Aku masih mematung melihat punggung Ferdy yang mulai menghilang. Mendadak aku jadi takut. Aku takut jika ia berani macam-macam. Sempat terlintas di pikiranku untuk mengabaikan perkataannya barusan. Tetapi ada rasa penasaran jauh di dalam diriku yang mendesakku untuk mengikuti perkataannya.
"Oh jadi lo gini sekarang?" kata seseorang yang suaranya sangat familiar di telingaku.
Aku membalikkan tubuhku. Sempat kaget karna aku mendapati Ayu dan Bianca berdiri sambil melipat kedua tangan mereka.
"Kok lo pada masih disini?" kataku dengan nada bergetar.
"Kenapa? Lo sendiri juga masih disini. Katanya mau temenin kakak lo beli celana?" Ayu mengangkat alisnya.
Aku meringis karena tertangkap basah oleh kedua sahabatku. Ternyata mereka sebegitu pedulinya denganku. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.
"Jadi?" tanya Ayu.
Saat ini kedua sahabatku dan aku duduk di sebuah cafe yang baru saja di buka. Tempatnya tak jauh dari sekolah kami. Dibangun dengan nuansa klasik khas Pulau Dewata Bali.
"Jadi ya gitu" aku menceritakan kejadian tempo hari kepada Bianca dan Ayu. Dimana aku dengan terpaksa harus pulang bersama Ferdy dan harus hujan-hujanan di jalan.
"Sumpah. Serius lo?" Bianca menggebrak meja cafe membuat beberapa pengungjung lain tersentak dan melihat ke arah kami dengan tatapan tak enak.
"Biasa aja kali Ca. Nggak malu apa dilihatin?" kata Ayu.
"Iya. Gue nggak bohong. Gue sebenernya juga ngerasa aneh sama si Ferdy yang tengilnya minta ampun, bisa kayak gitu sama gue" jawabku.
"Gue jadi yakin deh Ven kalo yang nolongin lo itu Ferdy" tambah Ayu.
"Tapi Ferdy bilang___"
"Itu cuman alibi lah Ven. Gengsi lah dia kalau bilang nolongin elo. Secara kan dia iseng banget kalo sama elo" potong Ayu.
"Gue juga sempet mikir gitu sih Yuk. Tapi yaudah lah lupain aja. Guenya juga udah nggak kenapa-napa kok"
"Tapi tunggu deh lo mau nurutin kata-kata Ferdy?" tanya Bianca.
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Gue rasa lo harus hati-hati deh Ven. Siapa tau dia mau macem-macem sama lo. Masa dia tiba-tiba jadi baik sama elo? Coba deh lo pikir lagi" kata Bianca.
"Bener tuh Ven kata Bianca"
Aku juga setuju dengan pendapat mereka berdua. Jika dipikir-pikir Ferdy berubah menjadi baik itu mendadak sekali. Biasanya orang yang berubah mendadak itu ada maunya.
"Tapi gengs, hati-hati yang gimana nih? Gue nggak dateng atau gue dateng tapi bawa bodyguard?" tanyaku.
"Ya nggak harus bawa bodyguard juga kali Ven" Bianca memutar kedua bola matanya.
"Gimana kalo gue sama Bianca jadi spy" kata Ayu bersemangat.
"Spy?" tanya Bianca.
"Iya Ca, kayak tadi. Nggak ketahuan juga kan kita" jawab Ayu sambil nyengir.
"Gue setuju sama lo!" kataku bersemangat.
"Yaudah deh kalo gitu gue juga seutuju" tambah Bianca.
"Unch, thankyou teman-teman terbaikku" kataku sambil memeluk mereka berdua.
⚪⚪⚪
Hari eksekusi pun tiba. Sebelum melancarkan aksi spy ala Bianca dan Ayu, mereka berdandan sangat all out. Bagaimana tidak, Bianca menggunakan rambut palsu sebahu berwarna merah, berkacamata hitam, berkaus hitam, dan celana hitam. Sedangkan Ayu ia menggunakan rambut palsu yang panjang berwarna coklat kehitaman, berkacamata putih, menggunakan jaket kulit hitam, dan celana jeans hitam sobek-sobek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Possessive Enemy
Teen Fiction[WARNING 18+]⚠Relasi aneh dari dua insan yang tidak pernah sehati namun tak pernah terpisah. Tak saling memahami, namun akhirnya saling mengikuti kemanapun angin membawa mereka pergi. ⚫ Ferdy: "I just wanna see. I just wanna see how beautiful you ar...