Aku belajar dengan keras untuk bisa mendapatkan beasiswa di Australia. Dan selama aku belajar itu pula Ferdy selalu menemaniku. Ia tidak menjahiliku karna ia sadar sekarang bukan saatnya ia jahil padaku. Hingga tiba saatnya aku mengikuti test selama 3 hari di ibu kota ini. Seleksinya tentu sangat ketat. Banyak sekali yang mendaftar -mungkin ada ratusan- dan hanya 10 siswa yang akan mendapatkannya. Apakah aku bisa? Apa aku termasuk dari 10 siswa itu?
"Pasti bisa! Percaya deh sama gue." Kata Ferdy yang seolah tau apa isi pikiranku.
Ia mengantarku pagi ini untuk mengikuti test. Mama dan papa memang sengaja tidak aku beri tahu karena jika berhasil, aku ingin memberikan beasiswa ini sebagai kado anniversary mereka.
Aku pun memasuki ruangan eksekusi itu dengan tangan dan kaki yang seperti es. Juga jantung yang terus menerus memompa darah dengan cepat. Aku ingat pesan Ferdy tadi, "Tarik nafas, hembuskan, tarik lagi, hembuskan lagi. Hadapi ujian dengan senyuman :)" begitulah pesannya. Aku pun menuruti pesan Ferdy itu, dan benar aku jadi sedikit relax.
Soal demi soal kumakan dengan rakus. Aku tak membiarkan soal menguasaiku tapi aku yang menguasai soal. Begitu seterusnya sampai test selesai. Dan akhirnya aku dapat bernafas sedikit lebih lega. 2 minggu lagi hasilnya baru keluar. Hasilnya akan dikirim melalui email. Dan sampai hari pengumuman itu aku tak bisa hidup tenang.
Ferdy yang mengerti keadaanku mencoba mengajakku berjalan-jalan supaya aku tidak stress terus-terusan memikirkan hasil test seleksi beasiswa itu.
"Kita mau kemana Fer?" Tanyaku.
"Ke jembatan."
"WHAT? JEMBATAN?!"
Ferdy mengangguk, "Kenapa? Kok kaget gitu?"
"Lo mau bikin gue tambah stress ya Fer? Gue kan takut jembatan!"
"Oya? Wah, seru dong."
"Seru gimana?! Nggak ah. Gue nggak mau."
"Yakin nih? Keren loh viewnya."
"Persetan dengan view." Jawabku yang malah ditertawakan oleh Ferdy.
Aku membeku melihat Ferdy berdiri di ujung jembatan kayu itu. Ia hanya diam sambil menikmati view yang katanya keren itu. Ferdy memang tidak memaksaku untuk ikut dengannya berjalan diatas jembatan. Namun melihatnya seperti ini sudah membuatku berasa diatas jembatan. Hhhh, mengerikan sekali.
"Dulu papa sama mama sering ngajak gue jalan-jalan di sini Ven. Awalnya gue juga takut. Sama kayak elo. Tapi karena mereka gue jadi nggak takut lagi. Mau coba?" Tanya Ferdy.
Aku menggelengkan kepalaku. Ferdy menghampiriku, memegang tanganku dan membimbingku naik ke jembatan.
"I said no Fer! NO!!!" Aku nyaris menangis karena saking takutnya.
Aku meremas erat kaos yang Ferdy pakai. Kakiku bergetar dan kaku. Tidak dapat lagi digerakkan setelah sampai di tengah-tengah jembatan. Mataku terpejam dan tanganku memeluk erat tubuh Ferdy. Aku menangis ketakutan di pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Possessive Enemy
Teen Fiction[WARNING 18+]⚠Relasi aneh dari dua insan yang tidak pernah sehati namun tak pernah terpisah. Tak saling memahami, namun akhirnya saling mengikuti kemanapun angin membawa mereka pergi. ⚫ Ferdy: "I just wanna see. I just wanna see how beautiful you ar...