SAMMY berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang. Mati-matian ia mencoba untuk tidak menatap kedua manik gelap Iris lebih dari tiga sekon, atau pertahanannya akan luluh lantak. Gadis itu sepertinya terlihat tidak sepanik Sammy, meskipun dari sorot mata, masih menunjukkan adanya kegugupan. Sammy mengeluarkan ponsel, mengetik sesuatu dengan cepat. Entah ia memang mengirim chat, atau hanya akal-akalannya saja untuk tampak sibuk di hadapan Iris. Tak lama kemudian, laté pesanan Sammy datang dan ia bersyukur akhirnya ada hal lain untuk mengalihkan fokusnya dari wajah Iris selain ponselnya.
"Gue.." Iris memulai percakapan.
Sammy mendongak sedikit.
Iris menggigit bibirnya. "Mau menjelaskan sesuatu. Gue tau, ini kayaknya super terlambat. Tapi Radewa bilang lo berhak tau. Dan gue juga nggak mau nanggung beban ini, toh lo memang harusnya tau."
"Soal apa?"
"Kenapa gue minta putus.."
Tenggorokan Sammy tercekat. Minuman yang baru saja ia telan rasanya tersumbat.
"Irawandana kena kasus korupsi, penyuapan dan perbuatan asusila. Nyokap syok, jatuh sakit dan gue nggak punya waktu buat hal lain," ungkap Iris dengan suara pelan.
Dada Sammy terguncang.
Iris masih saja menyebut ayahnya dengan nama. Kebenciannya seperti semakin menggunung dan tak bisa dihilangkan.
Sammy menatap Iris lekat-lekat. "Kenapa lo nggak cerita?"
"Buat apa? Nggak akan ada yang berubah, Sam. Irawandana tetap ditangkap, rumah gue digrebek, nyokap tetep sakit karena semuanya serba mendadak. Gue panik, gue nggak ngerti situasinya. Tiba-tiba gue harus ngurusin aset yang disita, semua harta benda atas nama Irawandana dibekukan. Rumah, mobil, vila, semuanya. Bahkan isi lemari gue."
Iris tersenyum hambar. "Dan gue sama sekali nggak punya waktu untuk ngejelasin semuanya ke lo. Karena gue sendiri nggak paham."
"Tapi seenggaknya, gue bisa—"
Iris menyela. "Lo nggak bisa, Sam. Nothing you can do to rescue me. Even if I told you what was happening, nothing's gonna change."
Sammy terdiam.
"Jadi.." Iris menarik napas dalam-dalam. "Kita putus karena gue nggak bisa ngelanjutin hubungan kita. It was never about you. It's me."
Sammy bergeming. Kedua matanya tertuju pada mok laté, di mana memantulkan refleksi wajahnya yang tengah bingung dan sama sekali tidak bisa berkomentar apa-apa. Iris datang untuk menjelaskan bahwa hubungan mereka kandas karena kondisi Iris, sementara selama ini Sammy selalu bertanya-tanya, mengira-ngira dan menyalahkan dirinya sendiri. Detik ini, Sammy tidak bisa berkata-kata.
"I was so in love with you, when you left me." Kalimat itu meluncur dari bibir Sammy.
Iris mengangguk. "Me too, but that was it. I quitted us. I'm sorry for not telling you this sooner, but it was the best decision I could've made."
"Harusnya lo cerita. Separah apapun keadaan lo, harusnya lo kasih tau gue. Mungkin kita bisa cari jalan keluar lain. Mungkin kita nggak perlu pisah. I'm so devastated.." Sammy mengerang pendek.
"Gue tau."
"Nggak, lo nggak tau. Lo nggak tahu betapa putus asanya gue setelah lo pergi!" tiba-tiba Sammy menaikkan oktav bicaranya. Napasnya memburu.
Iris masih terlihat tenang. "Lo nggak seharusnya mengundurkan diri dari The Vocals. Lo menyia-nyiakan kesempatan—"
"Karena gue nggak bisa ngelanjutin sendirian! Gue butuh lo!" Sammy hampir saja menggebrak meja dengan kepalan tangannya. Wajah Sammy memerah, ada emosi yang tertahan di ubun kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ROSY
General FictionAgni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the girl who used to be his world. But it's not gonna be easy. Copyright ©2018