Burung-burung mulai bernyanyi di sarangnya. Angin berhembus sepoi-sepoi membuat rumput menari-nari. Embun rupanya masih enggan untuk meninggalkan dedaunan dan rumput liar.
Kutarik nafas dalam-dalam sambil membuka jendela kamar. Lalu kuhembuskan keluar seraya memandangi langit pagi yang cerah. Disana, di sebelah timur seperti biasanya, sang surya mulai menampakkan sinarnya. Aku sudah siap. Sudah menggenakan seragam yang rapi dan hendak bergegas pergi ke sekolah.
Kuturuni anak tangga demi anak tangga hingga akhirnya sampai di ruang makan. Sapaan pagi hari yang hangat dari papa, mama, dan Kak Veno menghantarku menyantap sepaket sarapan. Kusantap sarapan buatan Mama yang enak tiada duanya. Ditambah lagi susu rasa vanilla bercampur pisang membuat afdol sebuah sarapan.
Pim. Pim.
Kudengar bunyi klakson mobil milik Bianca. Dengan gesit aku keluar untuk berangkat sekolah bersamanya."Eh Ven jangan lupa ini jaketnya nanti dikembaliin ya sama Ferdy" cegah mama sebelum aku pergi.
"Berangkat dulu ya Pa, Ma, bye Kak Veno"
"Ati-ati" jawab mereka bersamaan.
Kubuka pintu mobil Bianca. Seperti biasa ia menungguku sambil berkaca, membenahi tiap detil make up di wajahnya. Kali ini ia menggunakan make up yang sedikit menyala. Mungkin ia akan melancarkan aksinya menggebet salah seorang adik kelas.
"Udah siap?" aku menganggukkan kepalaku.
"Yuk jalan" mobil kembali di pacu, membelah jalanan yang masih sepi.
"Bawa apaan tuh?" tanya Bianca.
"Jaket" jawabku singkat.
"Kok dibawa? Nggak di pake?"
"Bukan punya gue Ca"
"Punya orang kok dibawa-bawa sama lo?"
"Udah deh lo mendingan fokus aja nyetirnya"
"Yaelah. Iya iya"
Kubuka kaca jendela dan langsung saja anginnya menampar wajahku. Aku menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Entah mengapa hatiku menjadi gelisah sekali. Sebenarnya aku gugup, aku tak tahu bagaimana cara mengembalikan jaket mahal milik Ferdy yang kubawa ini.
"Elo kenapa sih Ven? Aneh banget?"
"It's ok. I'm fine" jawabku sambil tersenyum untuk menyembunyikan perasaan gelisahku.
Sesampainya di sekolah aku tak berpapasan dengan Ferdy. Apa jangan-jangan dia sakit ya gara-gara kemaren hujan-hujanan? Semoga saja tidak. Bukan berarti aku khawatir. Tapi aku jadi merasa bersalah padanya.
⚫⚫⚫
Saat jam istirahat aku pura-pura keluar kelas untuk membuang sampah. Biasanya jika sedang jam istirahat begini Ferdy ada di luar. Daann, benar saja ia sedang ada di luar tapi ia tidak sendirian. Ia bersama teman-temannya yang apa jadinya nanti kalau mereka tau tentang kejadian kemarin. Lalu kuputuskan untuk masuk kelas lagi, meskipun aku sempat berkontak mata dengan Ferdy. Kurasa ia juga paham dengan maksud dan tujuanku.
Seharian ini aku lebih banyak menghabiskan waktu di kelas. Sebenarnya sih aku menunggu momen yang tepat untuk mengembalikan jaket. Tapi kurasa tidak akan datang momen yang tepat jika aku terus-terusan di kelas. Jadi kuputuskan sepulang sekolah nanti untuk menunggu Ferdy di parkiran. Hmm, memalukan sekali.
"Ven?" Ayu menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.
"Kenapa sih Yuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Possessive Enemy
Fiksi Remaja[WARNING 18+]⚠Relasi aneh dari dua insan yang tidak pernah sehati namun tak pernah terpisah. Tak saling memahami, namun akhirnya saling mengikuti kemanapun angin membawa mereka pergi. ⚫ Ferdy: "I just wanna see. I just wanna see how beautiful you ar...