Thirty Four

7.3K 483 37
                                    

Ya. Sepertinya Arthur memang akan menggila.

***


“Arth... Arth?” Althea memanggil-manggil mate-nya beberapa kali saat tidak mendapat respon.

Entah apa yang Arthur pikirkan saat memandanginya tanpa kedip seperti itu. Tapi Thea malu, apa mungkin ada kotoran di matanya? Menyadari bahwa ia baru saja bangun dari tidur dan belum sempat mencuci muka kemungkinan itu akan jadi hal memalukan.

Thea memalingkan wajah, diam-diam mengusap sudut matanya, takut apa yang ia pikirkan benar. Dan gerakannya membuat Arthur tersadar saat itu juga.

“Khem!” pria itu berdehem canggung dan ikut memalingkan muka. Arthur merasa bodoh karena terpengaruh ucapan serigalanya. Padahal pada situasi biasa ia selalu bisa menahan diri dari pikiran tak senonoh semacam itu, semua karena Archeraz.

Sial.

“Ada apa Arth?” tanya Thea setelah merasa wajahnya sudah lebih baik dari tadi. Tapi rona merah masih menjalari pipinya.

“Tidak ada, sesaat tadi aku hanya terpikirkan sesuatu,” elak Arthur dengan senyuman kecil tercetak di wajahnya.

Althea mengangguk kaku, antara percaya dan tidak dengan jawaban Arthur, jangan-jangan pria itu hanya sedang berusaha agar tidak membuatnya malu? Althea rasanya ingin mengubur diri ke dalam tanah.

“Oh, buku itu...” Althea melihat buku The moon child berada ditangan Arthur. Dahinya mengerut bingung.

Seakan ikut tersadar, Arthur mengangkat buku suci yang sejak tadi dipegangnya dan terlupakan sejenak karena berseteru dengan Archeraz, mengapa ia bisa melupakannya? Sejak tadi Arthur banyak melakukan keteledoran. Ini tidak bagus.

“Ah, aku berniat memindahkannya saat mengubah posisi tidurmu, sayang. dan secara tidak sadar terus ku pegang.” Jelas Arthur. Khawatir melihat ekspresi Althea yang seperti tidak suka ia membuka-buka buku suci ini.

Tapi, Arthur salah paham, karena bukan itu yang Thea pikirkan dikepalanya. “kau bisa melihat buku itu... ”

“Ya, aku melihatnya, kenapa?”

“Seharusnya tidak, dibuku dijelaskan hanya orang yang memiliki darah suci  ditubuhnya yang bisa melihat dan membaca buku itu.” Althea menjelaskan sesuai apa yang ia baca pada buku suci itu.

“Kalau begitu, aku memang bisa.” Arthur mendekat dan ikut bergabung dengan Althea ke atas ranjang setelah menyimpan buku suci itu terlebih dulu.

Pria itu merentangkan tangan, meminta Thea untuk datang ke pelukannya. “kemarilah, sayang. Peluk aku. Seharian ini aku sangat merindukanmu,” katanya berterus terang.

Dengan senang hati Thea memenuhi keinginan matenya meski keheranannya belum terjawab.

mereka berpelukan erat. Arthur menyusupkan kepalanya di ceruk leher Thea, menghidu harum feromon yang membuatnya candu, sesaat itu juga Arthur merasa tubuhnya rileks. Mate memang anugerah terbaik, karena cukup dengan kontak fisik sederhana seperti ini saja bisa membuat energinya terisi penuh.  Arthur ingin waktu berhenti saja agar bisa menikmati momen ini selamanya.

“Sekarang katakan bagaimana kau bisa melihat buku itu Arth?” tanya Thea ditengah pelukan mereka.

Arthur berpindah menciumi rambut Thea, kemudian menjawab dengan suara berat, “karena ada darahmu dalam tubuhku, sayang.”

“Sungguh? Tapi aku tidak ingat kita pernah bertukar darah sebelumnya.” Dahi Thea mengernyit, kemudian ia mendongak untuk bertatapan dengan Arthur.

“Pernah, itu terjadi sudah lama sekali, saat kau masih kecil.”

The Sleeping Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang