Twelve

85.4K 8.6K 258
                                    

Happy Reading, don't forget to like and comment, after you read this.

*****

Jari-jemarinya bergerak, diikuti kelopak mata yang juga merespon membuat gerakan pelan, telapak tangannya yang terbaring lunglai diatas tanah melakukan gerakan samar, mengusap pelan material kasar yang menjadi alas pembaringannya. setelah beberapa lama akhirnya kelopak matanya naik, terbuka perlahan hingga menampilkan manik kelabu yang sangat kontras dengan kulit seputih susu miliknya.

Althea, menatap sekelilingnya dengan lambat, pupil mata yang baru saja terjaga belum bisa beradaptasi dengan keadaan ruangan yang bersinar remang, ter-reaksi cahaya oranye yang berasal dari obor di ujung ruangan.

Dengan pelan gadis itu menggerakkan tubuh, mengubah posisi menjadi duduk dengan kedua tangan sebagai penopang. Kepalanya berputar ke segala arah, memastikan dimana ia berada.

Dinding berlumut dan lantai batu yang dingin juga lembab, tumpukan jerami di sudut ruangan dan nampan makanan kotor. Juga jeruji besi berbau karat.

Ini penjara.

Thea tidak bodoh untuk mengetahui dimana ia berada saat ini. Persis seperti apa yang pernah menimpanya dulu.

Suasana yang begitu mencekam amat terasa,  keremangan turut andil dalam membuat tempat ini menjadi sangat menyeramkan. Rintihan, teriakan dan bau anyir darah yang langsung menyapa hidung, membuatnya mual seketika.

Penjara bawah tanah.

Dalam diam, otaknya mulai memutar kejadian-kejadian sebelum ia bisa berakhir di tempat ini, dan satu persatu ingatan mulai bermunculan dalam benaknya, membentuk suatu lintas kejadian yang sanggup membuat sekujur tubuhnya gemetar. Ketakutan nyata terpampang jelas dari dalam manik kelabu nya.

Tubuh yang masih gemetar, ia paksa untuk bangkit, melawan ketakutannya dengan sisa keberanian yang ia punya, juga rasa sakit menusuk-nusuk dari punggung dan pergelangan kaki yang masih terbalut perban, menghampiri jeruji besi sambil menahan rasa mualnya akibat bau darah yang menyengat untuk kemudian mengguncang pintu jeruji itu dengan segenap kekuatan yang ia punya, meneriakkan permohonan pada siapapun yang mendengar untuk mengeluarkannya dari sini.

"Keluarkan aku …. Kumohon, keluarkan aku dari sini!" teriaknya putus asa.

Alhea terus-menerus memohon, teriakan penuh keputusasaan yang hanya terjawab oleh gema suaranya sendiri, ia tahu ini sia-sia, berteriak memohon sampai suaranya habis pun tidak akan didengar.

"Percuma saja kau berteriak seperti itu, tidak akan ada yang mendengarmu manusia."

Sebuah suara bernada berat terdengar begitu saja di telinganya, membuat Althea berhenti berteriak dan menoleh ke segala penjuru dengan perasaan waspada, rasa takutnya semakin tak terkendali, "S-siapa disana?" Tanyanya lirih.

Sekian lama, tidak terdengar suara apapun lagi, hanya keheningan yang menemani. Althea sampai bisa mendengar suara hembusan nafasnya sendiri, ia mulai berfikir mungkin yang tadi itu hanya sebagian dari imajinasinya saja disaat rasa paranoid nya mulai naik dan mendominasi pikiran.

Sampai akhirnya terdengar suara kekehan pelan, berasal dari sel besi yang berseberangan dengan sel tempatnya berada. Althea menatap waspada, dan mulai berjalan mundur, ia takut jika saja seseorang-atau makhluk-apapun itu yang ada di sana berniat jahat dan melukainya, walau Althea tahu kalau hal itu tidaklah mungkin, karena mereka sama-sama berada di dalam penjara yang tidak memungkinkan untuk bisa keluar dari celah manapun.

"Siapap-un kau, ku peringatkan jangan mencoba menggangguku," cicit Althea memperingati.

Namun bukannya berhenti, kekehan itu malah semakin menjadi, hingga berubah menjadi tawa keras yang terdengar sumbang dan serak, suara yang sangat tidak nyaman untuk didengar, lagipula apakah ada yang lucu? Althea tidak mengerti sama sekali mengapa seseorang itu malah tertawa di tengah rasa takut yang ia rasakan.

The Sleeping Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang