4,0 - XO/OX

521 124 31
                                    


"TERUS, berarti sekarang Sammy bakal join band kamu?" tanya Calista disela-sela kunyahannya. Pagi ini, Leo datang dengan membawa dua bungkus nasi uduk lengkap dengan teh hangat dalam termos.

Leo mengangguk. "Rasanya lega banget."

"Karena itu artinya dia punya keinginan untuk ngelupain mantannya, ya?" Calista menyomot kering tempe dari porsi Leo. Pemuda itu melotot, tapi membiarkan gadisnya. Toh, kering tempe punyanya memang lebih banyak daripada kering tempe di porsi Calista.

"Tau nggak," tanya Leo.

Calista menggeleng.

"Iris ternyata anak anggota legislatif. Aku jadi bisa mereka-reka alasan apa yang bikin dia sama Sammy putus," Leo menyodorkan segelas teh hangat pada Calista. Ia melanjutkan, "Iris anak tunggal. Mungkin bokapnya nggak suka Sammy. Secara Sammy tuh nyokapnya aja nikah lagi, ya siapa tau bokapnya Iris tipe bokap yang suka ngatur-ngatur anaknya."

Calista manggut-manggut. "Bisa jadi sih, ya."

"Kamu udah kenyang? Masih mau lagi? Aku nggak habis nih."

"Le, kamu makan dikit banget," keluh Calista melihat piring nasi uduk Leo yang hanya berkurang separuh.

Leo tersenyum, "Aku cepet kenyang kalau makannya sama kamu."

"Ya tapi aku jadi makan lebih banyak, nanti aku gendut gimana?" Calista memberengut.

Leo mengacak puncak kepala gadis itu, tertawa kecil. "Gendut juga nggak papa. Yang penting kan, aku suka."

"Gombal."

"Beneran."

"Iya, beneran gombal." Calista menyuap nasi uduk milik Leo ke dalam mulutnya. "Kamu nggak telat nih, sarapan dulu sama aku?"

Leo menggeleng. "Nggak kok."

"Dasinya.. miring.." Calista menunjuk kerah kemeja Leo, dengan mulut penuh. Leo menyondongkan badannya, "Benerin."

"Manja."

"Nggak papa. Kan manjanya sama kamu."

"Iya sih. Ya udah, sini, kurang deket," Calista menarik dasi Leo supaya laki-laki itu melangkah lebih dekat sehingga wajahnya dan wajah Leo hanya berjarak satu jengkal. Calista mengunyah nasinya, sementara kedua tangan sibuk membetulkan letak dan kerapian dasi Leo.

Leo menatap gadis itu. "Buruan ditelan nasinya."

"Kenapa sih?" tanya Calista. "Udah nih, dasinya."

"Kalau kamu ngunyah gitu, gimana aku bisa nyium," bisik Leo, tepat ketika gadis itu menelan kunyahannya dan dengan cepat, Leo menyambar bibir merah muda tersebut. Calista terkejut untuk beberapa detik karena ia sama sekali tidak siap. Leo nyengir. "Rasa nasi uduk, hahaha."

"Ya iya!" Calista bersemu merah.

Leo tertawa lagi, kemudian memeriksa angka di arloji digital yang melingkat di pergelangan. Ia berpamitan. "Aku berangkat ya. Ini tupperware-nya titip di sini dulu boleh? Nanti pulang kerja aku ambil."

"Nanti aku anterin ke rumah kamu. Hari ini aku nggak ada slot, kita jalan yuk," ajak Calista, menyusul Leo yang bangkit dari duduk. Leo mengiakan. "Nanti aku kabarin ya. Semoga nggak ada rapat dadakan."

"Nggak ada latihan?"

"Ada, tapi bentar. Cuma dua jam. Habis itu kita bisa langsung pergi," Leo mengeluarkan kunci dari saku celana. "Aku berangkat ya. Kamu buruan mandi."

"Iya. Hati-hati ya, Le."

Leo melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil dan meluncur pergi ke tempat kerja.


ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang