Chapter 22⚫SHIT!!! SHIT!!! SHIT!!!

14 0 0
                                    

Musik-musik romantis itu terus mengalun, sepanjang mata memandang yang kulihat hanyalah pasangan-pasangan muda yang sedang menikmati suasana romantisme yang tercipta. Sepasang remaja menyita perhatianku, kutatap mereka lebih lama. Sepertinya aku kenal siapa gadis yang sedang bergelayutan manja di lengan seorang lelaki yang sepertinya juga kukenal itu. Kulangkahkan kakiku mendekati mereka untuk memastikan apakah itu benar dia.

"Nicole?" Panggilku memastikan.

Lelaki itu menoleh dan mulai menunjukkan raut terkejut namun tak lama berubah menjadi kalem kembali. Malahan ia semakin menunjukkan kemesraannya bersama Gracia tanpa rasa bersalah padaku. Gracia? Iya. Gadis yang suka menggoda Ferdy itu ternyata juga bergelayutan di lengan Nicole. Hahaha. Memuakkan sekali.

 Memuakkan sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hi Ven." Sapa Nicole ramah.

"Kalian?" Aku menyernyitkan alisku.

"Iya Ven, kita baru aja jadian. Ya kan Nic?" Gracia menekan pada kata jadian.

"Iya." Jawab Nicole sambil tersenyum pada Gracia.

"Oh, baiklah. Selamat." Kataku singkat dan ketika aku hendak kembali, aku terhalang oleh Ferdy. Ia sudah berdiri di belakangku sejak tadi dengan tatapan yang sangat tajam pada Nicole. Rahangnya mengeras dan urat-uratnya tampak menjadi lebih jelas.

"I'm fine Fer. Kita balik aja yuk." Aku mencoba tersenyum meskipun itu palsu.

"Bodoh." Kata Ferdy yang membuat hatiku semakin hancur.

Kau tahu perasaanku saat ini? Ya. Seperti meteor yang sangat tinggi di luar angkasa sana, terbakar di atmosfir, hancur berkeping-keping dan mendarat di kubangan lumpur di lembah dasar bumi. Tapi sebenarnya tak separah itu. Kata-kata memang bisa dilebih-lebihkan.

Cowok cool, anak basket, digandrungi banyak gadis-gadis cantik, multitalend seperti Nicole mana mungkin diam saja jika cintanya tak diindahkan oleh siswi biasa bahkan tak cantik dan tak pandai sepertiku. Wajar saja ia langsung pindah ke lain hati. Dimana hati itu mau menerima Nicole. Bahkan Nicole tak pernah menanggap hari dimana ia menyatakan perasaannya padaku itu ada. Haha, atau terlalu berharapkah aku menjadi gadis yang diidamkan oleh lelaki yang menjadi idaman gadis-gadis sekolah?
Benar kata Ferdy. Bodoh.

"Ven tunggu." Ferdy menarik tanganku dan membalikkan tubuhku. Mendongakkan kepalaku hingga aku bisa menatap kedua bola matanya dengan jelas.

"Please jangan bego. Lo nggak pantes nangisin orang kayak dia yang nggak ngerti mana cinta dan mana nafsu semata." Ferdy menghapus air mataku dengan lembut.

"Orang kayak Nicole, -bahkan dia nggak pantes disebut orang- udah jelas bisanya cuma nyakitin elo. Untung kemaren lo tolak dia. Gue nggak kebayang gimana jadinya elo kalo sampe kemaren lo nerima dia. Dan maafin gue kalo waktu itu lo jadi sebel sama gue. Gue..." Ferdy tertunduk dan perkataannya langsung kuputus.

"Bukan. Ini semua bukan salah lo Fer. Gue justru makasih sama lo." Kataku sambil menyetuh kedua lengannya.

"Yaudah Ven kita pergi aja yuk dari sini. Ada suatu tempat kesukaan gue yang elo harus tau." Katanya.

Dear, My Possessive EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang