Veny's POV.
Kuakui pendapat Ferdy memang benar. Namun, tak bisakah ia membiarkanku menyelesaikan masalahku sendiri? Dan tak bisakah ia jauh-jauh dari kehidupanku?
"Ngapain lo disini?" Tanya Nicole dengan wajah mulai tak enak.
"Kenapa? Nggak boleh? Emang ini kedai punya elo? Lo berdua doang yang boleh kesini?" Serentetan pertanyaan dari Ferdy mampu membungkam mulut Nicole.
"Tapi bisa kan nggak ikut campur?" Tanyaku balik yang juga membuatnya terbungkam. Nicole langsung tersenyum sinis pada Ferdy seolah mendapat pembelaan dariku.
Ferdy memakai kembali topinya tapi secara terbalik. Ia jadi lebih kelihatan macho meskipun tetap menyebalkan. Aku kembali bertatapan dengan Nicole. Aku menata kata-kata yang akan kusampaikan padanya berharap tidak membuat Nicole sakit hati.
"Nic, makasih elo udah mau semangatin dan doain gue. Tapi..."
"Gue tau Ven. Lo nggak mau pacaran dulu kan?"
Aku mengangguk mengiyakan tanyanya.
"Gue nggak ngajak lo pacaran sekarang. Maksud gue bareng sama gue itu bareng dalam perjuangan menggapai cita-cita kita masing-masing. Nah setelah nanti kita udah berhasil baru pertanyaannya gue tambah. Mau nggak elo barengan sama gue sampai maut yang memisahkan?"
Glek. Penjelasan Nicole membuatku ingin terbang sampai langit ke tujuh.
"Halah. Paling ntar kalo udah jadi mahasiswa udah pindah ke lain hati." Celetuk Ferdy lagi yang membuyarkan suasana romantismeku dengan Nicole.
Nicole hendak beranjak menghampiri Ferdy. Maybe dia udah kesal sama ulahnya Ferdy. Namun, aku menahan Nicole.
"Kita aja yang ngalah Nic. Balik yuk? Ujannya juga udah reda."
"Ppftt-_- yaudah yuk Ven." Nicole menggandeng tanganku di hadapan Ferdy. Seolah ia adalah pemilik tunggal tanganku.
"Jadi jawabnya apa dong?" Tanya Nicole di dalam mobil saat sampai depan rumahku.
"Semangat Nic kelas 3 nya. Good luck ya! GBU."
Nicole tersenyum sangat manis. Kukira ia sudah tau apa jawabku.
⚫⚫⚫
Lain hari ketika terik panas matahari menyinari dunia ini, aku sedang duduk-duduk di balkon depan kelas. Tentu saja dengan Bianca dan Ayu disamping kanan dan kiriku. Kita bertiga sedang asyik membicarakan drama korea yang baru (sudah lama tayang tapi baru kita tonton beberapa hari lalu bersama). Menceritakan tentang kehidupan sekolah yang rusak karena dibutakan oleh materi dan kekuasaan. Hingga makna pendidikan itu sendiri hilang di kancah pendidikan. Bagi kalian penggemar drakor pasti langsung bisa menebak judul drama ini. Yup, School 2017 *malah iklan* hihihi.
Tatapanku sesekali melihat ke bawah balkon. Disana adalah lapangan sepak bola. Kelas Ferdy sedang ada jam olahraga pagi ini. Entah kenapa mataku tak lepas memandang gerak-geriknya dari atas sini. Sesekali jika ia menatapku balik, aku mengalihkan pandangan pada Bianca atau Ayu.
Gadis itu, teman sekelas Ferdy. Sejak awal kuperhatikan dia selalu berada di dekat Ferdy. Bahkan ia mengelap keringat dan memberi Ferdy air mineral. Cih, aku memutar bola mataku. Dan entah kenapa Ferdy seolah manja sekali dengannya. Gracia. Remaja pujaan SMAN 2 Bhakti Mulia. Jago ngedance, cantik, tinggi, ramping dan berambut panjang. Aku juga sempat mendengar beberapa kabar tentang kedekatan Ferdy dan Gracia tapi aku tak terlalu memikirkan itu. Huh, untuk apa? Bukan urusanku. Tapi kenapa dari tadi aku marah-marah dalam hati?
"Kenapa? Merasa tersaingi?" Tanya Ayu padaku tapi tanpa melihatku. Melainkan melihat kemesraan yang sedang Ferdy dan Gracia pamerkan.
"Gak lah. Ambil aja tuh sedel becak gue nggak minat." Jawabku kesal.
"Ven, udah deh nggak usah bohong terus sama perasaan lo. Gue tau siapa elo. Gue kan sahabatan sama lo bukan baru aja." Kata Ayu.
"Yuk apaan sih?"
"Gue cuman nggak mau lo nyesel Ven. Gue tau Ferdy emang tengil, rese, suka gangguin elo. Tapi gue juga tau kalo dia sebenernya sayang sama elo."
"Dengan cara bermesraan sama cewek lain di depan gue?"
"Dia cuman kesel Ven sama elo. Gara-gara kemaren lo jalan sama Nicole."
"Lah, dia kan bukan siapa-siapa gue? Kenapa kesel sama gue?"
"Dia suka sama elo bege!" Kata Bianca sambil menjitak kepalaku.
"Aww, kalian gimana sih. Katanya lebih suka sama Nicole dari pada sama Ferdy?!" Aku tetap keukeuh.
"Nicole menurut gue baik sih Ven tapi kayaknya dia...." kata Bianca menggantung.
"Dia apa?"
"Ya gatau. Gue belum nemuin kurangnya apa sih. Maybe ntar lo kalo sama dia jadi LDR." Jawab Bianca.
"Yaelah gitu doang."
"Yaudah gini deh Ven, terserah elo mau pilih siapa toh yang mau ngejalanin kan elo. Tapi gue nggak suka lo sampe salah milih. Gue yakin lo udah gede dan tau mana yang terbaik buat elo. Oke?" Kata Ayu bak simbok-simbok yang menasihati anaknya.
"Iya Mama Ayuku yang paling bijak sedunia."
Kulihat lagi ke bawah tapi Ferdy sudah tidak ada disana. Saat aku membalikkan posisi dudukku membelakangi lapangan Ferdy lewat begitu saja meuju ke kelasnya, tanpa menatapku sedikitpun. Fine. Aku juga tak minta ditatap olehnya.
Sepulang sekolah aku berjalan bersama Ayu dan Bianca ke basement seperti biasa. Entah kenapa hatiku menjadi panas ketika aku melihat Gracia sedang merayu Ferdy untuk diantar pulang. Dan tanpa babibu yang biasa Ferdy lakukan, kini dengan mudahnya ia memberi Gracia helm bahkan memakaikannya pada Gracia. Menuntun Gracia untuk duduk di atas motornya. Membiarkan tangan putih mulus Gracia memeluk tubuh Ferdy dari belakang. Kemudian berlalu dengan kecepatan sedang di depan mataku. Arrggh, kampungan sekali.
"Cemburu?" Tanya Ayu.
"Enggak sama sekali." Jawabku.
"Hahaha" Ayu dan Bianca menertawaiku. Shit.
Hi.
Maaf jika tidak menarik.
Maaf membuang-buang waktumu untuk membaca sebuah cerita yang sebenarnya tak perlu.
Tapi bolehkah aku minta penghargaan darimu?
Kau tentu tau penghargaan apa maksudku.
Iya betul vomment itu.
Itu adalah penghargaan bagiku.Sekian.
Terimakasih.
Sampai berjumpa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Possessive Enemy
Novela Juvenil[WARNING 18+]⚠Relasi aneh dari dua insan yang tidak pernah sehati namun tak pernah terpisah. Tak saling memahami, namun akhirnya saling mengikuti kemanapun angin membawa mereka pergi. ⚫ Ferdy: "I just wanna see. I just wanna see how beautiful you ar...