Chapter 4⚫ADA SETAN

25 0 0
                                    

Dengan langkah malas aku menuju ke ruang berkas di perpustakaan lantai 2. Menaiki anak tangga demi anak tangga dengan perasaan dendam pada lelaki moodbreaker satu ini. Namun anehnya aku tak melihat raut kejengkelan di wajahnya mungkin karena ia sudah terbiasa dihukum.

Sesampainya di lantai dua perpustakaan bulu kudukku langsung berdiri. Bagaimana tidak, disini suasananya sangat menyeramkan. Ruangan ini jarang dijamah. Isinya hanyalah berkas-berkas yang entah sudah berapa lama berdebu tebal. Belum lagi sempat melintas di pikiranku tentang cerita banyak siswa yang berkata tempat ini ada 'penunggunya'. Damn, I hate this. Padahal jika dipikir-pikir hari ini masih siang bolong. Cahaya matahari pun banyak masuk ke ruangan, menembus dinding kaca jendela yang berjajar di sisi ruangan.

"Ngapain lo diem aja disitu, beresin cepet" perintah Ferdy.

Aku memelototinya karena seolah tau bahwa aku sedang ketakutan. Aku tak mau dikira penakut olehnya, walaupun sebenarnya aku memang penakut.

"Semua ini gara-gara elo" kataku.

"Kalo lo mau ngalah juga kita gak bakal ada disini sekarang"

"Ya harusnya elo yang ngalah. Gue duluan juga yang ambil"

"Gue yang bener. Titik"

"Serah"

Aku mulai membersihkan berkas-berkas dari debu, menatanya ulang sesuai dengan abjadnya.

Haching. Hachiing. Hidungku ini sangat sensitif sekali dengan debu, hingga membuatku bersin berkali-kali.

"Nih pake" Ferdy menyodorkan masker padaku.

"Nggak usah sok baik deh" tolakku.

"Yaudah kalo lebih milih bersin-bersin, makan tuh debu" balasnya sambil mengkibas-kibaskan kemoceng di depan wajahku yang berhasil membuat bersinku tambah parah. Hachingh. Hachingh.

"Rese bener sih lo"

"Gengsi banget sih lo"

Arggh. Kulanjutkan lagi menata berkas-berkas sambil menahan bersin. Rasanya sangat menyiksa sekali. Disaat sibuk-sibuknya bekerja Ferdy tiba-tiba berteriak histeris. Tentu saja aku kaget. Dia sampai melonjak naik ke meja dan tak berhenti berteriak-terial histeris.

"Haaa... Aaaa... Huaaa mama"

"Berisik banget sih lo!" aku mendekat kearahnya karena penasaran.

"Itu ada kecoaa. Ih jijik banget deh gue"

"Hahahahahaha" tawaku pecah. Sedang Ferdy melotot sangat horror ke arahku.

Aku mengambil kecoa yang sudah inalilahi itu, mengangkatnya tinggi-tinggi ke arah Ferdy.

"Makan nih bangke kecoa, ahahaha"

"Aaaa... Awas ya lo!" Ferdy berteriak histeris.

"Hahaha... Ada-ada aja" setelah aku puas ketawa aku membuang bangkai kecoa itu ke luar jendela. Ferdy sudah bisa tenang, tidak sehisteris tadi.

"Gausah ember kalo gue takut kecoa!" Ferdy memerintah dengan wajah merah seperti habis dipanggang.

"Suka-suka gue, mulut-mulut gue" balasku enteng sambil menertawainya lagi.

Ferdy membuang muka dan kembali membersihkan berkas-berkas, kali ini dengan langkah yang was-was.

Suasana kembali sepi. Ferdy dan aku sibuk masing-masing menyelesaikan hukuman kami. Kira-kira sudah 30 menit dia dan aku bergelut dengan debu. Ugh, lelah juga rasanya membersihkan berkas sebanyak ini.

Dear, My Possessive EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang