jack. Aku ada urusan dengan Jack sebentar." Perintah Ian pada Dean yang ada di belakang meja kasir. Dean menjawabnya dengan anggukan. Sialan! Jika Ian sudah dalam mode keras kepala seperti ini, apa pun perkataan yang kuucap tidak akan didengar.
Ian menarikku ke dalam ruangan yang berisi perabotan kebersihan. Yang lebarnya sekitar dua petak.
Ian menyandarkanku pada tembok, di antara kungkungan kedua tangannya. "Jawab saja. Apa sikapmu yang berubah akhir-akhir ini karena ada yang salah denganku?" Ian mendekatkan wajahnya.
"Sudah kukatakan. Aku tidak marah, ngambek, atau sebagainya padamu. Apa kau masih belum puas?!" Kutatap matanya yang berwarna hijau koral.
"Mmmhhhh ...."
Ian menciumku dengan brutal dan mendadak. Lidahnya menjelajah rongga mulutku. Membelit lidahku, bahkan bibirku pun tak luput dari keganasannya.
Tangannya menyusup melalui bagian bawah bajuku. Mengitari perut, lalu semakin ke atas.
"Mmmhhhh ...."
Kedua tangannya memilin putingku. Kakiku terasa lunglai. Ian segera menahan tubuhku. Melepaskan pagutan bibirnya.
"Kau harus diberi hukuman."
Ian menggesek pangkal pahaku dengan lutut.
"Ahhh ...."
Ian menarik celanaku turun. Tangan kanannya mencabut sesuatu dari bagian belakang tubuhku.
"Hmm ... buttplug ini sudah tidak diperlukan lagi." Ian melemparkan barang itu sembarangan.
"Ian, bagaimana jika nanti ada yang memergokimu? Entah mata-mata suruhan ...."
Ian mencium bibirku lagi, "Diam dan nikmati saja."
Perlahan tubuhnya bergerak turun. Wajahnya tepat di depan selangkanganku. Matanya menatapku menggoda, "Akan kubuat kau melayang."
Bibir itu terbuka dengan lidah terjulur, menjilat dari ujung hingga pangkal kejantananku.
"Ssshhh ...."
Ian membuka mulutnya. Melahap kejantananku utuh. Uh ... lembab dan hangat.
Kepalanya mulai bergerak maju mundur, terkadang lambat dan mendadak cepat. Tangannya memainkan kedua bolaku yang menggantung.
"Ahh!"
Satu jari Ian menusuk lubangku dengan mendadak. Perih.
"Ian ... sakit." Aku tanpa sadar menangis.
Kepala Ian bergerak cepat, maju mundur berulang kali. Sakit yang sempat kurasa lenyap begitu saja, tergantikan dengan kenikmatan.
"Ian, aku akan ...." Aku tidak bisa menahannya lebih lama.
Ian menusukkan jarinya lagi. Bergerak memutar, melebarkan lubangku.
Ian melepaskan kulumannya, "Berbaliklah."
Aku membalik badanku. Kedua jari Ian terlepas. Aku baru saja menarik napas lega, ketika sebuah benda tumpul yang berukuran lima kali lipat dari kedua jari tadi menusukku.
"Uhh ... kau semakin sempit, Jack." Ian berbisik di telingaku.
Perlahan, benda tumpul itu bergerak maju mundur. Keluar masuk lubang. Ritmenya pun semakin cepat. Menghentakkan tubuhku yang menempel di tembok.
"Ah! Ah! Ian!" Aku hanya sanggup menyebut nama Ian. Tidak sanggup melukiskan kenikmatan di awang-awang.
"Kau nikmat, Jack!" Dengan hentakkan kasar dan dalam, Ian menyemburkan cairan hangatnya di dalam tubuhku.
"A-aku juga. Ahh ...." Aku memuncratkan cairanku di tembok.
Deru napas kami beradu. Terengah-engah tapi dengan senyuman.
Ian menciumku lagi. "Jangan lakukan hal itu lagi."
Aku mengangguk. Ian melepaskan kejantanannya, dapat kurasakan cairan keluar dari lubangku.
"Aku ada urusan sebentar. Jadilah anak baik." Ian mengelus rambutku.
Aku segera mengenakan celanaku kembali. Menyusul Ian keluar. Tapi, pemandangan di luar gudang perabot membuat dadaku terasa sesak.
Ian berdiri di sana, tengah bercumbu mesra dengan wanita paruh baya.
Aku menarik napas dalam lalu mengembuskannya. Lebih baik aku segera pulang.
"Dean, aku pulang duluan, ya!" Aku meraih tas dan jaketku.
"Ya. Hati-hati di jalan." Dean melambaikan tangan.
Aku membuka pintu belakang restoran tempatku bekerja. Udara dingin menyambutku. Tunggu! Mataku menyipit untuk memastikan dan dengan cepat mendekat.
"Jack, jangan mendekat!"
Aku berhenti beberapa meter. Ian di sana, dengan sebuah pisau bernoda darah di ujungnya.
"Apa yang kau lakukan?"
Ian menggotong tubuh wanita dengan luka di perut ke dalam mobil miliknya.
"Bukankah kau bilang bahwa ingin memiliki sebuah manekin baru?"
Aku tersenyum lebar, "Apa itu untukku?"
Ian mengangguk, "Cepatlah masuk. Kita pulang."
Aku membuka pintu mobil bagian samping, Ian menyusulku kemudian.
"Ian sebetulnya aku menginginkan dua manekin." Aku menatapnya.
"Baiklah. Nanti—"
DOR!
"Manekinku selanjutnya adalah tubuhmu."
Kepala Ian tertembus tepat di bagian tengahnya. "Dengan begini, aku akan memiliki manekin plagiat yang sama sepertiku!"
Aku menarik tubuh Ian ke bagian belakang mobil. Bertumpuk dengan mayat istrinya itu. Aku beralih ke bagian kemudi. Hmm ... siapa targetku selanjutnya, ya?
Tamat.

KAMU SEDANG MEMBACA
SeSum - Selasa Mesum
De TodoKompilasi cerita Mesum untuk yang berumur 21++ Makasih banget buat yang dengan setia dan sabar menunggu hingga hari Selasa, menunggu Apdet Sesum. *geleng geleng pala*