Sepulang sekolah hari ini karena aku ada janji belajar dengan Ferdy maka, aku tidak pulang bersama Bianca seperti biasanya. Bianca dan Ayu memang sempat mengomentari hubunganku dengan Ferdy. Mereka berpendapat bahwa kita semakin dekat. Akupun tidak menyanggah hal tersebut. Karena itu memang benar. Tapi aku hanya sedikit memberi tambahan bahwa kita dekat karena ujian nasional. Tak lebih. Merekapun mengerti meski tetap saja yang namanya Bianca dan Ayu itu tetap memakiku ketika aku membahas tentang Ferdy. Mereka bilang memang jangan terlalu membenci seseorang, nanti jadi emm.... you know lah.
Aku sudah menunggu Ferdy selama 10 menit di depan kelasku. Alih-alih yang datang Ferdy malah yang menghampiriku adalah, Nicole. Entah ada angin apa dia yang sudah lulus itu menghampiriku di sekolah.
"Veny?!" Sapanya dengan mata berbinar.
"Nicole? Ngapain?" Aku bertanya balik dengan wajah kaget.
"Mentang-mentang gue udah lulus ga boleh nih main kesini?"
"Oh, lo mau ketemu sama..."
"Elo. Hehehe." Nicole langsung memotong kalimatku yang belum selesai. Dan aku rasa ia hanya bercanda.
"Ngapain cari gue?" Tanyaku.
"Gue kangen sama lo. Boleh?"
"Hahaha. Lo ngapain kangen sama gue? Kan elo udah ada..." Perkataanku terputus lagi. Kali ini bukan Nicole penyebabnya. Tapi, Gracia.
"Haaii kesayangan akuuu. Udah lama ya nunggunya?" Sapa Gracia yang membuatku mual. Tak hanya menyapa Nicole ia seperti biasa, langsung memeluknya. Di depanku.
"Enggak kok. Baru aja. Hehe." Jawab Nicole. Ia tampak biasa. Apa karena di depanku? Apa ia menghampiriku hanya untuk memperlihatkan ini? Atau dia butuh ucapan selamat dariku lagi? Barangkali mereka sedang anniversary.
"Elo ngapain Ven disini?" Tanya Gracia dengan senyuman iblisnya.
"Gue...."
"Dia nungguin gue." Jawab Ferdy yang muncul dari belakangku, "Sorry ya Ven kalo lama." Sambungnya padaku.
"Eh, iya Fer nggak papa."
"Yaudah yuk sayang kita jalan." Kini Nicole yang angkat bicara.
Sayang? Barusan Nicole bilang sayang? Kayaknya tadi biasa aja. Dan sempat bilang kangen juga. Tiba-tiba jadi romantis sama Gracia? Haha. Cepet banget ya berubahnya. Dasar bunglon.
"Kita duluan ya Ven, Fer." Pamit Nicole.
Aku hanya tersenyum getir menjawabnya. Aku bukannya cemburu. Hanya saja aku kesal harus menyaksikan drama murahan mereka.
"Udah yuk, kita juga cabut. Ngapain juga sih masih disini liatin mereka. Lo pengen? Atau lo iri?" Tanya Ferdy.
"Enggak lah. Ngapain gue iri? Gue cuma risih."
"Yaudah. Kalo risih nggak usah diliatin."
Akhirnya aku dan Ferdy bergegas menuju rumahnya. Seperti yang sudah dijanjikan. Aku akan mengajarinya dirumahnya. Hmm, entah mengapa rasanya cukup nervous juga hehe.
Tak perlu waktu lama untuk berkutat dengan jalanan yang memiliki tingkat polusi tinggi. Karena Ferdy yang lihai menyelap-nyelip di antara kendaraan-kendaraan lainnya, membuat kami lekas sampai di rumahnya. Sama seperti terkahir kali aku kesini -waktu mangambil ponsel- rumah ini masih sepi.
"Kok sepi Fer? Pada kemana?" Tanyaku.
"Ada bibi kok di dapur." Jawabnya singkat.
"Papa mama kamu?"
"Kerja."
"Oh. Dimana?"
Ferdy yang semula berjalan di depanku, kini berhenti. Ia memutar tubuhnya sehingga menghadap aku sekarang. Menatapku, mendekatkan wajahnya ke wajahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Possessive Enemy
Teen Fiction[WARNING 18+]⚠Relasi aneh dari dua insan yang tidak pernah sehati namun tak pernah terpisah. Tak saling memahami, namun akhirnya saling mengikuti kemanapun angin membawa mereka pergi. ⚫ Ferdy: "I just wanna see. I just wanna see how beautiful you ar...